Harapan Seorang Ibu

824 98 2
                                    

Dwi menatap rumah minimalis berlantai satu yang terlihat sederhana tapi mewah. Walau berbanding jauh dengan rumah keluarga Sean. Tapi baginya ini terlampau indah. Sean memang punya selera yang bagus.

"Tak usah jadi orang norak."

'Dwi mendengkus malas, dengan setengah hati ia mengikuti Sean masuk. Pria kulkas ini memang menyebalkan.

Sejak kapan Sean punya rumah sendiri? Bukan hanya di luar yang bagus, di dalam lebih menakjubkan. 'Dwi menatap sekeliling, tata atur ruang tamu sangat rapih. Sean memang orang yang rapih. Bahkan lemari baju pria itu ia dilarang buka. Tapi memerintah setrika iya. Pria itu melarangnya takut ia rusaki atau lebih tepat takut barang berharganya hilang. Memang bedebah gila, Sean pikir maling.

"Di sini kamar ada dua. Di atas dan ruang tamu. Kamu boleh menempati kamar tamu."

'Dwi hanya mengangguk paham. Tidak mungkin ia tidur dengan Sean. Saat di rumah mertua hanya untuk menyiksanya. Sekarang entahlah ia 'akan menjadi apa? Sean benar-benar seperti bunglon, tak jelas.

........

Hari-hari berlalu begiti cepat. Seperti hari-harinya yang suram. 'Dwi tak menyangka pindah di sini 'sama saja dengan kesepian. Ia berteman sepih.

Sudah satu bulan ia menempati rumah ini. Tidak ada yang berbeda, ia seperti rapunsel yang terkurung dalam kastil. Sean selalu mengatakan kalimat yang menyakiti hatinya.

Seperti ini. 'Jangan pikir kamu adalah istri saya yang sesungguhnya.'

*

'Dwi menatap gerimis yang membasahi tanaman di luar.

Sudah dua bulan ternyata ia menjadi istri si manusia yang tidak jelas wataknya. Kadang dingin, kadang cerewet, Sean itu kayak alter ego. Kesal Ia jika mengingat tingkah Sean.

'Apa lagi waktu itu, tingkah Sean yang seenak jidat menyeretnya pulang ke rumah keluarganya. Ia kayak istri yang sedang ketahuan selingkuh terus ditarik-tarik tidak jelas. Seperti waktu di Apartemen Mora. Kedua sahabatnya cuman diam tidak mau ikut campur. Gimanapun ia adalah istri Sean. Dari tampang mereka berdua ia tahu mereka ingin tampol wajah kulkas Sean. Dari tampang Mora ia tahu, pasti ingin mencakar Sean. 'Dwi menoleh ke handphonenya yang terus bergetar menandakan pesan masuk.

Bar-Bar Girls

Jesy Toa

Tes mic, 1 2 3, tes tes

Mora sumat [suntik mati]

Pen suntik mati ye make tes mic segala?

*Tes, tes maksud lo tetesan ujan?

'Dwi membalas seadanya. Rindu bertemu dua perempuan itu.

Jesy toa

Tes aje, kali lo pada udah tidak napas

*Iye, aku baru aje bangkit dari kubur

Mora sumat [suntik mati]

Dasar gila lo pada, sono jan ganggu aku mau kerja, bay uma.

Jesy toa

Jangan suntik mati orang Mor, ati-ati.... neraka nunggu lo.

'Wi, aku kesepian lo gak di sini. Gak ada yang bisa aku ngajak ngibah

*Mau gimana lagi bebeb, aku dilarang kerja.

Jesy toa

Yaudah say, aku lanjut kerja ya, jam istirahat udah selesai, dadah bumil.

*Fathing, buat aunty berdua bay, bay.

'Dwi terkekeh membaca pesan dua sahabatnya. Mereka memang obat sepihnya. Keduanya aneh.

'Dwi mematikan data, ia kangen gibah dengan kedua sahabatnya. Ia jadi kangen kerja. Mereka memang sering pakai bahasa gaul jika berchating. Sean tak ingin ia kerja, jangan pikir dia bakal bilang kayak gini.

'Aku tidak ingin kamu lelah kerja, atau aku aja yang kerja, kamu cukup duduk cantik di rumah aja.'

Jangan harap dia bakal bilang gitu baru nikah aja dia langsung bilang gini.

"Kamu tidak perlu kerja, saya tidak mau malu kalau orang tau istri saya Cuman pegawai biasa, dan lebih parah bentuknya kayak kecebong gini."

'Dwi mendesah malas, kalimat itu hanya membuatnya kesal. Tapi ia bisa bernapas legah kali ini sudah satu bulan akhirnya Sean memilih tinggal di rumah sendiri, jauh dari mertua. Untuk tinggal di sini perlu mengarungi 5 benua. Maksudnya mengarungi sifat mertua yang melarang keras anaknya tinggal sendiri, malahan mertuanya bilang gini.

"Dia aja yang tinggal disana, mama tidak ingin jauh dari anak-anak mama cukup kakak kamu aja, kamu jangan."

Sambil menunjuk ia, tidak suka. 'Dwi ingat betul drama perpisahan mereka.

"Kali ini mama setuju, tapi dia aja, kamu tidak boleh. Tetap di sini, anggap aja kamu sedekah berikan rumah itu 'sama pengemis, mama ikhlas nambah amal."

Masuk surga apaan? Kenapa mertuanya selalu melihat orang dengan sebelah matanya. Papa Sean yang sebagai kepala keluarga hanya diam, membiarkan kelakuan istrinya bagai seorang ratu itu. Sepertinya susis, suami takut istri. 'Dwi tersenyum mengungat kalimat kurang ajar yang ia keluarkan begitu saja.

"Iya ma, sapa tau masuk surga kalau mati."

"Udah gak sabar, tinggal di rumah baru, makasih ya mama buat sedekahnya."

Menhingat wajah mertuanya yang histeris 'Dwi kembali ketawa. Sepertinya ia sangat berdosa melawan orangtua itu. Ia dan mertuanya memang tidak pernah cocok. Ia bukan wanita lemah yang hanya diam jika ditindas.

Sean dan saudara-saudarinya cuman bisa diam. Palingan mereka mencibir kelakuannya yang seenak jidat. Tapi ancama Sean bukan main-main. Bahkan Laura hanya memasang wajah muak melihatnya. Mereka takut pada Sean.

Drama perpisahan waktu itu memang menjadi cerita unik baginya. Mertuanya bahkan menarik puteranya agar tidak pergi. Sean pasti dimanja mertuanya. Bagaimana bisa maju, jika mertuanya masih ikut campur dengan kehidupan Sean, lebih tepatnya kehidupan pernikahan mereka.

*

'Dwi menatap luar yang masih gerimis. Rumah ini tidak terlalu besar, tapi ia suka asli. Halaman depan yang tidak terlalu luas, namun yang di belakang halamannya luas, ada beberpa pohon mangga, ia suka nanam jadi waktu luang ia selesai bersih-bersih, ia menanam bunga, dan sayur-mayur dan cabai dipolibag, cabai yang dimakan yah bukan cabe-cabean yang sering ugal-ugalan tebar pesona.

Hubungannya dengan Sean tetap 'sama tidak ada yang berubah. Keduanya masih asing dan jauh. Pria kulkas itu menganggap ia hanya ingin harta dia. Bahkan biar ia masak tiga kali sehari juga makanannya tak bakal disentuh. Udah disakitin lahir batin.

"Makanan buatan kamu pasti banyak kumannya. Atau jangan-jangan beracun. Lain kali tidak usah masak untuk saya. Saya tidak akan memakannya."

Itu kalimat yang ia dapatkan setiap kali ia buatin Sean makanan. Pria itu pergi begitu saja tanpa perasaan.

'Dwi mengelus perutnya dengan penuh sayang.

"Dek, kamu cepat keluar ya, biar bisa ngebantu mama lawan papa kamu yang ngeselin itu."

'Dwi menatap keluar. Ia begitu kuat menghadapi semua ini.

"Harapan mama cuma satu dek, mama cuma ingin kamu punya keluarga yang harmonis nanti."

'Dwi menghapus air matanya. Ia tak ingin anaknya kurang kasih sayang. Sedih rasanya jika anaknya yang menderita. Tidak sebelum itu terjadi ia akan berusaha yang terbaik untuk pernikahan ini.

Cinta Perempuan BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang