9 : Hitam

16 5 4
                                    

"Apa aku tidak salah lihat?"

Seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun menjulurkan kepala dari jendela ruangan. Tampak kebingungan mencari sesuatu di langit.

"Ada apa, Kwangyeon-Ssi?"

Doojoon, perdana menteri kerajaan Hong, masih sibuk dengan lembaran kertas di meja kerjanya. Hanya menanggapi sang wakil seadanya. Baginya, tak ada lagi yang lebih penting dari pekerjaan yang sedang ia hadapi.

Sebuah judul tertulis di barisan paling atas "Strategi penumbangan", begitu berani, begitu mencurigakan, begitu menarik. Senyum liciknya terukir.

"Baru saja aku melihat burung seperti elang putih terbang melintasi langit."

"Ah ... Elang putih." Doojoon menghela nafas. "Bukankah anda sudah punya dua ekor? Masih mau berburu lagi?"

"Bukan begitu." Kwangyeon, wakil perdana menteri, kembali ke tempat duduknya. "Hanya penasaran saja."

Secangkir teh hijau sudah mulai dingin, namun Kwangyeon hanya memandangnya. Rasa mual bercokol dalam dada, seperti ada sensasi sesak dan teraduk-aduk. Ia yakin, jika minum seteguk saja, maka akan langsung dimuntahkan.

Ini pasti karena masalah Wangseja.

Lelaki itu menggeram. Dasar anak haram!

Berkat dia, kerajaan Hong kini berada dalam krisis besar! Kepercayaan rakyat akan runtuh dan bisa saja kerajaan akan kehilangan dukungan. Itu artinya, tidak ada lagi penyongkong ekonomi dan sumber daya manusia. Kalau dibiarkan, lama-lama kerajaan Hong tidak akan diakui sebagai kerajaan yang sah oleh kerajaan lain. Lalu seranganpun akan bermunculan!

"Argh! Aku benar-benar pusing! Kita harus bagaimana? Raja tidak berbuat apa-apa! Anak itu juga terlihat tidak peduli!"

Doojoon menanggapi dengan tenang, "Kita sudah membuat kesepakatan, siapapun yang berani membocorkan ini ke luar istana, akan dapat hukuman mati."

Namun, Kwangyeon masih tetap gelisah. "Aku tidak terima. Itu tidak bisa mencegah! Biarpun pelaku sudah dihukum, beritanya pasti akan tersebar."

"Tidak akan tersebar. Kita sudah mengancam lebih dulu, tidak kan ada yang berani membuka mulut."

Kwangyeon mendengkus. Matanya tak sengaja melirik apa yang dikerjakan oleh Doojoon.

"Apa ... Itu?" tanyanya setengah berbisik.

Senyum licik Doojoon muncul kembali.

"Menurut anda?"

.

.

.

.

.

Hong Jisoo duduk bersandar pada dinding kamarnya setelah memasukkan kembali pedang Gwan-gye ke ruangan rahasia di perpustakaan pribadinya.

Jendela terbuka setengah. Elang putih suruhannya baru saja pulang ke habitat asli setelah menjalankan tugas. Tak diduga, membawa surat balasan. Mulanya ia terkejut mendapati gulungan surat yang ia kirim malah kembali padanya. Ternyata balasan tersebut ada di baliknya.

"Begitu ya ... ."

Ini sesuai dengan dugaannya.

Andrew menyimpan rahasia. Mana mungkin pria yang sudah lama pergi meninggalkan anaknya bisa datang kembali hanya untuk membatalkan hubungan pernikahan. Hong Jisoo sudah tumbuh besar tanpa bantuannya, tidak masalah baginya bila harus mati kapanpun.

Oleh karena itu, malamnya Hong Jisoo pergi menuju pintu rahasia. Pintu bawah tanah yang menuju ke ladang rumput gajah.

Dia lebih dari sekadar hafal rute menuju pintu itu. Jadi, meskipun tanpa obor, tanpa sinar bulan, atau bahkan tanpa penerangan dari pedangnya, Hong Jisoo bisa sampai ke sana dengan selamat.

S.J.J SwordsmenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang