Bitter Reality

8K 748 7
                                    

Hera terbaring di kamarnya dengan pikiran kosong. Gadis itu hanya terus melamun meski Ana dan Marrine sudah membujuknya untuk makan malam. Sejak siang hingga malam, Hera bahkan enggan menyentuh makanan yang disajikan para pelayan. Bahkan ketika mereka ingin mengobati luka memar yang masih terlihat membekas di leher Hera, gadis itu melarang dan malah menjauhkan diri. Ana yang tidak pernah melihat Hera dalam keadaan seperti saat ini, merasa sangat cemas dan begitu khawatir.

Biasanya jika sedang merajuk atau marah, Alpha Elios akan datang dan menenangkan adiknya- lalu meminta maaf.

"Queen Hera, apakah anda tidak lapar? Kami sudah menyiapkan menu spesial___"

"Bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini?"

Marrine tergagap, tidak bisa berkata-kata. Sementara Ana yang berdiri di sisi ranjang Hera hanya bisa mencengkram kuat pakaiannya.

"Queen Hera?"

"Aku tidak takut pada siapapun, tentu saja. Bagaimana aku bisa merasakan takut jika aku saja tidak bisa melihat hal yang seharusnya aku takuti. Sebelumnya, dia memperlakukanku dengan baik- membuatku berpikir bahwa dia mungkin tidak seburuk itu. Namun ketika dia bahkan berani mencengkeram leherku dan membuatku hampir terbunuh- aku baru menyadari jika dia memang iblis."

Marrine, dan Ana hanya bisa berdiri dengan kepala menunduk. Mereka tidak berani membuka suara ketika Hera mengeluarkan semua isi hatinya. Bahkan beberapa pelayan yang berdiri diluar pintu kamar, yang masih membawa nampan berisi makanan- berdiri kaku dengan raut wajah muram.

"Aku ingin kembali ke Goldenmoon pack."

Marrine segera beringsut mendekati ranjang dan menahan tubuh Hera, berusaha menenangkan gadis itu yang telah menitihkan air mata. Hera menangis dengan suara isakan lirih yang terdengar pilu.

"Aku ingin pulang ..."

"Queen, kumohon jangan lakukan itu- King akan marah jika Anda ...."

Hera menyentak pegangan Marrine pada lengannya.

"Marah, lalu kenapa kalau dia marah? Apa dia akan menangkapku lalu membunuhku, menghabisiku seperti dia menikmati tubuh para korbannya itu? Lalu, apakah aku harus takut dan bersujud dibawah kakinya seperti babu?!"

Ana menelan ludah, semua orang berdiri dengan kedua tangan mengepal. Ikut merasakan emosi yang Hera rasakan.

"Queen ...."

"Sudah kubilang aku tidak takut pada siapapun, bahkan pada kematian sekalipun."

Hera berdiri, bergerak turun dari atas ranjang, namun Ana dengan sigap segera membantu Marrine untuk menahan tubuh Hera sebisanya. Sungguh, ketika dalam pengaruh emosi Hera bisa lebih kuat dari biasanya.

Semua pelayan menatap khawatir, tidak pernah sekalipun mereka melihat Hera yang seperti itu. Biasanya, Hera selalu menampilkan wajah ceria dan tersenyum hangat selama tinggal di Istana.

"Queen, tolong jangan lakukan apapun. Anda harus tetap berada disini untuk keamanan anda sendiri."

"Aku tidak bisa tinggal di tempat terkutuk ini, cukup aku saja yang dikutuk terlahir dalam keadaan buta dan menjadi belahan jiwa seorang iblis."

"Jika Queen tetap keras kepala, kami semua akan mati."

Hera terdiam mematung.
Membuat Marrine dan Ana yang masih menahan tubuh Hera secara spontan menoleh ke arah asal suara. Seorang pelayan perempuan masuk kedalam kamar Hera dengan kepala menunduk dalam. Tubuhnya bergetar sebelum jatuh bersimpuh dibawah kaki Hera secara tiba-tiba.

"A-apa yang kau lakukan?" Hera berusaha mundur ketika merasakan seseorang memeluk kedua kakinya meski tidak bisa karena terhalang kaki ranjang.

"Queen Hera, tolong ampuni kelancangan saya ini. Tapi saya mohon Yang Mulia Ratu. Tetaplah tinggal disini dan jangan pernah pergi meninggalkan kami, atau kami semua akan musnah dalam kemarahan King Demon Zeus jika Queen benar-benar pergi meninggalkan Istana Darken. Mungkin Queen tidak takut pada King Demon Zeus atau bahkan pada kematian sekalipun, tapi apakah anda tidak berpikir bahwa kami semua juga akan terkena imbas dari kemarahan Yang Mulia Raja Zeus. Kami semua akan mati jika Queen pergi, kumohon jangan lakukan itu Queen."

"Lizzy! Berdiri dan pergilah dari sini!"
Marrine menatap marah pada salah satu pelayannya itu. Namun sebelum Marrine sempat menyeret paksa pelayan itu, Hera sudah lebih dulu menunduk dan menarik bahu Lizzy untuk berdiri.

"Jangan bersujud dibawah kakiku."

Namun Lizzy semakin memeluk erat kaki Hera dan menggelengkan kepalanya keras kepala.
"Kumohon Queen, tetaplah dampingi King di Istana ini. Anda mungkin tidak mengerti bahwa kami semua sangat senang mendapatkan Ratu sebaik dirimu. Kami tidak takut jika harus berkorban nyawa demi Anda, tapi jika kami semua mati, keluarga kami akan sedih dan menderita. Aku memiliki seorang anak perempuan yang perlu ku jaga, aku tidak memiliki sanak saudara yang bisa mengurusnya. Jadi kumohon Queen, kasihanilah kami."

Hera menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit di ulu hatinya yang terdalam. Bertanya-tanya dalam hati, kenapa semua orang yang tidak bersalah harus selalu menjadi korban karena dirinya. Dulu- ketika ayahnya membunuh semua Omega yang diam-diam mengatainya, Hera merasa sangat marah dan bersalah.

Hera tidak ingin kejadian dimasa lalu seperti itu terjadi lagi dimasa kini.
"Aku tidak akan pergi. Berdirilah, dan berikan aku makanan. Aku sangat lapar."

Semua orang menghela napas lega ketika melihat Hera tersenyum tipis, Lizzy segera beranjak berdiri, dan mengucapkan terima kasih dengan senyum bahagia. Sepeninggalnya mereka, Hera akhirnya mau makan meski masih dengan raut wajah muram.

Ana diam bergeming ditempatnya.
"Queen Hera?"

"Aku mengerti Ana, jangan khawatirkan aku- pergilah."

"Tapi, Anda ...."

"Aku butuh waktu sendiri, kumohon keluarlah."

Ana akhirnya mengalah dan pamit undur diri. Sepeninggal Ana, kamar itu menjadi sangat Hening. Sangat dingin dan terasa mencekam. Hera meletakan alat makannya, meraba ranjang dan naik keatasnya dengan perlahan. Gadis itu meraih selimut dan menenggelamkan diri sepenuhnya dibalik selimut tebal yang nyatanya tidak menghangatkan tubuhnya sama sekali.

Hera menangis terisak, membekap mulutnya sendiri dan meringkuk seperti janin. Dadanya terasa sesak dan teramat sakit. Tidak ada yang bisa mengerti dirinya, tidak ada yang bisa mengerti kondisinya- bahkan dirinya sendiri. Hera terlalu lemah untuk berontak dari takdir.

Terlahir buta...

Lemah...

Dan menjadi soulmate dari seorang iblis...

Hera bahkan tertawa sumbang dalam isakan tangisnya.

"Tidak bisakah kau ambil saja nyawaku?" Hera berbisik lirih, mencengkram bagian dadanya yang terasa sesak. Air matanya bahkan tidak mau berhenti meski Hera berusaha meredakannya dengan menggigit bibirnya keras- kelewat keras, hingga Hera bisa merasakan darahnya sendiri.

Lama gadis itu menangis dalam diam, berusaha meredam suaranya agar tidak terdengar hingga keluar kamar- gadis itu menepuk dadanya berulangkali, sebelum akhirnya jatuh tertidur dengan tubuh dingin yang menggigil.

Pintu jendela terbuka lebar karena angin kencang yang mendobraknya secara tiba-tiba. Siluet seorang pria masuk melalui jendela, berbaring diatas ranjang dan menarik tubuh Hera untuk menyalurkan kehangatan dari tubuhnya.

TO BE CONTINUED.

TO BE CONTINUED

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Soulmate (GoodNovel & E-Book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang