[ Re:XXX • 105 ] A

577 40 0
                                    

Henry meminta kunci kamar sebelum Farhan mendorong masuk sepeda motornya ke pagar kos. Setengah berlari Henry menuju kamar Farhan. Farhan bertanya-tanya melihat tingkah Henry yang selalu terburu-buru seperti itu.

"Hen...?" Farhan memanggil saat ia sudah masuk ke dalam kamar kosnya. Tapi saat mendengar suara air di kamar mandi, ia baru sadar ternyata Henry kebelet pipis. Membuatnya mendengus dan tersenyum.

Farhan ingat kalau Henry tak tahan suhu dingin. Makanya, kalau Henry datang menginap, ia tak pernah menyalakan AC. Farhan bahkan sampai membeli kipas angin yang hanya ia pakai tiap kali Henry datang menginap di akhir pekan.

Saat selesai, Henry melompat dan menimpa Farhan. Ia mendaratkan ciuman di bibir Farhan yang secara refleks memeluk tubuh ramping Henry.

"Udah ngantuk, Hen?" Farhan bertanya sambil mengusap kepala Henry yang merebahkan kepala di dadanya.

"Belum. Kenapa?" Henry menyahut.

"Gue haus..."

Henry lantas menyandarkan dagunya di dada Farhan. "Mau susu?"

"Mau!" Farhan menjawab semangat. Ia lalu memutar posisi mereka hingga Henry berada di bawah tindihannya. Tangannya terulur dan meraih selangkangan Henry. "Susu ini!" Ia berseru.

"Gak sekalian keluarin peralatan tempur?" Henry bertanya usai melumat bibir Farhan.

"Oke," Farhan menjawab seraya melepaskan satu persatu pakaian yang melekat di tubuh Henry. Menariknya lembut agar Henry berdiri dan turun dari kasur.

Setelah Henry telanjang bulat, Farhan melepaskan seluruh pakaiannya. Dalam kondisi sama-sama bugil, ia lalu menarik salah satu lemari plastik. Mengeluarkan semua peralatan tempur yang tadi diucapkan oleh Henry, yang sedang berdiri memperhatikannya.

Farhan meletakan sebuah bantal di tepi ranjang. Lalu meletakan sebuah alas yang terbuat dari bahan plastik. Alas plastik tadi, juga Farhan letakan di lantai. Sebuah mangkuk plastik besar Farhan letakan diatas alas yang berada di lantai. Ia beralih menumpahkan lubricant berwarna putih susu ke dalam mangkuk.

"Pakai sarung tangan?" Farhan bertanya pada Henry yang menjawab dengan gelengan kepala.

"Butt plug belum dicabut, kan?" Henry bertanya sambil menjulurkan tangan di pantat Farhan.

"Enggak dong. Gue gak mau ada yang ngambek."

"Bukannya seneng bikin gue ngambek?" Henry bertanya sambil menarik pangkal butt plug yang menyumpal anus Farhan.

"Enggak..." Farhan menjawab lemah.

Ada perasaan kosong saat benda tadi tercabut keluar. Padahal, selama seminggu pertama saat ia memakainya kemana-mana atas 'permintaan' dari Henry, ia merasa kelimpungan tiap kali duduk. Terutama saat duduk sambil mengendarai sepeda motor. Terasa seperti sedang menduduki sebuah vibrator kemana pun ia pergi.

Sudah sekitar tiga minggu sejak Bilal menolak Farhan. Dan Farhan terlihat biasa saja tiap kali berada di dekat Bilal. Padahal selama beberapa hari pertama, Bilal terlihat menghindari Farhan.

Dilain pihak, Farhan justru bersyukur Bilal sudah menolaknya. Karena ternyata dibalik wajah polosnya, Henry adalah lelaki yang lebih suka mendominasi. Farhan terkejut saat pertama kali merasa terintimidasi. Bukan terkejut takut, Farhan malah terkejut senang.

"Ayo..." Henry menepuk pipi Farhan yang sedang asik melumat batang tegak miliknya.

Tanpa perlu di komando lagi, Farhan merebahkan diri. Pinggulnya berada di atas bantal yang tadi sudah ia berikan lapisan plastik. Ia mengangkat kedua kakinya. Melingkarkan lengannya pada lekukan lututnya sendiri. Mempertontonkan bibir anusnya yang membentuk huruf O kecil, tepat di hadapan wajah imut Henry.

The Next Chapter of °•¤ Re:XXX ¤•°[2nd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang