aku terus ngejar haechan yang berjalan ke jalanan sepi perumahan sekitar sini. dengan perasaan semakin yakin kalo emang untuk saat ini aku memilih haechan. haechan yang bikin aku seneng, yang bikin aku merasa ringan, dan yang bikin aku ketawa. jaemin cuma masa lalu, untuk masa sekarangㅡaku cuma mau haechan!
"haeㅡchan..." panggilku dengan nafas terengah engah. haechan berhenti, aku juga. jarak dia kurang lebih 10 meter dari aku. sama sama diam, sama sama mematung dengan haechan yang membelakangi aku.
"haechan gue minta maaf" kataku tegas. berusaha untuk ga nangis dan mulai berani buat bicarain ini kepada haechan. haechan, sumpah kamu harus denger ini. karena aku gatau lagi, apa jadinya kalo kamu ga ada di duniaku lagi.
"gue minta maaf karena udah labil. gue minta maaf karena udah mainin perasaan lo. sumpah, gue ga pernah mikir bakal punya perasaan sama lo sampe kaya gini. gue gamau lo pergi, gue bahkan gamau liat lo jauh sedetik aja dari gue. gue bego, tapi gue udah tau jawaban dari yang selama ini gue cari"
"haechan, gue beraniin bilang ini sama lo" aku berjalan mendekati haechan. haechan masih diem tanpa niatan buat balik badan. tepat saat aku berada di belakang badan haechan, aku peluk badannya dari belakang.
"haechan, gue suka sama lo. gue gamau lo kemana mana, bahkan gue gamau siapapun itu selain lo. lo janji kan mau nunggu gue? udah, berhenti. orang yang lo tunggu udah mantap buat milih lo. gueㅡgue beneran pilih lo" kataku. hening, haechan ga menjawab. hembusan angin sore meniup ujung rambutku dan aku masih diem dengan posisi memeluk haechan. sampe galama aku denger helaan nafas dari mulut haechan tapi aku malah nangis di punggung haechan.
"jangan nangis ra" kata haechan pelan. lalu dia balik badan, memegang bahuku dan menatap aku lamat lamat.
"liat gua" katanya. aku yang menunduk sambil terisak pun mengangkat kepalaku, buat menatap sorot mata haechan dan wajahnya yang sekarang melembut.
"kenapa lu nangis segala sih? lu takut gua pergi?" aku mengangguk, kemudian haechan tertawa dan menarik aku ke pelukannya.
"gua lega. lega banget sampe kayanya mau beli seluruh dunia ini. makasih ya, makasih karena udah bikin perasaan gua ga sendirian" katanya. aku mengangguk di dalam pelukannya, memeluk haechan erat.
"jangan kemana mana lagi" lirihku. haechan terkekeh, mengusap rambutku lembut. sore itu beneran luar biasa. semuanya beneran berubah hanya dengan satu pilihanku.
ini adalah haechan, yang aku pilih sekarang dan semoga bertahan sampe nanti kedepannya.
ㅡ
"kenapa senyam senyum mulu daritadi? seneng banget ga tuh" ledek haechan begitu sampe depan rumahku. aku mendengus, kemudian menutup mukaku dengan kedua telapak tangan. lalu haechan tertawa, mencoba membuka telapak tanganku.
"jangan ditutupin~" katanya. aku mendecih, kemudian menunjukkan mukaku. dia tersenyum, dan langsung menangkup mukaku.
"muka lu begini emang kalo nangis mulu?" tanyanya sambil mengunyel unyel pipiku. aku manyun, membuat haechan tertawa kemudian makin ngunyel ngunyel pipiku.
"lepwaaaaas!" kataku. haechan geleng geleng, kemudian mencubit hidungku.
"emang muka gue kenapa sih kalo abis nangis? keliatan banget ya?" tanyaku sambil ngaca di layar hp.
"iya, jeleknya apalagi" kurang ajar, aku pukul badannya pake tas slempang yang aku pake. haechan mengaduh, kemudian mencubit pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah #2 (SEGERA TERBIT)
Фанфик[ selesai, segera terbit ] "cerita awalnya sih moveon sama-sama. tapi gatau kenapa, kamu malah jadi Rumah." JUDUL SEBELUMNYA : "HAECHAN" [ sequel dari : Singgah ] Copyright ©beljum, 2018