satu

129 7 0
                                    

Hari ini aku sangat bahagia. Karena hari dimana aku akan dinikahi seorang pujaan hati yang aku cintai yaitu Zidan Syamsul Arif. Namaku Syabella Khailil Akbar. Biasa di panggil Abel atau Syabella.

Dan pagi ini mentari nampak muncul malu-malu untuk mengeluarkan aura jingganya. Dan aku agak sedikit malu dan gugup namun hatiku berbunga sama seperti halnya mentari yang akan sebentar lagi bersinar menyinari kebun-kebun belakang rumah yang di penuhi oleh bunga-bunga mawar yang indah.

"Aduh anaknya ummah cantik sekali," puji ummah pada ku.

Jangan di tanya seperti apa pipiku ini. Pasti sudah seperti kepiting rebus. Beruntung karena tertutup polesan lukisan cantik dari mbak-mbak yang turut membantuku untuk memoles wajah ku.

"Aku tahu dek, kamu pasti gugup. Yaa kan," jeda sejenak "ciyeeee pipinya merah."

"Sudah ilmi jangan godain adikmu. Nanti tambah malu dianya," nasehat ummah pada kak Ilmi.

"Syukurin wleeee," ledek pada kak ilmi.

Bunga-bunga di belakang rumah nampaknya tahu apa perasaan ku. Mereka bermekar indah dan banyak lebah yang datang. Bunga-bunga yang menebarkan aroma wangi layaknya parfum manusia. Dan rumah ku kali ini memang benar-benar penuh dengan hiasan bunga.

"Bagaimana saksi," ucap pak penghulu.

"SAH."

Terdengar ucapan yang melegakan hatiku. Ucapan syukur tiada hentinya dari dalam palung hatiku yang paling dalam. Tak luput juga semua orang yang hadir dalam acara akad nikah ku bersama mas Zai.

Aku memanggilnya mas Zai. Dari raut muka mas Zai juga nampak kelegaan hati yang luar biasa. Kalbu ku berdegub kencang berharap mas Zai tidak mendengarnya. Proses demi proses ijab qobul sudah dilalui dan dengan debaran kalbu yang begitu membuncah luar biasa.

Sungguh rasanya seperti balon ingin meledak. Dan seperti naik roolcoster yang naik turun. Apalagi ketika mas Zai mencium keningku dan membacakan do'a sembari telapak tangannya menempel di ubun-ubun ku. Dan kini aku sudah sahenjadi istri dari mas Zai. Aku dan mas Zai tak pernah berpacaran. Entah mengapa tiba-tiba mas Zai beserta keluarganya datang ke rumah untuk melamar ku, dan aku tidak langsung menjawab untuk menerimanya.

Karena banyak hal yang aku fikirkan termasuk kuliah ku yang masih setengah jalan dan aku tempuh di negeri dua benua yaitu Turki. Butuh waktu satu minggu untuk menjawab lamaran dari mas Zai. Setelah melalui sholat isthiqoroh dan pemikiran yang matang, aku menerima lamaranya. Karena menurut ku mas Zai adalah laki-laki yang baik dan tahu tentang agama. Dan juga banyak kaum hawa yang menyukainya. Namun pilihan mas Zai jatuh pada ku. Abi pernah bilang pada ku bahwa laki-laki yang baik akan menahan dan menjaga pandangannya.

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman. Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluanya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat." ( QS. An-nur [24]:30).

Ketika mentari pergi tergantikan oleh senja yang manawan dan silih berganti menghadirkan bintang dan rembulan yang bersinar sama seperti halnya diriku dan Mas Zai. Bersinar benderang.

Raut wajah Mas Zai juga nampak sumringah. Kelegaan yang luar biasa.
Semesta telah mempersatukan takdir yang begitu indah. Begitu banyak batu loncatan dan batu kerikil yang aku dan Mas Zai jalani, sebelum akhirnya memutuskan untuk mantap menikah dan menempuh jalan Sang Semesta.

Benar-benar hal yang indah telah menghadirkan sosok laki-laki
yang begitu aku kagumi. Semoga bisa membawa ku ke jannahNya bersama-sama. Aamiin.

"Mas," panggilku kepada Mas Zai di saat aku baru keluar dari kamar mandi untuk membersihkan diri. Ku lihat Mas Zai dengan santai bersender di tempat tidur.

"Iya, Sya kenapa?."

"Cuma mau manggil aja, hehehe."
Mas Zai nampak mendekat ke arah ku.

" Mas mau sholat dulu, kamu lagi halangan kan?," Tanya mas Zai kepadaku. Lalu beranjak ke kamar mandi.

Jantungku berpacu dengan kencang tat kala Mas Zai mendekat, aku hannya mengangguk karena tadi aku bilang ke mas Zai kalo perut ku sakit.

Tuhan sudah menggariskan semuanya sesuai dengan kotak waktunya masing-masing. Dan aku pun masih tak menyangka menikah di usia yang terbilang muda dan masih menimba ilmu. Namun semesta mempertemukan ku dengan seseorang di luar logika ku.

Selayang rindu di negeri dua benuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang