17. Go Public

62 5 0
                                    

Part 17






Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Alula mengatakan pada Varla untuk makan di kantin sendirian hari ini karena dirinya ingin mencari bahan pelajaran untuk tugas sejarahnya nanti.

Alula berjalan dengan perlahan menyusuri rak-rak tinggi yang penuh dengan buku itu. Ia mencari beberapa judul buku non-fiksi yang tersedia disana.

Setelah mengambil beberapa buku, ia pun berjalan menuju meja yang memang disediakan untuk membaca buku disana. Namun langkahnya melambat ketika melihat seseorang tengah duduk memegangi buku sambil sesekali mencatat di sebuah buku tulis.

Alula mendekati dan menepuk pundaknya perlahan. "Hei?"

Dipta menoleh sebentar lalu kembali fokus dengan buku yang ia baca.

"Kamu ngapain?"

"Buta kah? Nggak liat gue lagi apa?" balas Dipta dengan nada dingin.

Alula cemberut lalu menarik kursi tepat disamping Dipta. "Kan aku nanya aja, lagian kamu tumben banget disini."

Dipta membolak-balikkan halaman buku yang ia pegang. "Maksud lo, gue biasanya di rooftop kan?" Alula mengangguk.

"Rooftop bukan tempat yang baik buat belajar. Nanti yang ada gue malah tidur."

Alula tersenyum sembari mengelus pipi Dipta dengan lembut. "Hebat, aku seneng kamu kayak gini."

Dipta yang kaget karena Alula tiba-tiba mengelus pipinya itupun langsung beralih menatap Alula. "Lo ngapain?"

"Apanya?"

"Ngelus pipi gue."

"Oh itu? Maaf ya, aku bukan beneran pengen ngelus pipi kamu tapi tadi ada bulu mata jatuh di pipi kamu."

Setelah mendengar penjelasan Alula itu ia agak sedikit malu karena mengira Alula sengaja mengelus pipinya. Padahal Alula memang hanya berniat untuk membersihkan bulu mata yang jatuh di pipinya tadi.

Dipta kembali menatap bukunya dan lanjut mencatat materi yang ia sempat ketinggalan dulu.

"Rival gue udah masuk sekolah?" tanya Dipta merubah topik pembicaraan.

Alula yang agak lemot itu pun mengernyitkan dahi. "Rival kamu? Siapa?"

Dipta memutar bola matanya malas. "Dewa lah, siapa lagi."

"Oh dia? Hari ini belum sih, katanya masih rest dirumah."

"Pantesan."

"Pantesan kenapa?" Dipta tidak menjawab. Ia kembali fokus membaca bukunya.

"Hari ini sibuk? Kalau nggak, mending belajar bareng aku aja. Nanti aku ke rumah kamu."

Dipta menoleh lalu menggeleng. "Nanti biar gue yang ke rumah lo."

Alula langsung berbinar. "Ini serius kamu mau? Aku padahal ngiranya kamu bakal bilang nggak dan mengejutkannya kamu yang bakal ke rumah aku."

"Lebay."

Alula cemberut. "Bukan lebay, tapi beneran kaget aku. Kamu langsung ngeiyain terus mau nyamperin aku ke rumah."

Dipta menoleh lagi lalu menatap Alula dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya. Alula juga menatapnya dengan tatapan dalam seperti biasanya.

Cukup lama ia menatap Alula, hingga jantungnya pun berdetak tidak karuan sendiri. Ia gugup, padahal dia sendiri yang menatap pacarnya itu.

"Kenapa?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Alula itu membuat Dipta cepat-cepat membuang muka.

Alula yang bingung dengan sikap Dipta yang terlihat gugup itupun tidak banyak bertanya karena jujur ia pun merasakan hal yang sama. Menatap Dipta dengan jarak yang dekat seperti tadi membuat jantungnya berdetak kencang. Hanya saja, ia tidak ingin memutuskan kontak mata itu. Segugup apapun dirinya, tatapan itu candu untuknya.

"Gue ke kelas duluan," ujar Dipta lalu membereskan buku-bukunya dan membawanya keluar.

Alula pun langsung membawa buku yang ia pinjam itu dan menyusul Dipta lalu menggandeng tangan Dipta tanpa aba-aba. Dipta yang kaget itupun langsung menghentikan langkahnya. "Lo ngapain?" ucap Dipta dengan nada kecil. Hampir berbisik namun masih terdengar jelas.

"Mau nganterin kamu ke kelas. Nggak boleh?"

Dipta tidak menjawab, ia membiarkan Alula menggandeng tangannya hingga sampai di kelasnya. Semua orang yang melihat itupun beberapa langsung membicarakan mereka, berbisik-bisik, entah apa yang mereka bicarakan baik Alula maupun Dipta sama-sama tidak perduli. Alula yang memang menyukai Dipta sejak lama malah merasa bangga karena akhirnya ia bisa seperti ini setelah banyak sekali penolakan yang ia dapat dari Dipta.

Lalu Dipta, ia memang tidak pernah perduli dengan apapun. Menurutnya hal yang tidak penting tidak perlu untuk diperhatikan dan diperdulikan. Selama hal itu tidak merugikan dan mengancam nyawa, ia tidak memperdulikannya.

"Udah kan? Sana balik." Dipta menatap Alula sambil memberikan kode untuk melepaskan tangannya itu.

Alula tersenyum manis, "Oke, selamat belajar kembali pacar." Alula melepaskan tangannya lalu berjalan menuju kelasnya dengan terus tersenyum.

Tidak sengaja ia bertemu dengan Jeff dan Agam yang baru saja dari kantin. Mereka melihat wajah Alula yang kelewat ceria itupun terheran-heran. Apalagi ia terlihat baru saja dari kelas mereka.

Mereka pun langsung menghampiri Dipta yang sudah duduk manis di tempat duduknya.

"Cewe lo kenapa tuh?" tanya Agam to the point.

Dipta yang tidak mengerti maksudnya pun hanya mengangkat bahunya acuh. Ia kembali membaca bukunya dengan serius.

"Dih orang nanya tuh dijawab bego, malah diem aja lo," ujar Jeff agak kesal karena ia sangat penasaran namun Dipta tidak menjawab.

Tiba-tiba ketua kelas mereka, Rian menyeletuk, "Abis dianterin pacar ke kelas sambil gandengan seru juga kayanya ya, Dip?"

Agam dan Jeff langsung melotot mendengarnya. Mereka saling pandang, seperti tidak percaya. "Ini serius ini?"

Dipta hanya menatap sekilas lalu balik membaca bukunya.

"Lo serius ini udah go public hubungan?"

"Udah jadi rahasia umum kali kalo itu," balas Agam.

Jeff meralat ucapannya, "Maksud gue, lo umbar kemesraan kaya gitu. Lo serius ini?"

Dipta berdeham, "Terus kenapa? Ngerugiin orang? Ngancem nyawa?"

"Ya nggak sih, tapi kita kaget aja. Yaudah nggak apa-apa juga, gue seneng lo berubah."

"Betul." Agam menimpali.

Dipta tidak menjawab. Ia hanya fokus membaca bukunya. Agam dan Jeff terus memperhatikan Dipta hingga laki-laki itu tiba-tiba tersenyum miring. Entah senyum dengan maksud apa itu, mereka berdua pun tidak mengerti.

×××

Eh gimana eiii,
lanjut ga yaaaa?????

PRADIPTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang