Bagian 3 Bernafas

53 10 0
                                    

Kini Antha dan Bagas sudah sampai di kediaman Wijaya, rumah asli Antha. Saat Antha keluar dari mobil, dia tak sengaja melihat rumah di seberang jalan bertepatan saat seseorang pulang.

Ini nih yang gue bikin males pulang ke rumah, ketemunya hantu mulu. Batinnya yang kini wajahnya terlihat masam.

"Dekk, buruan masuk. Bunda sama Ayah udah nungguin nih." Teriak Bagas yang sudah berada di depan pintu.

"Iya iya." Teriaknya menimpali.
Saat ingin masuk ke dalam rumah, seseorang memanggil nama Antha membuat si empunya meringis kesal.

"Ehhh Antha, Abang loe udah sampe rumah?" Tanya seseorang tersebut dengan tampang dinginnya.

"Ckk.. Kok loe tau sih kalo dia abang gue?" Tanya Antha penasaran.

"Apa yang gak gue tau tentang loe." Ucapnya.

Daebakk, ini beneran dia? Kok tumben ngomongnya panjang. Batinnya yang sudah kaget dibuatnya.

"Khmm... Loe, mata matain kehidupan gue? Jangan ngurus kehidupan gue deh." Ucap Antha sinis dengan melipat tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya kesamping untuk menghindari tatapan seseorang yang dia sadari sekarang sangat tampan.

"Kita itu udah berteman sejak kecil. Apapun itu, gue tau tentang loe." Ujarnya masih dengan tampang dinginnya.

Entah kenapa, dia lebih suka memberikan tampang dingin daripada tampang cerianya. Dulu, dia tidak pernah sejutek ini dengan teman temannya yang lain. Dia sangat friendly, tetapi gara gara kejadian Antha yang menimpanya, semua berubah begitu saja.

Inilah yang Antha tak sukai dari dulu, dia harus berpura pura musuhan dengan dia di depan semua teman temannya untuk menghindari kejadian itu kecuali para sahabatnya yang sudah tau semuanya. Mereka menyembunyikan peristiwa yang tak bisa mereka ceritakan pada orang lain.

"Bisa gak sih loe lupain peristiwa itu dan kembali seperti dulu lagi." Pintanya.

"Gak, gue bakalan tetap seperti ini sampai lulus SMA." Ucapnya penuh penekanan.

"Tapi..." Ucapan Antha terpotong saat dia mendekatinya terlalu dekat. Nafasnya yang terasa di wajah Antha. Tak bisa bergerak, Antha terus mundur hingga badannya menempel di tembok.

Mata Antha refleks tertutup, memikirkan kejadian yang akan terjadi.

"Nafas bodoh, loe mau mati gara gara gue sedekat ini?" Bisiknya di sebelah telinga Antha.

Dia pergi begitu saja saat ada seseorang yang ingin membukakan pintu rumah Antha.

Antha hanya berdiam diri seperti patung. Nafasnya kini sudah mulai beraturan.

Gue kenapa? Ahh gara gara dia gue kayak orang bodoh. Batinnya.

"Dek, buruan masuk. Lama banget kek siput tau gak." Kesal Bagas karena menunggu Antha begitu lama di luar.

"I.. Iyaa.." Ucapnya gugup.

Di seberang jalan, dua orang memperhatikan semua kejadian Antha. Tersenyum dan saling merangkul seakan keajaiban bakalan terjadi.

"Gilaa.. Gue kira bakalan di cium tuh bocah." Ucap Adi yang berdecak kagum.

"Dia terlalu bodoh, masak gara gara kejadian yang tak dia perbuat jadi seperti tumpukan es." Ujarnya beragumen.

"Loe gak tau aja, dia kan suka sama Antha. Ya wajar lah kalau mereka kayak gitu. Pait di awal, manis di akhir." Ucapnya bermonolog.

"Wahh, parah parahh... Gue rasa ini bisa jadi sebuah cerita menarik nih. Judulnya cewek cantik dikejar gunung es." Ucapnya.

"Gila." Satu kalimat itu membuat mereka kaget dan membalikan badan mereka.

"Ehh, Edo. Udah lama disitu?" Ucap Edi dengan khas cengirannya untuk menghilangkan rasa gugupnya.





Vote jangan lupa...

KULKAS (END)√√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang