4 : Ayah Wangseja?

32 7 5
                                    

Paviliun tempat tinggal Raja Hong berdiri kokoh di antara taman bonsai yang memisahkannya dengan paviliun lain. Ukiran pada pilar kayu begitu detail dan cantik, terinspirasi dari sulur tanaman rambat terindah di hutan. Menurut desas-desus yang beredar, untuk mempercantik huniannya Raja Hong sampai meminta bantuan pada beberapa ahli dari negri lain. Semua paviliun di istana ini pada dasarnya sudah sangat berkelas, namun milik Raja Hong ada di tingkat yang lebih tinggi.

Para selir tidak berhenti memasang senyum bahagia karena bisa diundang makan malam. Bagi mereka, melihat segala keindahan dan kemewahan, makanan enak serta diperlakukan seperti orang yang istimewa dapat membuat jiwa melambung tinggi, sangat menyenangkan.

Sementara itu, Raja Hong ada di ujung meja, bantal duduknya paling istimewa, setiap gerak sangat berwibawa. Tampaknya ia juga senang dengan jamuan makan malam ini. Di sisi kirinya ada Ratu Hong, istri resmi sang Raja sekaligus ibu Putra Mahkota. Di sisi kanan, Hong Jisoo tengah menyantap hidangan dengan tenang, lidahnya mengecap rasa gurih tumis daging ayam dan seledri, makanan kesukaannya.

"Jisoo, kau sudah mengurus itu kan?" tanya Raja Hong, menyinggung tentang keperluan Hong Jisoo ke paviliun surat kabar.

"Sudah, Jeonha*."

[* Yang Mulia]

Hong Jisoo sempat melupakan hal itu, sehingga dia harus kembali ke paviliun surat kabar untuk menyampaikan kepentingannya tadi sore. Sebetulnya, bisa saja ia meminta bawahannya yang lain untuk menyampaikan berita, namun karena permintaan perempuan itu, Hong Jisoo terpaksa turun tangan.

"Gongju* Jung pasti sangat tersanjung karena Wangseja kita sendiri yang menulis dan memasang pengumuman penyambutan."

[* Putri]

Hong Jisoo hanya membalas dengan senyum lembut.

Salah satu selir tiba-tiba ikut bicara, "Satu minggu adalah waktu yang cukup lama, apa Wangseja ada rencana khusus untuk menyambut kedatangan Gongju Jung?"

Dengan kalem Hong Jisoo menjawab, "Saya dengar Gongju Jung amat menyukai buah melon. Oleh karena itu saya sudah mempersiapkan sejak lama. Persilangan benih melon terbaik, waktu panen bertepatan dengan waktu penyambutannya."

Para selir menutup mulutnya yang ternganga, kagum dan tersentuh. Selama ini Putra Mahkota tampak tidak begitu senang dalam hubungannya dengan Putri dari kerajaan Jung. Kini mereka tau alasan mengapa berbulan-bulan lalu Hong Jisoo mondar-mandir pergi ke ladang melon untuk mengawasi percobaannya.

Salah satu selir yang memakai riasan paling tebal, selir pertama Raja Hong, memasang wajah masam. "Gongju Jung adalah gadis yang istimewa. Emas akan lebih cocok untuknya dibandingkan dengan buah melon. Melon itu hanya makanan, bisa lenyap dalam sekejap, sementara emas bisa bertahan lebih lama."

Mendengar itu, Hong Jisoo memilih kembali fokus dengan piring dan sumpitnya. Ini bukan pertama kali selir Namkyu berselisih dengannya. Meski sebenarnya hanya terlihat seperti perlawanan satu pihak, sebab Hong Jisoo selalu kalem dan sabar menghadapinya dari kecil. Ibunya selalu berpesan untuk tidak perlu memberi respon pada hal-hal yang kurang penting. Raja Hong juga tidak pernah menegur selirnya bila berkata kurang pantas, tak heran dia sampai punya keberanian seperti itu.

Selesai menyantap hidangan utama, pelayan mengambil peralatan makan lalu mengganti dengan hidangan penutup. Saat pelayan membuka pintu ruang makan, terdengar suara teriakan sayup-sayup dari luar. Hong Jisoo meletakkan kembali mangkuk sup buah, memastikan dirinya tidak salah dengar.

"Jeonha, ada orang berteriak di luar," bisiknya.

Raja Hong mendengarnya juga, wajahnya tampak terganggu. Ia sudah memberi tau semua bawahannya akan ada jamuan makan malam dengan Ratu, Putra Mahkota dan para selir, harusnya mereka bisa menjaga lingkungan tetap kondusif selama acara berlangsung.

S.J.J SwordsmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang