(3) Anak Ibu Tidak Bodoh

1.1K 178 45
                                    

'Mingyu sangat tidak profesional sekali, dia bahkan tidak tersenyum sepanjang wawancara.'

'Beberapa tahun terakhir Kim Mingyu terlihat berbeda, dia jadi dingin. Dia arogan sekali.'

'Aku tidak tau jika tersenyum bisa membuat tenagamu habis Kim?'

Bagaimana ia bisa tersenyum jika alasannya untuk itu bahkan tidak ada? Alasannya untuk tersenyum pergi darinya sejak lama, kenapa orang-orang itu, kenapa para fans itu tidak menyalahkan tawa yang pergi dari Mingyu, kenapa menyalahkan Mingyu yang tidak lagi sama sejak cahaya hidupnya pergi darinya? Kenapa mereka tidak menyalahkan Jeon Wonwoo?

.

.

.

"Minwoo hari ini menghabiskan makan siangnya, anak-anak juga belajar menulis nama orang tuanya tadi." Wonwoo tersenyum mendengarnya, mendengar si tampan menghabiskan makan siangnya membuat Wonwoo bisa tidur nyenyak hari ini. Tangan Bu Koo terulur, menyerahkan selembar kertas yang berisi hasil belajar Minwoo hari ini. Tulisan anak tampannya bagus sekali walau masih tampak berantakan, Wonwoo lagi-lagi tersenyum. Sayangnya ada yang kurang, hanya kolom ibu yang Minwoo isi. Kolom ayah ia kosongi, karena Minwoo tidak punya ayah.

"Terima kasih Bu Guru Koo." Wonwoo tadi tergopoh berlari dari tempatnya bekerja saat menengok pada jam yang terpasang di dinding kedai, jangan sampai ia terlambat menjemput Minwoo dan si tampan itu merajuk padanya.

"Beri salam pada Ibu guru Minwoo.." Minwoo lalu membungkuk dalam, memberi salam pada salah satu pengasuh di tempat penitipan anak itu.

"Anak ibu hari ini belajar menulis ya? Apakah sulit? Anak ibu kan baru empat tahun, tapi sudah di ajari menulis." Wonwoo berceloteh sambil menggendong si tampan di bagian depan. Di punggungnya ada tas kecil bergambar beruang milik Minwoo. Tas lusuh yang sudah terkena banyak noda.

"Anak ibu mau makan malam dengan apa? Mau nasi goreng? Atau sup? Eemh atau telur rebus kesukaan Minwoo" Lagi-lagi Wonwoo berceloteh sendiri. Menanyakan apa yang ingin Minwoo makan untuk makan malamnya.

"Ibu tadi lupa untuk membelikan roti pisang untuk Minwoo. Maaf ya." Wonwoo tidak lupa, roti pisang adalah kesukaan Minwoo jadi tidak mungkin jika Wonwoo melupakannya. Dia hanya tidak punya uang lebih untuk membelinya.

"Besok akan ibu belikan dua sekaligus untuk Minwoo." Wonwoo berujar sembari mengusap pelan punggung anak lelakinya. Dalam hati ia berharap jika Minwoo lupa akan janjinya.

"Ibu..." Suara itu terlampau kecil dan tertelah oleh suara bising di sepanjang jalan. Tapi Wonwoo mendengarnya dengan jelas, bagaimana Minwoo memanggilnya dengan suara kecil yang bergetar.

"Ya anak ibu?"

"Selamat ulang tahun..." Wonwoo seketika merasa terperosok di tempat yang tidak ia ketahui, tempat yang tampak menyenangkan tapi langit mendung menggelayuti langitnya. Ia mengeratkan pelukannya di punggung kecil Minwoonya.

"Terima kasih ya anak ibu yang tampan. Minwoo ingat ulang tahun ibu." Minwoonya yang tampan, Wonwoo sangat menyayanginya melebihi apapun.

.

.

.

"Anaknya idiot." Wonwoo sudah biasa dengan hal itu. Ia bahkan sudah kenyang dengan cemooh para tetangga yang membicarakan anaknya.

"Tidak, anak ibu tidak begitu." Wonwoo selalu mengatakannya walau ia ingin menangis dan meraung keras.

"Minwoo itu bodoh ya... dia belum bisa diajak berbicara. Dia hanya bisa memanggil ibunya." Wonwoo mengusap satu titik air mata yang meluncur tanpa diminta saat anak tetangga berkata begitu ketika ia sedang menjemur pakaian di halaman rumah kecilnya.

"Tidak, anak ibu tidak bodoh." Minwoonya itu pintar dan tampan. Dia tidak bodoh seperti yang orang-orang itu katakan. Setiap ada cemooh tentang anaknya, Wonwoo dengan cepat menutupi telinga Minwoo, ia tidak ingin anaknya terluka akan perkataan orang-orang yang tidak benar.

"Minwoonya ibu itu yang paling tampan dan pintar." Minwoo tersenyum lebar setiap kali Wonwoo mengatakan hal itu.

"Minwoo memiliki keterlambatan bicara, yang bisa membantunya adalah terapi." Kenapa diantara banyak hal buruk yang terjadi di hidup Wonwoo, Minwoo harus menjadi bagian itu. Sejak saat itu Wonwoo bekerja keras, menjadi pengantar koran di pagi hari, menjadi pelayan kedai, menjadi pengupas bawang untuk mengumpulkan biaya terapi anaknya yang tidak sedikit. Ia sering tidak sarapan untuk menyimpan uang agar bisa membayar segala keperluan anaknya. Dia hanya akan menegak segelas air putih dan ia bisa bertahan hingga sore datang.

"Maaf ya Minwoo harus punya ibu yang miskin seperti ibu." Wonwoo meminta maaf pada anaknya yang terlelap di pelukannya. Menyesal karena bahkan ia tidak bisa membelikan roti pisang untuk Minwoo.

"Jika bisa, ibu ingin memutar waktu dan meminta pada tuhan agar anak ibu dilahirkan di keluarga yang hangat dan utuh. Maafkan ibu ya."

"Ibu..."

"Ya sayang..."

"Dingin." Wonwoo mengeratkan pelukannya. Melindungi Minwoonya dari angin malam yang menusuk kulit.

.

.

.

Heloooo reeek😆

Selamat membacaaa💙💙

Maaf atas kekurangannya dan terimakasih buat dukungannya😊❤

P.s. sayang Minwoo banyak banyaaaak😚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tell Me About Your DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang