[ Re:XXX • 113 ]

367 34 19
                                    


Adam menyambut hangat kedatangan Fiona. Ia hanya bisa terkekeh melihat Papa Fiona menyikut rusuk sang istri, yang terpana melihat ketampanan Oscar. Kebetulan mereka berpapasan setelah Oscar membantu Adam menyelesaikan perkara kecil beberapa menit sebelum Fiona naik menuju ruang kerja Adam.

"Kamu itu Dam. Paling pinter dapetin karyawan yang ganteng-ganteng. Coba aja umur Tante dua puluh tahun lebih muda," cerocos Mama Fiona.

Wajah Fiona sampai merah melihat Mamanya yang mendadak saja genit.

"Iya Dam. Andai Om dua puluh tahun lebih muda, pasti Om betah kerja disini," Papa Fiona yang terlambat membungkam mulut sang istri, akhirnya memilih untuk melontarkan kalimat sarkas.

"Om dan Tante bisa tampil tiga puluh tahun lebih muda kok," Adam menyahut. "Silahkan ambil treatment di klinik kecantikan milik sepupu saya saja," lanjutnya merujuk pada Klinik Kecantikan yang dikelola oleh Adam, salah satu wujud kloning, yang sebelumnya memiliki bisnis Spa, namun kini telah merambah ke bisnis Klinik Kecantikan pula.

"Jangan-jangan... Kamu bisa awet muda seperti sekarang, karena rutin perawatan disana, Dam?" Mama Fiona bertanya dengan nada serius. Matanya menatap wajah Adam lebih seksama. Dalam jarak yang semakin dekat pula.

"Hey. Hey!!" Papa Fiona mencengkeram bahu sang istri. Lalu menariknya sampai melangkah mundur.

"Siapa yang sangka, kalau kamu sudah punya lima anak, Dam? Wajahmu ini gak berubah sama sekali sejak kita semua hadir di wisuda SMK Fio dan Sein. Iya kan, Pa?"

"Hum..."

Fiona terkekeh melihat raut wajah Papanya. Perpaduan antara cemburu, sungkan sekaligus kagum. Karena mau tak mau, beliau setuju dengan ucapan sang istri.

Adam tertawa. Namun matanya sesekali memperhatikan kedua bola mata Fiona. Karena Adam yang meminta Fiona datang ke kantornya.

Semalam Husein menghubungi Adam dan Joshua. Ia mengatakan kalau kedua orang tua Fiona masih belum memberi ijin putrinya untuk melanjutkan studi ke London. Walaupun kedua orang tuanya membebaskan Fiona, dan juga sudah mempercayai Husein, tapi tetap saja, yang namanya orang tua, pasti memiliki kecemasan berlebih jika harus jauh dari putri semata wayangnya.

Adam lalu meraih tote bag yang ia letakkan di meja kerjanya.

"Hm? Delivery order dari Paradise Cafe?" Fiona bertanya. Sedari tadi ia sudah melihat gelas plastik berisi Americano kesukaan Adam di meja. Tentu saja isinya sisa setengah.

Fiona sudah lelah meminta Adam untuk mengurangi porsi kopi yang selalu Adam minum per hari. Joshua pernah mengatakan, setidaknya Adam bisa menghabiskan selusin porsi, mungkin lebih, tiap harinya. Tapi semakin sering Fiona cerewet melarang, justru Adam menambah porsi minuman dengan kandungan kopi setiap kali ia di protes.

"Enggak," Adam menyahut. "Tadi Moriz mampir kemari," ia menyentil tas di tangannya. "Moriz mentraktir Babanya makan siang," lanjutnya dengan senyum bangga.

"Haaah...."

"Kenapa?" Adam bertanya melihat Fiona menghela nafas.

"Saat Fio kembali dari London, pasti anak-anak udah pada gede semua..."

"Kembali? Hey! Elu bahkan belum berangkat, Fi!"

Seruan Adam membuat kedua orang tua Fiona tersadar. Sekejap mata teringat dengan tujuan awal kedatangan mereka ke kantor Adam.

"Don't worry too much," bisik Adam sebelum meraih tangan Fiona dengan menyelipkan seluruh jemari tangannya. Adam bisa merasakan keringat dingin membasahi telapak tangan Fiona. Menandakan bahwa gadis cantik tersebut merasa cemas di balik senyum manisnya.

The Next Chapter of °•¤ Re:XXX ¤•°[2nd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang