Suami menyebalkan

863 106 2
                                    

Dasar menyebalkan, mungkin sudah puluhan kali 'Dwi berbicara seperti itu, siapa lagi kalau bukan Sean, suami menyebalkan yang barusan menelpon ia, tanpa basa-basi langsung mematikan telpon.

"Dasar gila."

Puuftttt.

'Dwi melirik sebal kearah Jesy yang sedang menutup mulut menahan tawa.

"Jangan ledekin," ujar 'Dwi sebal.

"Ahahaahahaha."

'Dwi menatap sebal Jesy yang tertawa lepas. Perempuan yang memiliki teriakkan besar sebanding toa itu tertawa memukul-mukul bantal sofa. Selucuh itu?

"Mulut kamu kayak ikan dari tadi mangap-mangap, terus ngomel gak jelas, ahahah, kurang ya servis si doi?" Tanya Jesy meledek.

"Makan nih kacang, biar mulut kamu tidak ngomong sembarangan."

Sedangkan Jesy semakin keras tertawa..

"Kenapa suami kamu?" Tanya Mora, sambil meletakkan satu jus jeruk buat 'Dwi, dan dua gelas kopi untuknya dan Jesy.

Mora menatap aneh Jesy yang tertawa kencang. Tidak mungkin jika bukan hal lucu.

"Noh, sahabat kamu kurang belalaian."

'Dwi tersedak minumnya. Ia menatap Jesy horor.

"Aku saranin kalau mau naena hati-hati dikehamilan awal ini gak boleh dulu, bahaya buat bayi. Plasenta terbentuk sempurna biasanya 16 minggu. Nanti di atas tiga bulan boleh, beritahu suami kamu."

"Uhuhuk."

'Dwi menepuk belakang lehernya pelan. Wajahnya memanas. Gila kali ibu dokter satu ini. Mora memang bukan dokter kandungan, tapi ia mirip dokter kandungan. Kedua telinganya memerah. Ia benar-benar malu. Bagaimana bisa Mora memintanya untuk mengatakan pada Sean. Ia dan Sean bukan seperti pasangan lainnya.

"Apaan si Mor." 'Dwi menandaskan jus jeruk dengan sekali tegukkan saking gerahnya.

Sedangkan Mora hanya terkekeh melihat wajah 'Dwi yang merona malu.

"Suami kamu kenapa telepon?" Tanya Mora sambil mengupas kulit kacang.

"Kangen bininya kali." Jesy mengedipkan mata menggoda. Sedangkan 'Dwi mendengus malas.

"Gak tahu, aneh banget telpon langsung nanya, alamat teman kamu di mana?" 'Dwi meniru suara datar Sean. Lalu mendengus kesal.

"Terus dimatiin gitu aja." 'Dwi makin gondok mengingat kembali.

"Suami kamu emang kayak kulkas berjalan 'Wi, aku aja masih kesal ama kelakuan dia. Pernikahan kamu udah diadakan tertutup, terus kejamnya dia perkosa kamu, dan sampai kemarin kamu nelpon nangis cerita kelakuan mertua dan orang rumah, aku kesal banget pokoknya. Siapa tuh Laure atau Lauralah namanya, ketemu aku cakar dia."

'Dwi hanya mangut-mangut membenarkan cerocosan Amor yang menggebu-gebu. Benar pernikahannya tertutup. Mungkin saja tetangga tidak ada yang tahu Seam telah menikah. Mau gimana lagi? Pernikahan mereka didasari cinta satu malam.

"Ho'oh, aku juga kesal lihat mata kamu sampai bengkak gini," tambah Jesy kesal.

"Udahlah, gak apa-apa, ini tuh takdir aku, harus strong demi anak aku."

Jesy bertepuk tangan heboh.

"Pinter banget nih bumil. Emang harus strong. Keep strong bumil. Kita bakal selalu ada."

Jesy mengusap perut rata 'Dwi dengan sayang.

'Dwi menahan air matanya. Selama ini ia hanya sendiri tanpa dukungan. Ia jarang berkomunikasi dengan dua sahabatnya. Karena mertuanya selalu menyuruh ini-itu, ketika malam telah larut ia baru berhenti. Setelah itu ia tertidur tanpa mengecek handphonenya. Dunia santainya serasa direnggut. Benar kata Sean, pria itu memperlakukan hidupnya seperti di neraka.

'Dwi berusaha tersenyum, masih ingat waktu ia pulang dengan perasaan kacau, mereka berdua panik sampai si Mora menendang tulang kering Sean dengan keras.

"Jagain ponaan aku baik-baik ya 'Wi. Kalau kamu butuh apa-apa kita ada kok, di tempat yang 'sama. Kalau nanti sudah tidak tahan dengan kelakuaan mereka, kita berdua ada kok buat kamu 'sama keponakan, kita bisa kok sama-sama besarkan si baby," ujar Amora dengan serius. Mata 'Dwi berkaca-kaca. Jujur ini yang ia butuhkan sekarang.

Ia begitu bahagia mendengar kata-kata Mora, hatinya menghangat ibu dokter satu ini memang bisa nenangin hati. Ia pikir dua sahabatnya tidak akan peka. Tapi mereka berdua benar-benar sahabat terbaik.

"Iya, kita ada kok buat kamu."

Kita keluarga Wi." Kali ini Jesy ikut membuka suara.

'Dwi meneteskan air mata yang sejak tadi ia tahan. Terharu ia, mereka berdua memeluk tubuh 'Dwi dengan sayang. Ia selama ini berjuang sendiri disana. Ia pikir ia akan mati tanpa ada yang mendukungnya. Hati dan fisik begitu lelah. 'Dwi terisak pelan. Rasanya ia baru saja menumpahkan kesedihannya. Kenyataannya ia memang lemah. Ia berusaha menopang tubuhnya dalam kesendirian, ia hampir goyah dan tumbang.

"Aku cuman ingin pernikahan ini baik-baik saja. Aku tahu ini cuman mimpi yang aku dambahkan. Aku sadar diri kalau aku cewek miskin."

'Dwi masih terisak pelan. Mengeluarkan unek-uneknya.

"Tapi aku juga perempuan biasa. Aku butuh keadilan saat harta berharga aku direnggut."

Tubuh 'Dwi dipeluk erat dua sahabatnya. Mereka hanya bisa menjadi pendengar setia.

"Jangan pendam sendiri ya. Bahaya banget buat janin. Sekarang berhenti nangis, kamu cewek paling kuat yang kita kenal."

'Dwi menarik nafasnya, lalu membuang pelan. Menetralkan deru nafasnya yang tak beraturan. Ia harus kuat untuk bayinya.

"Ulu, ulu serigala kita bisa nangis juga ya?"

"Apaan sih lo Jes ngerusak suasana." Mora menonyor kepala Jesy gemas.

"Dasar perusak suasana," ucap 'Dwi sebal. Lalu ketiganya tertawa bersama.

Dindong.

"Bel tuh, Mor." Ujar Jesy, lanjut memakan kacangnya.

"Ya, bukalah oneng," balas Amora kesal.

"Lah aku kan tamu," jawab Jesy dengan tampang polos, sedangkan Mora memutar bola mata kesal pergi membuka pintu. Sesi sedih mereka telah berakhir.

"Wi, suami kamu di depan."

Mora melipat kedua tangannya. Wajahnya ditekuk malas.

"Oh, suami. Apa suami?" Teriak 'Dwi heboh, dan yang ia kageti muncul dengan santainya. Wajah Sean terliha menahan amarah.

"Ayok, pulang."

Apa-apaan sih dia? 'Dwi mendengkus malas, ia ingin menenangi diri di sini. Apalagi matanya yang masih sembab.

"Aku gak mau, aku nginep di sini aja."

'Dwi memasang wajah kesal. Ia ingin sehari saja tidak ribut dengan Sean dan keluarganya.

"Saya tahu kamu tidak punya rumah, tapi suami kamu punya rumah, tidak usah kayak gembel buat tidur di rumah orang."

'Dwi melototi Sean yang tampak santai. Wajah songong dan menyebalkan itu benar-benar muncul.

"Kalau gitu kamu suaminya gembel dong," jawab 'Dwi asal.

"Mau jalan sendiri, atau saya seret? Pilih yang mana?"

'Dwi mengerang kesal. Dasar suami menyebalkan. Ia benar-benar terus memaki Sean di hatinya.

"Dasar menyusahkan," ujar Sean pelan tapi masih didengar. Wanita ini

Sangat menyebalkan. Tanpa ba-bi-bu Sean langsung menyeret tubuh mungil 'Dwi.

"Aku bukan binatang." Tapi Sean tak peduli.

Cinta Perempuan BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang