Karya : Okta SuiliantariHalo namaku Serina, aku adalah gadis pendiam, setidaknya dengan menyendiri membuat hidupku lebih tenang. Aku memiliki seorang sahabat, ia adalah satu-satunya yang selalu ada untukku. Namanya Gevin, dia pria yang tampan dan populer di sekolah. Entahlah, dulu aku menyayanginya sebagai sahabat namun seiring berjalannya waktu, aku pun sadar jika aku mulai mencintainya dan aku menginginkannya.
Hari ini Gevin mengajakku bertemu, katanya ia ingin mengungkapkan sesuatu dan aku tebak ia sedang bahagia, terlihat jelas dari raut wajahnya saat kami melakukan panggilan video tadi siang. Aku pun bersiap, memakai dress pendek berwarna biru gliter yang begitu menawan, karena aku ingin membuat Gevin terpesona padaku. Aku pikir dia akan mengungkapkan cintanya padaku, seperti aku yang mencintainya, tetapi dugaanku salah besar malam ini.
"Jadi hal bahagia apa yang akan kamu katakan?" tanyaku dengan mata berbinar.
"Kamu tahu Anna Calista kan? Ketua mading sekolah? Ternyata dia juga menyukaiku dan tadi aku resmi berpacaran dengannya," ucap Gevin panjang lebar. Seketika duniaku terasa runtuh, aku kehilangan harapan satu-satunya. Sejak saat itu kami tak lagi saling menyapa, Gevin lebih banyak menghabiskan waktu bersama Anna dan seperti yang kalian tau aku lebih suka dengan kesendirianku. Hingga, pada suatu saat Anna mendatangiku dengan wajahnya yang terlihat marah.
"Heh bodoh! Kau meracuni otak Gevin? Aku sangat benci dia membandingkanku dengan gadis bodoh sepertimu! Dasar wanita ular!" tukasnya. Aku tersenyum miring lalu mendekatkan diri ke tubuh Anna.
"Jaga ucapanmu, percuma bibirmu indah tetapi ucapanmu tak lebih dari sampah!" tegasku.
~~~••~~~
Minggu berlalu, kini aku sering melihat Gevin dengan wajah cemberutnya karena sebuah berita yang mengejutkan beberapa hari lalu, kekasihnya —Anna— ditemukan tewas di gudang sekolah dengan keadaan yang mengenaskan, mata mendelik, bagian mulut terkoyak dan bentuknya sudah tak karuan. Gevin sempat syok namun, sebagai sahabat yang masih menyimpan rasa aku selalu ada untuk menghiburnya, dan mungkin perlahan mengambil perhatian juga hatinya.
"Yang aku tahu Anna adalah orang yang baik, tidak memiliki musuh, tetapi bagaimana mungkin ia bisa berakhir dengan sekeji itu?" tanya Gevin masih memikirkan Anna. Aku tersenyum miring, jujur aku sangat tidak suka jika Gevin kembali membahas gadis itu.
"Baik di hadapanmu bukan berarti baik dihadapan orang lain. Mungkin itu hukuman baginya karena pernah berkata kasar pada seseorang? Bibirnya yang cantik itu kini tak berbentuk layaknya sampah yang pernah ia ucapkan."