5. Klub Roller Skates

333 98 23
                                    

Cinta datang karena terbiasa, Terbiasa bersama akan timbul rasa nyaman.
«««

Mata Davin tertuju pada kata-kata yang ditulis oleh Nadine dan dia tanpa sadar berkedut, mendongak menatap Nadine dan mengucapkan tiga kata tanpa jeda, "Lo itu bego."

Tentu saja Nadine sudah tahu Davin tidak menyukainya, dia hanya bercanda sekaligus memastikan maksud Davin kemarin memberi susu.

Davin kembali membaca buku dengan sangat serius. Nadine tidak bisa mengganggunya lagi. Nadine berbaring di atas meja dan menggambar di buku catatan dengan pulpen.

Davin duduk di seberangnya. Hanya ada sebuah buku di antara mereka, Davin mengangkat matanya sedikit dan menemukan Nadine yang sedang melukisnya lagi.

Davin menatap kertas gambar Nadine dengan tenang. Nadine menggambar dengan penuh konsentrasi dan dia belum sadar Davin menatapnya.

Davin mengangkat matanya tanpa sadar dan matanya jatuh ke wajah Nadine.

Dia memiringkan kepalanya, sudut bibirnya membengkok. Matahari bersinar di pipinya dari jendela yang membuatnya tersenyum cerah dan hangat.

Mata Davin berhenti tepat pada senyum di sudut bibir Nadine.

Nadine melukis dengan sangat serius, dan baru saja selesai menggambar Davin. Ketika Nadine hendak melihat ke atas untuk mengamati posturnya, tetapi ketika dia mendongak, dia menemukan Davin yang sedang memandangnya.

Empat mata itu saling berhadapan. Nadine melirik Davin dengan senyum di wajahnya seterang bunga dan bertanya dengan penuh semangat, "Kak Davin lihatin gue ya?"

Davin tidak menyangka Nadine tiba-tiba akan melihat ke atas, tetapi dia tidak merasa ada perasaan bersalah. Davin masih setia menatap Nadine tanpa ekspresi.

Setelah Nadine berbicara, Davin memalingkan pandangannya. Melihat ke bawah dan membaca buku dengan tenang. Dari awal hingga akhir, seolah tidak ada yang terjadi.

Nadine menatapnya dengan ekspresi tenang. Nadine terus bertanya-tanya apakah dia baru saja salah membaca, hingga menatapnya. Nadine menatap Davin tanpa berkedip dan memikirkannya dengan cermat.

Nadine berbaring di atas meja dengan tangan terlipat dan tersenyum di hadapan Davin, "Kak Davin, Kakak baru saja memperhatikan gue kan?"

Davin mengangkat matanya dan menatapnya, "Apa?"

Nadine tersenyum lebih cerah, matanya menatap jauh ke dalam mata Davin dan dia menatap penuh harap, "Gue cantik ya?"

Davin menatap dalam-dalam, memandang Nadine seperti makhluk aneh dan mengeluarkan kata mutiara, "Nggak."

Nadine merasa terpukul. Nadine memelototi Davin, menatap Davin untuk waktu yang lama. Tapi hasilnya, cowok yang dia tatap itu tidak menghargainya. Malah membuat emosi Nadine meningkat.

Mata Nadine lelah dan dia akhirnya mendengus berat, berdiri dari bangku dan melihat ke bawah pada lukisan yang akan selesai. Awalnya Nadine ingin memberikan lukisan itu kepada Davin, tetapi sekarang dia marah dan tidak akan memeberikannya!

Nadine dengan marah mengemas barang-barangnya. Dia memegang buku di atas meja dan berjalan keluar dengan tasnya.

Begitu dia berjalan, Davin mengikuti dan mengangkat kepalanya, tatapannya jatuh tepat di hadapan Nadine sampai-sampai Davin bisa mendengar nafas Nadine. Kemuadian, Nadine tersenyum.

Menurut hati nurani Davin, Nadine sebenarnya cantik. Davin belum pernah melihat seorang gadis dengan kulit setebal itu. Dia sungguh berani bertanya kepadanya dengan sangat jelas, bahwa apakah Davin menyukainya?

DAVIN {Slow Update}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang