kumis

29 6 1
                                    

[Tanah Wilis Beku, Pegunungan Nusacir–20 BC]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Tanah Wilis Beku, Pegunungan Nusacir–20 BC]

[Akademi Menara Langit; Dungeon PenCirNusia]

[Kelas Animalia Darat Tingkat I]

Rona kantuk masih menguasai. Vorqa menyeret kedua kakinya ogah-ogahan memasuki kelas siangnya. Kalau boleh memilih, bocah tujuh tahun itu lebih suka opsi kelas pagi atau malam, ketimbang siang. Demi Ravioli Kwetiau, pukul dua belas siang adalah waktunya bergelung di dalam selimut, bukannya memakai seragam kemeja putih berrompi ketat, dasi necis, tak lupa sepatu bot yang mulai sesak.

{Selamat Pagi, Tuan Vorqa}

Magi Kuning berpendar lamat-lamat hingga membentuk sewujud pria tua dengan tuksedo merah marun mendekati hitam. Selaku Sensei, ia menyapa dengan kumis melengkung seperti bilah cutlass para perompak laut, sebelum anak didiknya memasuki ruang kelas.

Vorqa menatap sepat tuan rumah yang akan mengisi kelas hari ini.

"Sepertinya tik-tok Anda masih tertinggal di WIB, bukan di UTC. Kita bukan lagi di Asia Tenggara, tapi di Unit Teen Collage, yah ... walau aku belum masuk kategori remaja," oceh bocah itu tak acuh dengan kedua telunjuk dan jari tengah untuk mengaksenkan kutip imajiner pada kata remaja.

"College, bukan Collage." Magi Kuning itu terbahak. Arah matanya tertuju pada jam sakunya. "Oh, astaga! Anda benar, saya lupa menyetel ulang ke UTC—ah, Anda sepertinya tahu tentang UTC, Akademi Menara Langit memang menggunakan UTC, tetapi UTC adalah Coordinated Universal Time, bukan Unit Teen College. Namun, saya bisa merekomendasikan Anda ikut organisasi siswa UTC (Unit of Teen College) jika Anda berminat merombak aturan sekolah yang lebih demokratis."

"Ya, ya, ya, silakan mulai kelasnya," tukas Vorqa sesaat setelah melabuhkan bokongnya di bangku melingkar berundak. Ia menopang dagunya dengan salah satu tangan. Sesekali ia menahan mulutnya ketika desakan kuap tak terbendung lagi.

"Apa Anda tak peduli dengan sekitar?" tanya gurunya. "Semisal, kenapa hanya Tuan Vorqa di kelas, di mana teman-teman yang lain?"

Vorqa yang mulai menyadari melirik sepenujur kelas yang bersih dari makhluk bergerak. "Bukan urusanku, ayolah mulai, Shishou!"

"Oh, baiklah. Namun, Tuan Vorqa ..., tidakkah Anda merasa aneh kenapa hanya ada satu murid padahal biasanya anak didik kelas siang lebih padat ketimbang pagi dan malam?"

Vorqa mulai menegakkan badannya. "Apa maksud, Shishou?"

"Hmmm ... apakah Tuan Vorqa yakin telah meneliti jadwal kelas hari Selasa sekarang?" Magi Kuning itu mengusap-usap ujung kumisnya seraya berjalan mendekati meja anak didik satu-satunya yang menghadiri kelas.

"Tentu saja." Bocah itu berdecak. "Aku terbiasa bangun pagi untuk mendapatkan jatah tidur siang yang pantas, tapi kesialan di siang hari, tidak pernah membuatku lupa bahwa Selasa adalah hari kesialanku! Malahan tumben benar, kelas siang anak-anak masih molor di kamar asra—" Vorqa pun tersentak dengan rentetan omongannya sendiri.

"Ada apa, Tuan Vorqa?"

Bocah itu segera beranjak dan meninggalkan bangku kelas.

"Tuan Vorqa!? Ada apa?" seru Magi Kuning terperanjat ketika sepatu pantofelnya terinjak Vorqa.

"Maafkan aku, Shishou! Kali ini aku mau bolos! Aku lupa kalau semalam PR dari Shishou tentang merapikan gudang botol-botol sari pati kentut Kantong Semar belum kututup, malah kotaknya kubawa ke kamar asrama. Lain kali saja kita bahas tentang perjalanan Shishou berburu Kantong Semar bagaimana?" Dengan kurang ajar, Vorqa sudah memelesat tanpa izin dan barter ganti rugi kelas mengajar Magi Kuning di balik jendela.

"Tunggu, Tuan Vorqa!" Namun, sebelum Vorqa benar-benar menghilang di undakan berhalimun lantai pagoda, Magi Kuning lebih dahulu berdiri di hadapan bocah itu.

Vorqa sontak terjengkang dan tergugu-gugu.

"Anda pasti sudah tahu, bolos kelas tidak bisa ditolerir oleh Kepala Sekolah Lady Sufina, 'kan? Ditambah tidak mengindahkan peraturan guru selama diberi tugas menjaga properti sekolahan, terutama selama masih berada di Akademi." Sensei lantas meleburkan diri menjadi halimun kuning. "Tapi ..., itu semua tetap menjadi wewenang saya, jika Tuan Vorqa bisa memberikan jawaban pada tugas saya kali ini."

Tubuh Vorqa yang bergidik mencoba tersenyum seramah mungkin. "Apa yang harus kulakukan, Shishou?"

Sensei bergeming sejenak, memikirkan sesuatu. "Ah, mudah saja. Tuan Vorqa tinggal menjawab kuis saya: kenapa kumis saya tidak pernah kotor setiap saya minum teh dengan Lady Sufina, itu saja."

"A-paaa!?"

"Eits, jangan jawab sekarang. Tolong pikirkan baik-baik, apa yang harus Anda katakan di pertemuan kita selanjutnya." Perlahan tubuh berkabut Sensei melesap.

"Hah!? Kuis macam apa itu!? Tidaaaak!"

Selama tiga hari ke depan Vorqa selalu membuntuti ke mana Sensei Magi Kuning bepergian. Lebih-lebih ketika mengadakan kunjungan pertemuan kepada Lady Sufina.

Tiba hari keempat, di mana pelajaran magi-botani-zoologi dimulai. Sensei Magi Kuning belum membuka ruang kelas hingga Vorqa mampu menjawab kuisnya.

"Bagaimana, Tuan Vorqa? Saya yakin, dari raut wajah Anda pasti sudah menemukan jawabannya."

Sedangkan, bocah itu tersenyum lebar.

"Shishou sebenarnya ingin aku lebih memperhatikan sekitar, 'kan?"

Sensei Magi Kuning pun memberi tepuk tangan.

Sensei Magi Kuning pun memberi tepuk tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2020


ReSFeBeR: (D)eadly (W)riting (C)hallenge NPC 2020 ― ⌠selesai⌡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang