[ Re:XXX • 65 ]

433 53 3
                                    

Damian menyambut Adam yang datang bersama dengan kelima putranya. Daichi tentu saja termasuk diantara mereka. Daichi yang baru pertama kali bertatap muka dengan Damian, hanya bisa tersipu lantaran ia yang sedang terkagum-kagum memperhatikan desain interior Barbershop, tersandung dan Damian dengan sigap meraihnya.

Berbanding terbalik dengan rumah Adam yang di dominasi dengan warna putih, Barbershop milik Damian lebih dominan dengan warna hitam. Hal mencolok lain yang terlihat, adalah kursi, pigura cermin dan beberapa lampu gantung dengan warna emas. Dalam hati, Daichi berani bersumpah semua benda berwarna emas tersebut bukanlah sekedar corak emas. Melainkan benar-benar emas. Minimal berlapis emas.

Ada beberapa sofa berwarna hitam di dalam ruang tunggu yang di sekat dengan sebuah lemari besar, juga berwarna hitam, dengan deretan buku yang bisa dengan bebas di baca oleh seluruh customer yang sebagian besar adalah pria. Di seberang ruang tunggu tersebut, terdapat sebuah mini bar yang memiliki enam buah kursi panjang. Semuanya berwarna hitam. Meskipun memiliki desain Bar, tapi semua minuman yang disajikan adalah kopi.

Kesan pertama yang Daichi dapat adalah Barbershop tersebut terlihat sangat elegan, sekaligus maskulin. Bukan Daichi saja yang berpikir seperti itu. Semua pelanggan tetap yang rutin datang pun memiliki pikiran yang sama. Dan semuanya, termasuk Daichi, ikut terhenyak saat mereka duduk di salah satu sofa, mereka terpukau melihat langit-langit plafon yang kesemuanya adalah cermin.

"Loh Damian, disini juga menerima haircut untuk anak-anak?" Tanya seorang pria pada Damian yang baru saja mempersilahkan keempat 'putranya' untuk duduk.

"Sebenarnya tidak, Pak Jay," jawab Damian jujur. "Biasanya, saya datang ke rumah mereka. Tapi karena hari ini saya sibuk, jadinya mereka yang datang kemari."

"Mereka ini siapa? Keponakan kamu?"

"Iya. Mereka anak sepupu saya," Damian menjawab dengan senyum simpul. "Okay boys... Siapa yang mau duluan?" Pertanyaan Damian di jawab serempak dengan acungan tangan Sion dan Moriz. Melihat kedua Kakaknya mengangkat tangan, Cieli dan Cielo pun akhirnya ikut melakukan hal yang sama.

Daichi yang sedang duduk memperhatikan tingkah ke empat adiknya, hanya bisa senyum-senyum sendiri. Ia tak pernah melihat Moriz yang pendiam bisa bersemangat seperti Sion. Kalau sudah seperti itu, ia nyaris tidak bisa membedakan keduanya.

"Kakaknya gak ikutan juga?" Tanya Pak Jay pada Damian menunjuk kearah Daichi. Sebenarnya Pak Jay bukan tipe orang yang menyukai anak kecil. Tujuannya sering datang ke Barbershop milik Damian, sebenarnya untuk menghindari cucu-cucunya yang sering kali berisik di rumah. Tapi saat melihat keceriaan keempat keponakan Damian, ia tidak melihat kenakalan seperti semua cucunya di rumah.

"Oke. Kalian sementara kalian berempat sibuk rundingan, biar Kak Dai yang potong rambut duluan," Adam berujar usai menyeruput cappuccino panas pesanannya.

Melihat hal tersebut, Pak Jay sekali lagi di buat mengangkat kedua alisnya. Kalau kalimat tersebut ia ucapkan pada cucu ataupun anak-anaknya, pasti mereka semua sudah ribut mengira bahwa nama yang di tunjuk adalah anak emasnya. Tetapi pada situasi saat ini, ia melihat keempat bocah tersebut malah tertawa. Bahkan ia dibuat tersenyum usai melihat Daichi yang malu-malu menghampiri Damian setelah di tarik oleh Moriz dan Sion. Hal tersebut membuat Pak Jay tertarik untuk berbicara dengan Adam, yang kini duduk di salah satu kursi panjang. Tepat di samping kirinya.

"Kalian berempat duduk yang manis. Biar nanti Baba Damian memilih siapa yang akan di handle berikutnya," ucap Adam lagi. "Yang duduknya paling manis, pasti akan dipilih terlebih dulu."

Moriz mendadak diam. Terlihat berpikir. Sesaat kemudian, ia meraih tangan mungil Cieli dan Cielo. Dengan lembut ia membimbing keduanya untuk duduk di sofa panjang. Cukup untuk mereka berempat.

The Next Chapter of °•¤ Re:XXX ¤•°[2nd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang