Part 02
Alula, Dewa, dan teman-temannya baru saja keluar dari kantor polisi. Setelah Dewa dan teman-temannya ditangkap, Alula diminta memberikan kesaksian karena dirinya saat itu masih berada di tempat kejadian.
Sebenarnya Alula tidak tahu pasti siapa yang salah di antara Dipta dan Dewa. Namun ia bersaksi bahwa Dipta lah yang di serang oleh mereka. Bahkan ia tidak menyebutkan nama Dipta disana karena ia tidak mau kalau Dipta terkena masalah. Alula benar-benar melindunginya.
Tapi untunglah mereka semua hanya diberi peringatan dan nasehat di sana. Alula hanya khawatir mereka masuk ke penjara karena salah bicara. Karena ia benar-benar tidak tahu siapa yang salah sebenarnya.
"Maafin gue ya kalau gue bilang kalau kalian yang nyerang Dipta duluan," ujar Alula dengan nada bersalah.
Dewa tersenyum kecil mendengar ucapan Alula. Harusnya Alula marah pada mereka karena tadi membuatnya jadi ikut terkena tinjuan Dipta karenanya.
"Gue maafin lo karena lo emang nggak salah apa-apa. Yang lo bilang didalam itu bener, kita memang duluan yang menyerang." Dewa membalas ketika mereka sampai diparkiran.
"Terimakasih, syukur kalau lo nggak marah. Oh ya, kalian tunggu dulu disini. Gue mau beli obat dulu untuk luka kalian." Alula hendak berlari untuk mencari obat merah dan plester untuk mengobati luka mereka, tapi salah satu dari mereka menahan tangannya.
"Nggak usah, kita bisa sendiri. Lo bisa pulang," kata Juna-teman Dewa sembari menggeleng. Ketiga temannya pun ikut mengangguk setuju kecuali Dewa yang hanya diam.
Alula mengangguk dan tersenyum. "Yaudah, gue duluan ya? Sekali lagi gue minta maaf."
"Tunggu, lo bisa pulang sama gue." Dewa menahan tangannya. Alula menoleh, Dewa menatapnya sambil tersenyum kecil.
"Kalian duluan, gue nyusul nanti." Mereka semua mengangguk mengerti lalu pergi duluan meninggalkan Dewa dan Alula disana. Mereka mengerti maksudnya. Pasti Dewa ingin mengantar Alula pulang kerumah.
Dewa menjulurkan tangannya untuk berkenalan. "Nama gue Dewangga, dan lo?"
"Alula." Ia membalas jabatan tangan Dewa. Alula tersenyum manis. Dewa pun membalasnya dengan senyuman. Manis, batin Dewa berbicara.
"Lo mau pulang bareng gue?"
Alula berpikir sebentar. Ia teringat perkataan Dewa saat ia menghentikan perkelahian mereka tadi. Ia takut Dewa punya niat lain. Ia jadi sedikit ragu dengan tawaran Dewa barusan.
"Omongan gue yang disana, gue cuma bercanda. Gue pikir dengan gue mengatakan itu, Dipta akan mengalah dan ternyata enggak. Gue tahu, lo satu sekolah kan sama Dipta?"
Alula mengangguk dan tersenyum kecut. Yang dikatakan Dewa benar, Dipta memang tidak perduli dengannya. Dipta memang tidak pernah perduli dengannya, tapi dia tidak pernah menyerah dengan sikap Dipta yang begitu.
"Jadi gimana? Lo mau atau enggak?"
Alula mengangguk ragu. Ia tidak boleh terlalu curiga dengan orang. Walaupun dia waspada, tapi niat Dewa baik kan?
Dewa tersenyum manis lalu menyalakan motornya. Ia memberikan helm yang selalu ia bawa dibawah jok motornya pada Alula.
"Tapi, nanti ke apotek dulu ya?" Dewa tertawa kecil lalu mengangguk. Alula masih tetap ingin mengobati lukanya itu.
Setelah memastikan Alula naik, ia pun melajukan motornya dengan hati-hati. Biasanya ia membawa motor dengan kecepatan penuh, sekarang ia mengurangi kecepatannya menjadi lebih lambat. Ia masih punya otak, ia membawa seseorang dibelakangnya. Tidak mungkin ia membawa motor seperti pembalap sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRADIPTA
Подростковая литература"Dekat tapi tak tergapai. Ada tapi tak dianggap." ・・・・・・・・・・・ Pradipta Ananda. Kasar, sering berkelahi, hobi balapan, dan suka minum. BK sudah bukan tempat asing lagi baginya. Tidak ada satupun yang berani dengan dirinya. Ia disegani banyak orang k...