7 : Berkomplot

23 6 12
                                    

Aku adalah salah satu dari master pedang ajaib.

Seungcheol meyakinkan diri sebelum mengayunkan pedangnya.

Apa yang terjadi setelah ini pasti tidak akan sama seperti dulu lagi. Ia tidak akan bisa mengurus kebun dan memancing tanpa beban seperti dulu, tidak akan bisa lagi hanya sekedar meributkan kepala desa yang membuatnya selama ini hidup dalam keterbatasan. Lebih dari itu, sekarang beban tanggung jawab bertengger di pundaknya tanpa diminta. Ada tanah yang terancam retak, kerajaan yang sewaktu-waktu bisa hancur, negeri yang bisa lumpuh. Seungcheol bukanlah pemuda yang tinggal onggkang-ongkang menikmati takdir. Jika suatu hari dia harus bertarung, maka dia harus siap mulai sekarang.

Genggamannya pada gagang pedang Bohoja semakin menguat. Kedua lengan kokoh diangkat, kain berlekuk pada otot bisep yang menonjol. Seungcheol menarik nafas dalam, menggeram seraya mengayunkan lengan, lalu menghancurkan tembok dengan sekali hantam.

Bongkahan batu dan asap berhamburan.

Sesaat setelah itu, Jeonghan langsung berlari memasuki ruangan dan mencari keberadaan pria asing terbebut.

"Ayo bergegas," ajaknya. Menarik lengan pria itu.

Mereka bertiga segera kabur dari tempat kejadian saat dua penjaga di depan berpencar untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Jeonghan tak melepaskan tangannya dari tangan pria asing itu, masih berlari dan sesekali menoleh kebelakang, memastikan tidak ada yang mengejar. Seungcheol beberapa langkah lebih cepat darinya. Dia langsung hafal rute meski baru pertama kali melaluinnya.

Debaran di dada, nafas terengah. Sensasi menegangkan ini membuat peluh menetes lebih banyak. Jeonghan terkekeh melihat keributan mulai tercipta. Lambat!. Mereka bertiga sudah berhasil memasuki wilayah lain di istana.

"Tunggu! Jangan lewat pintu depan," kata pria asing itu.

"Memang tidak. Siapa bilang kita mau ke sana?"

Siluet tiga tubuh yang berlari di malam hari melintasi taman bonsai milih raja Hong. Pria asing itu melotot panik, dua pemuda ini sangat ceroboh! Kalau tertangkap kali ini, dia tak yakin nyawanya akan selamat. Tapi, syukurlah tidak ada yang menyadari. Sampai mereka memasuki wilayah dengan aroma wangi menguar di udara. Wilayah tempat tinggal para selir. Pintu paviliun itu tertutup rapat, cahaya dari lentera di dalam menembus ke luar hanji*, sepi. Deretan pavilun para selir membawa langlah menuju wilayah yang lebih sunyi, jalan setapak berbatu lebar-lebar dan taman bunga didominasi tanaman rambat. Wilayah ini begitu familiar bagi seseorang.

[*hanji : kertas yang ada di rangka jendela]

"Kalian masuk lewat pintu itu?!"

Jeonghan tersenyum misterius. Membuat pria asing itu semakin bertanya-tanya. Dan jawabannya dia dapat ketika mereka bertiga memasuki taman di belakang paviliun ratu Hong. Dengan langkah berjingkat, berusaha tak menimbulkan suara, Seungcheol menyibak semak belukar yang tumbuh rimbun, menyembunyikan pintu besi yang berada di tanah.

Pintu ini, pintu yang tidak asing lagi.

Seorang wanita cantik meletakkan keranjang bunga di tanah. Senyumnya terukir lembut.

'Hong Jisoo sudah menyelesaikan tiga buku, makannya pun semakin lahap.'

Gerak tangannya lincah memeragakan kata demi kata. Senyumnya terukir lembut meski ada kilatan rasa sedih di matanya. Pasti rasanya sangat berat harus menerima gunjingan dan pujian palsu itu setiap saat.

S.J.J SwordsmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang