4- uta

632 85 3
                                    

.

.

.

Angin malam berhembus, menembus lewat sisi gorden yang berkibar pelan di jendela.
Ditengah tengah sunyinya malam, cahaya remang menyusup lewat pintu kulkas di dapur yang terbuka, meninggalkan suara gemersuk yang menggangu tenangnya malam.

Langkah kecil pun berderap, terbangun di tengah gulita, menyusuri ada apa di dapur sana, lewat iris Lolita nya, ia mencari sakler lampu,

Tak!

Cahaya lampu menyorot sepenjuru ruangan.

Sosok itu terdiam, ia melipat tangah bersandar pada daun pintu dengan senyum lebar nya, ah, sudah ia duga,

"Athanasia?"

Diana menyebut nama, memanggil empu nama yang berjongkok meminum sebotol teh lippe dan kue brownies yang dibuatnya siang tadi.
Sambil menikmati dinginnya kulkas di tengah gulita.

Yang dipanggil malah tak peduli, memaksa makan meski mulutnya penuh dengan kue coklat di tangannya.
Diana terkekeh sarkas, mendekati putri kecilnya dan duduk di meja makan yang posisinya tepat di samping kulkas itu.

"Athanasia, sampai kapan kebiasaan mu hilang?"

"Sampai aku bisa bahagia."

Jawab Athanasia sekena nya, sudah ia duga, anaknya tak akan bangun malam dan makan kalau ia sedang tak ada masalah atau pikiran, mau di bawakan cemilan ke kamarnya pun ia tak kan menyentuhnya, ia hanya ingin makan seperti tikus katanya.

"Hah-- ada apa?"

Diana menghela nafas berat, mengambil lembut botol teh lippe dari tangan Athanasia dan menuangkanya di cangkir kecil yang Lily sediakan di meja makan.

Iris sutra itu menatap putrinya yang terlihat lapar karena gelisah, ia pikir ada banyak hal yang terjadi padanya hari ini.

"Aku lapar."

"Apa kau ditolak?"

Athanasia mengerenyit, mengambil piring brownies dari kulkas dan meletakkannya di meja, ia pun ikut duduk di samping ibunya,

"Aku penulis hebat Bu, penerbit mana yang mau menola--"

"Maksudku laki laki."

"Apa?"

"Laki laki"

Athanasia barusan hendak membuka botol teh, ibunya sudah mengatakan hal bodoh semacam itu.
Untuk sejenak gadis itu memerlukan waktu untuk berpikir, otaknya agak kurang koneksi.

"Laki laki? Apa itu?"

Gadis itu memiringkan kepalanya, memasang raut kosong paling bodoh sedunia, hanya saat itu juga, Diana tertawa manis melihat putrinya yang mirip seperti Claude saat bujang dulu.

'apa tak ada perempuan yang kau sukai ? Claude?'

'perempuan? Apa itu?'

Jadi sekarang anaknya mewarisi ingatan kalimat andalan ayahnya?

"Kau tak pernah cerita tentang laki laki selama ini, ibu kan jadi curiga."

Diana menutup mulut menahan geli, disambut degusan dari Athanasia yang tersenyum pahit.

"Ibu tak kan tak kenal seperti apa ayah."

Diana kali ini meledakkan tawa nya dengan suara rendah, takut membangunkan Claude yang jarang tidur.
Benar juga, Claude tak pernah memberi izin pria manapun mendekati Athanasia kecuali Lucas, benar juga, anak itu spesial, ia pria yang baik dalam membantu Athanasia,

TANPA JUDUL  -who made me a princess-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang