13 : Ayo pergi (2)

19 4 3
                                    


"Kalau begitu ... Aku akan membuat mereka tak bisa menghalangiku."

.

.

.

"Tuan! Ada serangan di gerbang utama. Kami meminta izin untuk membawa bantuan dari tentara yang-" ucapan seorang tentara itu langsung terhenti ketika dia melihat apa yang ada di depan matanya.

Enam tentara kerajaan lainnya yang diberi tugas untuk mengakhiri riwayat sang ratu telah tergeletak tak berdaya di atas lantai kayu. Yang lebih membuatnya kaget lagi adalah sosok Hong Jisoo berdiri di dalam sana, dengan penampilan yang jauh berbeda dari biasanya, wajah dan pakaiannya kusut, celananya terlumur darah, dia juga menggendong sesuatu yang besar di balik selimut berdarah.

Tatapan matanya kosong dan terluka. Di sisi lain terlihat emosi bercampur aduk. Dia seolah ingin meneriakkan banyak hal, namun tidak bisa.

Kedatangan tentara yang meminta bantuan itu menambah beban pikirannya.

"Penyerangan?!" pekik Doojoon. Dia lalu melempar tatapan tajam pada Hong Jisoo. Sepertinya mulai sekarang jika terjadi sesuatu yang buruk, maka dia akan menyalahkan putra mahkota.

"Jangan bilang ini rencanamu," desisnya pada Hong Jisoo. Lalu berbalik lagi menatap tentara yang ada di depannya.

"Seperti yang kau lihat, tentara-tentara di sini telah di habisi oleh Wangseja kita," lanjutnya sambil menyindir. "Tapi tak perlu khawatir, kita akan dapat yang lebih bagus. Pergi ke paviliun Wangseja dan temui wakil perdana menteri!"

"Baik!" setelah tentara itu pergi.

Mendengar paviliunnya disebutkan dengan nada provokatif, Hong Jisoo sangat menyadari apa yang dimaksud oleh Doojoon. Rupanya mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil pedang Gwan-gye? Pedang ajaib miliknya?

Jadi ... Meskipun mereka tak berhasil membunuh Hong Jisoo, mereka pikir itu tidak masalah karena yang terpenting adalah mengalihkan perhatiannya?

Rahang Hong Jisoo mengeras.

"Kenapa, Wangseja? Baru menyadari kalau penyerangan terhadap anda dan Wangbi hanyalah pengecoh untuk memudahkan kami mengambil pedang anda?" Senyuman busuk Doojoon mengembang menjadi tawa iblis.

Rasanya bagai menelan lahar, panas menggerogoti seluruh organ tubuh. Hong Jisoo hampir kalap lagi. Darah yang merembes ke luar selimut mengenai kulitnya membuat emosi Hong Jisoo perlahan menyurut. Ini semua telah terjadi. Bagaimanapun juga ibunya sudah meninggal. Tak ada gunanya menanggapi manusia sampah itu.

Lagipula ... Tak akan ada yang bisa mengambil pedangnya.

"Berani-beraninya kalian!"

Tiga orang dalam ruangan terkejut karena kedatangan seseorang secara tiba-tiba. Melompat masuk dan hampir menerjang perdana menteri, DaeHee tidak diam saja melihatnya

Seragam khusus itu, postur tubuh, kulit putih dan mata sipit yang sudah terlampau Hong Jisoo hafal. Dia adalah Kwon Soonyoung, bawahan kepercayaannya.

"Wangseja, saya senang melihat anda selamat," ujar Soonyoung seraya melirik tuannya, ia telah melihat sesuatu yang digendong oleh Hong Jisoo dan tak menemukan keberadaan ratu Hong di seluruh penjuru ruangan. Ini berarti sudah terlambat, ratu sudah pergi.

Soonyoung menyentuh topinya sebagai isyarat berduka.

"Saya akan mengurus mereka berdua. Anda bisa segera pergi dari sini," ujar Soonyoung penuh keyakinan. Punggungnya menegak gagah.

Hong Jisoo nampak terkejut. Ia pikir seluruh orang di istana ini telah mengkhianatinya karena bujukan manusia busuk itu. Ternyata masih ada orang yang berada di pihaknya bahkan bersedia membukakan jalan untuknya.

S.J.J SwordsmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang