cinquefoil

18 7 0
                                    

Membiru hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Membiru hitam. Lebam itu masih tercetak jelas seperti pola gambar pulau pada peta lusuh. Cemeti kembali dilayangkan pada seorang pria perkasa berbulu keriting lebat di dada telanjangnya. Tak menghiraukan isak yang ditahan oleh dua bibir berdarah karena terkoyak gigi, Moroz terus memecuti tubuh anak gadisnya yang mulai meranum dara.

Cerutu murahan ia copot dari pagutan mulut penuh aroma tembakau.

"Aku rela merusak keindahan tubuhmu agar mereka tak mau mengotori kemurnianmu," ucapnya bergetar. Lalu ia menyundutkan puntung cerutu yang masih membara ke paha pucat itu. "Tapi pesonamu ..., aku membutuhkan untuk menangkap ikan-ikan itu."

Moroz berdiri menjambak si gadis.

"Bangun, waktunya kau makan."

Pekikan parau mendesak keluar tenggorokan yang tercekat ketika kepalanya ditarik menengadah.

Melihat telur mata sapi yang meneteskan mentega panas langsung disambar oleh jari-jari terlilit perban itu.

Moroz pun bercangkung. Ia usap jari tangan si gadis yang tampak seperti menyisakan tulang-belulang.

Sontak gadis itu beringsut mundur dan membuang sisa telur yang baru ia gigit sepertiga. Kepalanya terantuk dinding kayu ketika tangan Moroz hendak membelai pipi bengkaknya.

"Takutlah selalu. Agar aku terus merasa bersalah telah membuatmu lahir ke dunia."

Tangan Moroz menyusup ke dalam saku celana berburunya. Kilau kemuning dari kelopak sebatang bunga mungil muncul di hadapan gadis itu yang spontan menutupi seluruh wajahnya.

"Tenanglah sedikit. Kali ini aku tidak akan menamparmu." Namun melihat putri semata wayangnya masih menutup rapat kedua matanya, Moroz menjambak helaian rambut keemasan itu ke atas hingga si gadis tersentak membelalakkan mata. "Lihatlah, lagi-lagi apa yang kutemukan di hutan tadi sore. Sampai sekarang aku masih tidak tahu namanya, tapi warnanya mengingatkanku dengan rambutmu. Kupikir bunga bermahkota mencolok tidak akan tumbuh di tengah musim salju."

Tampak binar yang terpancar lembut pada netra lembayung milik si gadis. Sepintas ia melirik ke Moroz, sekali lalu merebut sekuntum bunga itu dari tangan besar kecokelatan itu.

Bibir Moroz tertarik ke atas.

"Kau suka?"

Gadis itu kembali meringkuk sembari mendekap sekuntum bunga kuning di balik baju anyam belacunya.

"Mana ucapan terima kasihmu!?" bentak Moroz.

Bahu si gadis menegang seketika. Takut-takut kepalanya menyembul dari kedua lengannya yang ditekuk untuk menutupi kepalanya.

Samar-samar bibir kecil itu bergerak-gerak. "Te-terima kasih ...."

"Nah, lain kali ingat selalu untuk mengucapkan terima kasih pada orang yang memberimu kesenangan!"

ReSFeBeR: (D)eadly (W)riting (C)hallenge NPC 2020 ― ⌠selesai⌡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang