Tujuh

34 3 0
                                    

Memasuki area pelataran Blue Mosque aku masih terkagum-kagum akan Maha karya Sedefkar Mehmed Aga. Meskipun bukan untuk yang pertama kalinya. Gaya arsitektur otoman klasik menambah nilai tersendiri bagi Blue Mosque pada masa pemerintahan sultan Ahmed I.

"Ada hal yang harus kamu tahu Sya." Ucapnya tiba-tiba membuyarkan lamunan ku yang masih menikmati keindahan arsitektur Blue Mosque. 

"Aku membawa mu kesini dengan suatu alasan," jeda sejenak lalu melanjutkan kembali langkahnya.

"Na, bisa tolong kamu ajak main Alif sebentar, 10 menit tidak lama," titahnya pada Anna.

"Alif main dulu ya sama aunty," suruhnya pada Alif. Anak kecil itu hanya mengangguk tanpa ada sepatah kata sanggahan darinya. Sepertinya kak Zafran mendidik Alif dengan sangat baik.

Kami masih berada di kawasan Blue Mosque karena tempat disini nyaman untuk menikmati keindahan kota Turki dari sudut yang berbeda.

"Dalam benak mu, pasti terheran kenapa aku sudah memiliki anak? . Aku sebenarnya kakak kandung suami mu, aku memutuskan untuk tinggal di Malaysia sudah 5 tahun dan ketika mendengar Zaidan menikah, aku begitu senang," jelasnya.

Aku terpaku mendengar penjelasan dari kak Zafran. Kenapa hal semacam ini tidak aku ketahui. Lalu masih adakah rahasia lain yang belum aku ketahui tentang suamiku?.

"Ini semua begitu rumit. Aku tidak bermaksud merebut Andin dari Zaidan. Tapi karena kami sama-sama saling mencintai. Andin itu adalah tunangan suamimu, tapi dia meminta putus karena dia begitu tertekan ketika dengan Zai. Tapi Zaidan seolah mengira aku merebut dia darinya. Aku jauh-jauh kesini untuk menemui mu dan menjelaskan semuanya, karena Zai tak pernah mau mendengarkan penjelasan ku sedikit pun" Ocehnya kak Zafran.

Aku sudah siap dengan segala masa lalu mas Zai. Meskipun kenyataan pahit yang harus aku telan bahwa mas Zai memiliki hubungan tak harmonis dengan kak Zafran. Bahkan sudah menganggap kak Zafran bukanlah bagian dari keluarganya.

" Lalu dimana ibunya Alif," celetuk ku .

"Setahun yang lalu dia sakit dan Allah sudah mengambilnya." ku lihat butiran bening hampir menetes dari sudut mata kirinya.

"Maaf aku tidak bermaksud..." ucap ku dengan ibanya.

Kak Zafran mengela nafas sejenak mungki untuk menghilangkan beban sesak di dadanya karena begitu sulit menyakitkan. "Tak apa, setiap orang yang belum mengenal ku pasti akan bertanya dimana ibunya Alif. Dan kamu tau Sya?, wajahmu mirip sekali dengan Alm. Ibunya Alif."

Jederrr... bagai di hantam palung hati ku, langkah ku terhenti untuk mencerna semua ini. Ketika mendengar bahwa ibunya Alif mirip denganku. Lalu apakah mas Zaidan menikahi ku karena memiliki wajah yang sama dengan tunangan yang dulu?. Perasaan itu segera di ku tepis .

"Aku minta tolong sama kamu Sya."

Aku masih terdiam dan mendengarkan penjelasan dari Kak Zafran. Kenyataan yang harus aku ketahui dari orang lain bukan dari suami ku sendiri. Mungkin cuaca hari memang benar-benar suram. Seakan langit mendukung wajahku untuk sama dengannya.

Setelah kurang lebih setengah hari kami berada di kawasan Blue Mosque akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Cuaca di Turki kali ini memang kurang bersahabat. Orang-orang yang tak biasa dengan cuaca dingin mungkin akan terasa begitu berat terutama juga untuk ku.

Ketika kami hendak akan masuk ke stasiun metro, aku terdiam terpaku melihat sosok di depan ku dengan rahang yang mengeras dengan tangan yang mengepal. Aku baru kali ini melihat dia begitu menahan amarah. Sosok yang selama ini aku rindukan berdiri tak jauh dari kami. Sama halnya dengan Anna yang menggenggam tangan ku begitu erat.

Selayang rindu di negeri dua benuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang