"Ouch ... punggungku ...," rintih Rafael mengelus tulang ekornya, begitu ia mendarat—lebih tepatnya dihantam dari langit, mencebur ke laut, lalu menabrak tebing, kini berguling-guling di ladang rumput.
Terdengar kuda meringkik, berlari menghampirinya, dan mengendus-endus kepala anak didik kelas antropologi itu.
Sontak Rafael berteriak dan menendang kuda sialan yang nyaris mengunyah rambutnya.
"Kaupikir ini kudapanmu!?"
Akan tetapi, begitu beranjak dan mengibas-ibas seragamnya yang kusut, kuda itu tiba-tiba menerjangnya dari belakang.
"WOI! KUDA SETAN!"
Sejurus ia keluarkan akar besi dari tanah. Sembari merapal mantra kontrak sihir membentuk kepalan raksasa untuk meninju si kuda hingga terjengkang.
Rafael sesaat teringat ucapan anak didik yang mengklaim pencipta parfum cederawasih.
Masa sih, kuda betina tertarik karena efek feromon parfum ini? Ia pun langsung bergidik melihat puting yang timbul di dada kuda itu.
Akhirnya melihat binatang herbivora itu tunggang-langgang menjauh, Rafael mengusap ujung hidungnya bangga.
"EH—ASTAGA! INI BUKAN SAATNYA TENANG-TENANG! Sialan kau bocah Kentut Kantong Semar, gara-gara kau aku berakhir di ...." Sepanjang jangkauan matanya menyapu pandang sekitar, hanya berwarna hijau dengan susunan canvas ungu kebiruan pada angkasa yang dihubungkan oleh siluet pegunungan batu cadas. "Aku tampaknya kenal tempat ini."
Kakinya mondar-mandir berlarian mencari spot yang berbeda selain hamparan rumput sejauh mata memandang.
"AWAS SAJA KAU BOCAH KENTUT SEMAR! BEGITU KUMELIHATMU, BOKONGMU KUPANGGANG BERSAMA OLIVE OIL!" jeritnya yang bergema.
Samar-samar telinga runcing Rafael berkedut. Ia ikuti dari mana asal derap riuh yang perlahan—amat pelan—mulai berkumpul jelas di gendang telinga.
Matanya membeliak begitu menangkap puluhan kawanan kuda berderap ke arahnya.
"WOI! APA-APAAN INI!"
Meski senyar masih terasa, Rafael mau tidak mau memaksakan kakinya untuk berlari. Ketika ia hendak melakukan kontrak sihir perpindahan ruang, tubuhnya justru memental ke arah pasukan kuda yang seolah siap menerjang apa pun di hadapannya.
"Kenapa tidak bekerja! Apakah tempat ini jangan-jangan seperti Planetarium Pusara Pharaoh!?" Ia jambak kasar rambutnya, mencoba bangkit. Tubuhnya makin limbung ketika berjalan apalagi berlari. Sedangkan, kawanan kuda mengamuk itu semakin dekat dengan ringkikkan menggelegar. "Jangan-jangan kuda betina tadi minta bala bantuan!? Cih! Curang! Di saat begini aku butuh semanggi putih! Di mana kau! Sial, sial, sial! KALAU AKU MATI DITUNJANG PASUKAN KUDA LIAR, DENGAN WUJUD ROH SEKALIPUN AKAN KUBAWA SEGALA KUTUKAN TERKUTUK UNTUKMU BOCAH KENTUT SEMAR!"
Rafael terus berupaya menarik tubuhnya menjauh, meski merangkak sekalipun. Sesekali ia menoleh ke belakang mendapati puluhan kuda pembawa deru amukan semakin dekat.
"SENSEI! AKU JANJI TIDAK AKAN MAIN-MAIN LAGI DENGAN RAMUAN PENGENDALI HASRAT PARA PEREMPUAN! AKU JANJI TIDAK AKAN MENUKAR KELAS PAGI MENJADI MALAM! AKU JANJI TIDAK AKAN MENGGANTI PAPAN NAMA KAMAR KAMDI! AKU JANJI TIDAK AKAN MENCATOK KUMIS SENSEI MAGI KUNING SAAT TIDUR! AKU JANJI TIDAK AKAN MEMAKAI SIHIR PERPINDAHAN RUANG ASAL-ASALAN! SENSEI, TOLONG AKU!!! SIAPA PUN TOLONG! AKU BUTUH SEMANGGI PUTIH! SIAPA PUN YANG PUNYA SEMANGGI PUTIH, JAUHKAN AKU DARI KESIALAN KENAKALANKU SENDIRI!!!"
Sembari beringsut di rerumputan yang tumbuh agak tinggi, tangganya yang mencabuti bunga liar sekitar secerca harapan hadir, sensasi dingin seperti menyenggol batu es membelalakkan matanya.
Di hadapannya tumbuh sebatang mungil semanggi berwarna putih.
Untung saja ia tidak bolos kelas magi-botani Sensei Magi Kuning.
"Ingat murid-murid, jika di medan peperangan kalian kehabisan energi, ditambah kalian tidak bisa menyelamatkan teman-teman, maka ... kalian butuh sebatang semanggi putih untuk membawa kalian ke tempat aman. Tanpa perlu merapal mantra, harapan baik untuk menolong akan dikabulkan oleh si tumbuhan mungil ini. Namun, si pemohon harapan harus memetik lalu memakannya."
"Yah, ini dia!"
Tangan yang hendak meraih semanggi putih nan mungil itu tercapai sedikit lagi, sekonyong-konyong seekor kelinci muncul dari lubang tanah. Lalu mencabut tanaman super itu. Lantas si kelinci memasukkannya ke dalam mulut sekali suap. Seolah melirik penuh cemooh kepada Rafael, mamalia bertelinga panjang itu pergi meninggalkannya dengan buntut di arahkan tinggi-tinggi ke wajah di laki-laki itu.
"Hee—!"
Ringkikkan kuda terdengar menyambar-nyambar, siluet mereka menggagahi kepala Rafael yang takut-takut menoleh ke belakang.
2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ReSFeBeR: (D)eadly (W)riting (C)hallenge NPC 2020 ― ⌠selesai⌡
Conto"Aku mencari Kepala yang cocok dengan tubuhku! Siapa di antara kalian yang punya?" "Kami hanya punya tiga puluh Kepala! Anda ingin memiliki otak seperti apa?" "Hanya tiga puluh? Aku sudah menjajal 3 Juta Kepala orang tersohor, tapi tidak ada satu pu...