Miskin Narasi; Naskah Drama (?)

319 67 7
                                    

Dalam menulis cerita, narasi itu yang paling banyak (mendominasi). Usahakan 60-80%. Kalau 100% narasi juga takutnya pembaca bosan. Jangan dialog semua kayak naskah drama. Udah gitu dialognya datar, nggak penting, frasa yang dipakai itu-itu saja. Tidak ada kreatifitas. Contohnya gimana?

"Aku masuk ke mobil dulu," kata Jaenna sambil masuk ke mobil.

"Tunggu!" panggil Aldi.

"Apa lagi, sih!" bentak Jaenna.

"Ini kamu lupa kunci," kata Aldi.

"Oh," kata Jaenna.

Jaenna pun menyetir mobilnya.

Skip apartemen.

Allahu Akbar!

Rasa ingin menghujat, stonks ↗

Gimana bacanya? Datar, 'kan? Jadi, ayolah .... Buat narasi. Itulah sebabnya saya hindari mendeskripsikan karakter di prolog secara berlebihan. Kenapa? Kamu bisa meletakkan deskripsi itu di dialog atau narasi nanti. Supaya apa? Narasi kamu tercipta dan karaktermu jadi kuat meski nggak dijelaskan di awal prolog tadi.

Hindari dialog yang tidak penting. Kalau masih bisa jadi narasi, jangan berdialog. Juga, jangan melakukan pengulangan kata. Sudah dijelaskan di narasi, eh diulang lagi di dialog. Begitu pun sebaliknya. Kalimat aku masuk ke mobil dulu itu termasuk pengulangan kata. Jadi, bisa langsung deskripsi tokoh masuk ke mobil tanpa dialog, atau pakai dialog tapi narasi ambil deskripsi lain.

Latar ada tiga; waktu, tempat, suasana. Ketiga jenis latar ini yang menunjang cerita kamu. Semakin rinci dan detail, pembaca akan mudah membayangkan tempat tersebut.

___Zylan Agatha

Pengarang, Oh Pengarang!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang