Jangan lupa Vote dan komen-nya😊
💜Happy Reading 💜
••••••
Setelah keluar dari lab biologi, Adara langsung kembali ke kelas. Seketika nafsu makannya hilang di saat ia terbayang dengan ucapan Devan tadi.
"Gue masih setia sama Devi." Kalimat itu sungguh membuat hati Adara seperti tersayat.
Kalimat itu mengingatkan Adara terhadap ucapan tukang parkir, "mundur ... mundur!" Dan kalimat itu membuat Adara harus melupakan Devan. Kemungkinan besar ia tidak bisa memenangkan hati Devan, karena hanya ada Devi di hati Devan.
Empat jam pelajaran telah selesai, tetapi selama empat jam itu Adara tidak bisa fokus ke materi yang disampaikan oleh guru.
Bel pulang berbunyi. Adara bergegas untuk keluar dari kelas. "Guys, gue duluan ya," pamit Adara.
Devi, Nayla, dan Tami pada bingung. Biasanya Adara akan menumpang di mobil Nayla, jika mobil ada masuk bengkel. Tetapi hari ini tidak.
"Enggak sama kita aja? Kan mobil lo masuk bengkel," ucap Nayla.
"Engga usah. Tadi gue udah mesan taksi online. Kalian mau ke mall kan? Have fun yaa, sorry gak bisa ikut," ucap Adara.
Tanpa basa-basi, Adara langsung keluar dari dari kelas. Namun tiba-tiba Devan mengejarnya.
"Dar! Tunggu!" teriak Devan. Ia pun berlari untuk mengejar Adara yang sudah berjalan jauh dari posisinya.
Adara yang mendengar panggilan itu berhenti, "apa?" tanya Adara cetus.
"Lo pulang sama siapa?" tanya Devan.
"Kepo banget!"
"Adara! Lo kenapa lagi sih?" tanya Devan yang kebingungan dengan sifat Adara.
Perasaan Devan, waktu di lab biologi tadi Adara sudah membaik. Tapi kenapa sekarang sikapnya seperti itu?
"Lo pikir aja sendiri! Udah ah, gue mau pulang!" jawab Adara.
Adara berjalan meninggalkan Devan, tetapi pergelangan tangannya digenggam, lalu ditarik oleh Devan. Supaya Adara melihatnya.
"Lepasin!" pinta Adara kasar. Namun Devan tidak melepaskan genggamannya itu. Malah Devan semakin memperkuat genggamannya.
"Lepasin Devan! Nanti kalau ada yang liat gimana?!" cemas Adara sambil berusaha melepas tangannya dari genggaman Devan.
"Bodo amat! Gue bilang aja, kalau Lo yang caper ke gue," kata Devan.
"Astaga Devan! Lo ya! Pengen banget gue pukul lo!"
"Ya udah, pukul aja. Kalau gue masuk rumah sakit, kan lo yang ngurusin gue!" ucap Devan dengan ringannya.
"Lo pikir gue siapa? Pembantu lo? Baby sister lo? Sorry lah ya!"
"Makanya jawab pertanyaan gue! Lo pulang sama siapa?!" tanya Devan tegas. Dan membuat Adara sedikit terkejut.
Adara menghembuskan napasnya dengan kasar, "taksi online!" jawabnya singkat tetapi dengan emosi.
"Ouh, syukurlah. Jadi guee nggak perlu nganter lo pulang," ucap Devan sederhana, namun membuat Adara emosi lagi.
"Serah lu!"
"Lepasin tangan lo!" bentak Adara.
Devan masih belum melepaskan tangannya.
"Eh tapi lo jangan bilang ke bokap ya! Awas aja kalau lo ngadu!" ancam Devan.
Adara memutar malas kedua bola matanya.
"Ogah banget gue ngadu?! Tapi kalau tiba-tiba ketauan, gue gak ikutan ya!" ucap Adara yang masih berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang di genggaman Devan.
Setelah berhasil melepaskan genggaman Devan, Adara pergi meninggalkan Devan. Ia masuk ke dalam taksi online yang telah ia pesan. Dan entah kenapa, tiba-tiba hati Adara sangat sakit, seperti sedang dipukuli dengan sesuatu yang keras.
Adara mulai merasa sesak, dan seketika matanya manjadi kabur karena dihalangi oleh kumpulan air yang membendung.
"Sesakit inikah mencintai dirinya yang kini sudah menjadi milik sahabat kita sendiri?" lirih Adara sambil mengarahkan wajahnya ke luar jendela.
Adara melihat pemandangan sepanjang jalan. Pemandangan yang menampilkan keramaian di kota itu.
Hal yang tidak Adara harapkan terjadi. Entah mengapa hal itu harus terjadi. Kini hatinya semakin sakit, karena melihat sepasang kekasih yang sedang berboncengan menggunakan motor biru. Dan ternyata itu adalah Devan dan Devi.
Mereka berdua berboncengan dihadapannya. Dan sekarang ia harus melihat pemandangan itu. Mana lagi di saat lampu merah sedang menyala.
"Apalagi sekarang?!" cetus Adara kesal.
Dia mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi tidak bisa. Ia terus memandangi objek yang ada di hadapannya dengan hati yang tersayat.
Perputaran waktu saat itu terasa sangat lama bagi Adara. Hal itu membuatnya semakin kesal dengan kenyataan pahit yang sedang ia hadapi.
"Cepatlah!" decak Adara kesal.
Tak lama lampu hijau pun menyala. Kendaraan dapat berjalan lagi. Dan Adara mulai bisa bernapas lagi.
Ia memejamkan kedua matanya, lalu memasang earphone di telinganya. Namun karena terlalu menghayati dan lagu yang sedang ia dengarkan, air matanya mulai mengalir di pipinya. Itu berarti bendungan air di matanya mulai bocor.
Sepanjang perjalanan, Adara masih larut dengan alunan musik yang ia dengarkan. Hingga beberapa menit kemudian, ia tiba di rumah.
Adara langsung masuk ke dalam kamarnya agar tidak ada yang melihat bahwa dirinya sedang menangis.
Kali ini takdir berpihak padanya. Kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah, dan pembantunya sedang sibuk di dapur. Jadi tidak ada yang melihat kondisi Adara saat itu.
Adara bergegas masuk ke kamar. Ia menutup pintu kamarnya dengan kasar, mencampakkan tasnya, lalu menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.
Disaat itulah, tangisan Adara menjadi-jadi. Dan membuat tubuhnya menjadi lemas karena menangis dalam waktu yang lama.
Pikirannya juga sudah melalak memikirkan hal-hal aneh. Ia benci dengan pikirannya itu. Namun karena kelelahan jiwa dan raga, Adara mulai terlelap dalam tidurnya. Suara tangisan di kamarnya mulai berhenti.
Waktu terus berputar, Adara masih terlelap dengan mimpinya. Tanpa terasa Adara tertidur dari siang tadi hingga subuh menyapa.
Suara ayam mulai terdengar, dan membuat Adara terbangun dari tidurnya. Namun ia merasa mual, pusing, serta kepalanya yang berdenyut-denyut.
"A-auh, kenapa ini? Kenapa aku merasa mual? Kenapa kepala ku sakit sekali?" ringis Adara kesakitan.
"Apa jangan-jangan kebanyakan nangis?" tebak Adara sambil memijat kepalanya.
Adara terkejut, ketika melihat jam di kamarnya. Ternyata sudah pukul empat pagi.
"Astaga! Gue belum belajar buat hari ini!"
Adara bergegas menyiapkan buku pelajarannya, lalu mempelajari sedikit materi untuk di sekolah nanti.
"Adara! Lo kenapa jadi lemah sih?! Lo harus kuat Dar! Lo harus ikhlaskan Devan untuk Devi. Lo bisa bahagia tanpa Devan!" ucap Adara untuk dirinya sendiri.
"Adara Caroline, Lo cewek yang kuat! Dan Lo harus kuat. Masa gara-gara Devan jadian sama Diva, Lo jadi lemah."
"Semangat Adara! Lo bisa ngelupain dan bahagia tanpa Devan!" ucap Adara untuk menyemangati dirinya.
Adara kembali fokus belajar sebelum pergi ke sekolah. Karena tidak ada yang bisa menghalanginya ketika berurusan dengan pelajaran. Apalagi mengenai mimpinya.
••••
See you next Part~
KAMU SEDANG MEMBACA
PENYESALAN
Teen FictionPenyesalan memang selalu datang di akhir Ketika semuanya sudah terjadi Dan tidak sesuai dengan keinginan kita Maka saat itulah penyesalan datang Kini aku hanya bisa menyesalinya Dengan hati yang sangat rapuh 28 Mei 2020