Tiga

41 3 0
                                    

Peluh yang begitu pekat menempel di badan. Hari ini hari minggu. Aku dan mas Zai baru saja olahraga di pagi hari. Berlari bersama di antara semesta yang medukung di tambah terik mentari tak begitu terik. Karena masih jam 8 pagi. Mas Zai dengan sabar berlari kecil mengiringiku.

Langkah lalu lalang manusia - manusia yang hilir mudik di jalan menambah keramaian di pagi yang begitu bersahabat. Ada yang hannya sekedar foto selfie ataupun sekedar jalan-jalan bersama keluarga ataupun orang-orang terkasih. Alam begitu mendukung.

“Mas berehenti di situ ya?” pinta ku padanya sembari menunjuk bangku taman yang kosong tak di duduki. Karena pagi ini cukup ramai. Banyak lalu lalang orang-orang berolahraga.

“Kamu tunggu bentar ya Sya,?” Ucapnya pada ku.

“Mas mau kemana?.”

Lalu sejenak ku menikmati angin karena aku benar-benar merasa lelah setelah keliling lapangan tiga kali.

Tiba-tiba mas Zai datang dengan membawa air mineral. “ Nih diminum Sya, kamu pasti haus.”

Lalu ku teguk air minum itu hingga separuh. “Mas gak minum?.”

“Sini minumnya.” Titahnya pada ku yang masih mengernyitkan dahi.

"Tapi ini bekasnya Abel,” belum sempat aku melanjutkan omonganku mas Zai sudah meneguk botol minum yang sempat aku minum tadi.

“Mas gak jijik sama bekas Abel?.” Ucap ku terheran memandang wajah suami ku yang  meneguk botol minum ku tadi.

“Kamu itu istrinya mas. Rasullah saja minum di gelas bekas bibirnya Aisyah. Kenapa mas harus jijik?.”

Aku sendiri merasa pipiku sekarang pasti kemerahan. Lalu ku lihat pedagang tukang bubur ayam lewat. Lagi-lagi mas Zai hannya memesan satu piring. Dan akhirnya kami makan sepiring berdua di pinggir jalan. Mas Zai sungguh romantis aku benar-benar wanita yang beruntung menerima lamaranya.

Sudah dua minggu berlalu aku menjadi istri mas Zai. Menyiapkan segala keperluanya untuk mas Zai. Tiap malam aku hampir gak pernah absen mendengar lantunan suara merdu mas Zai menyebut kalam Allah. Mas Zai selalu membacakan sholawat dikala aku gak bisa tidur. Melakukan qiyamulail bersama. Muroja’ah bersama hingga sholat berjama’ah. Wanita mana yang tak beruntung mendapatkan suami yang baik dan sholeh. Bahkan mas Zai selalu makan dan minum di bekas ku.

Tak terasa seminggu lagi aku akan berangkat ke Turki untuk melanjutkan pendidikan ku yang kurang dua tahun lagi. Rasanya begitu berat meninggalkan mas Zai. Sebelum memutuskan untuk menikah dengan mas Zai. Aku sudah mengatakan semuanya, dan mas Zai
menyanggupinya. Mas Zai justru sangat mendukung penuh untuk study ku disana. Aku benar-benar berat sekali pergi jauh dari mas Zai. Seketika lamunan ku buyar mendengar suara pintu kamar terbuka dan ternyata mas Zai.

“Mas sudah pulang, tumben cepet banget. Apa ada yang ketinggalan?” Tanya ku cerocos padanya. Sembari menuju mas Zai aku langsung menyalaminya. Dan meletakkan tas nya di meja kerja.

“Mas sengaja pulang cepet. Biar bisa memandang wajah istri mas yang cantik ini,” ujarnya dengan mecubit pipiku dengan gemas.

“Mas,” panggilku dengan penuh maksud. Belum sempat Mas Zai menjawab.

Aku langsung menghambur memeluknya. Aku benar-benar gak kuat menahan sesak di dada yang
begitu menyesakan.

"Cup-cup, kenapa istri mas yang cantik ini, hmmm?. Kenapa Sya?.
Coba cerita ke mas, ada apa? Kenapa sampai nangis bengini. Apa ada yang menyakiti kamu, sayang?” ujarnya sembari menenangkan ku. Karena tangsiku begitu pecah di pelukan mas Zai.

“Abel, Aaa-bel seminggu lagi berangkat,” tangsiku benar-benar pecah. Sejenak Mas Zai seperti menghela nafas.

“Abel gak mau pisah jauh dari mas, Aaa-bel,” ucap ku terhenti sembari membenamkan wajah ku di dada bidangnya mas Zai. Aku masih belum mau melepaskan pelukan ku. Dan
memegang erat mas Zai di balik punggungnya. Dan mas Zai masih setia mengelus kepalaku. Hingga kemeja Mas Zai benar-benar basah karena pecahan tangisku yang membanjiri kemejanya.

“Syabella istri Mas yang cantik, dengarkan mas ya?, Tholabul ilmi faridhotu ‘ala kulli muslimin. Bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Mas meridhai di setiap langkah mu Sya. Dan Allah sudah memberikan kenikmatan yang banyak. Jika kita tidak menggunakanya, maka kita akan menjadi orang yang merugi. Seperti yang tercantum dalam surat al mulk ayat 10. Sya hafalkan surat al mulk?”.

Hatiku agak menjadi lebih tenang sedikit.“ Iya, Sya hafal kog”.

“Sya ingin gak masuk surga bersama Mas?” tanyanya padaku.

"Abel pengen masuk surga sama mas Zai. Abel mau sama mas Zai terus sampai akhir hayat” ucap ku pelan.

“ Kalau Sya ingin masuk ke surga bersama mas. Turuti ya perkataan mas, Sya harus tetap belajar. Mas akan mendukung penuh. Rasulullah Saw bersabda: siapa yang menempuh
jalan untuk mecari ilmu, maka allah akan mudahkan baginya jalan menuju ke surga.”

“Iya, Abel pengen masuk surga.”

“Nah sekarang jangan nangis lagi. Mulai sekarang persiapkan barang yang akan di bawa, nanti mas bantu. mas mau bersih-bersih dulu.” Ucap mas Zai sembari menghapus bekas air mata yang melewati pipiku.

Dua hari setelah menikah aku diboyong mas Zai kerumahnya. Dan
ternyata mas Zai suami yang benar-benar Allah kirimkan untuku. Aku terkadang masih merasa malu dengan Mu ya rabb. Kau memeberi ku kenikmatan yang luar biasa. Justru aku enggan untuk beranjak menuntut ilmu lagi di jalan Mu. Sungguh, maafkan aku ya rabb. Mulai sekarang aku akan memantapkan hati ku untuk menuntut ilmu lagi dijalan Mu .

Selayang rindu di negeri dua benuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang