[14] • Worries

8.8K 674 27
                                    

haaai! maaf upnya lama:(
vommentnya chingudeul
happy reading ~

haaai! maaf upnya lama:(vommentnya chingudeul♡happy reading ~♪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋


Sekarang pukul 15.30. Mark masih setia menemani Haechan yang sedari tadi belum menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Suhu tubuhnya hangat. Ujung jari-jarinya dingin. Deru napasnya yang berat sangat terdengar oleh Mark. Hanya ada mereka berdua disini, Chenle sudah pulang, suruhan Mark tentunya.

"Dek.. Bangun dong.."

Tangan Mark terulur untuk menggenggam tangan Haechan. Hampir seperempat jam dia menangis. Matanya pun terlihat sembab sekarang.

"Kamu bikin kakak khawatir, tau.. Cepet bangun ya.." Mark mendongakkan kepalanya, menahan air mata yang akan kembali keluar. Dia harus kuat untuk Haechan.

-

"Chan! Chan, bangun Chan!"

"Kak..Tae..?"

"Chan! Kamu denger kakak?"

Aku mendengarnya, suara seseorang... nadanya terdengar sangat cemas. Aku senang, sangat senang karena dia mencemaskanku. Aku ingin mengatakan terimakasih padanya, tapi yang kulihat hanya kegelapan. Ingin membuka mataku, tapi kenapa sulit sekali rasanya.

Lalu setelahnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Ada apa denganku?

-

Mark termenung, masih sambil menggenggam tangan Haechan. Dirinya sedikit tersentak ketika merasakan pergerakan pada tangan Haechan yang digenggamnya, lalu sebuah suara mengalihkan perhatian Mark.

"Kak Tae...hhh" Begitu pelan dan lirih, hampir tak terdengar—bahkan diiringi hembusan napas yang terdengar menyakitkan bagi Mark.

Mark langsung menolehkan kepalanya untuk melihat wajah Haechan, namun yang ia dapati mata adiknya itu masih terpejam. Ada setetes air mata yang keluar dari sudut mata Haechan.

Mark bangun dari duduknya, "Dek? Kamu udah sadar?" Mark bertanya memastikan. Tangan kanan Mark semakin erat menggenggam tangan Haechan. Sedangkan tangan kirinya menghapus lembut lelehan air mata Haechan yang sudah membasahi pipinya.

Kemudian mata sayu itupun terbuka, matanya mengerjap pelan, tatapannya beradu dengan langit-langit putih ruangan. Lalu beralih ke kanan dan mendapati kakaknya yang menatapnya bahagia, bahagia karena adiknya sudah sadar.

"Syukurlah.." Ucap Mark pelan penuh kelegaan. Tangan kirinya kini beralih mengusap lembut kepala Haechan. Tak terasa, air matanya pun jatuh.

Haechan yang mendengarnya tersenyum tipis. Tangan kiri Haechan terangkat perlahan lalu menghapus air mata di pipi Mark, "Kak.. Udah, jangan nangis.." Ucapnya pelan, lalu tersenyum lagi.

Sorry • HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang