Enam

35 2 0
                                    

Perbedaan waktu antara Turki dan Indonesia terkadang sering membuat ku bangun tengah malam untuk sekedar menelfon umma atau pun mas Zai. Namun akhir-akhir ini semenjak aku bertemu dengan kak Zafran komunikasi ku dengan mas Zai sedikit renggang. Di sela-sela waktu renggang berusaha untuk menghubunginya namun tak ada satuan panggilan balik darinya.

Terdengar azan di balik waktu yang tersembunyi karena langit tampak mengeluarkankan tangisnya.

Ceklek

Suara pintu kamar asrama ku terbuka. Rupanya Anna yang habis lari terengah-engah karena hujan salju.

"Kamu jadi ketemu kak Zafran Sya!" sibuk Anna sembari mengibas-ngibaskan bajunya.

"Aku rasa jangan sekarang deh, cuacanya lagi gini banget. Terus juga menurut ku kau minta izin dulu dengan suami mu," perintahnya pada ku.

"Aneh An, sudah seminggu ini gak ada telfon atau juga pesan dari mas Zai."

Perasaan gusar akan jiwa manusia terkadang sudah hal yang biasa. Jiwa tak tenang dalam setiap langkah hidup membuat aku terus belajar untuk lebih khusyu dalam menghadap semesta. Hakikat hidup sebenarnya dalam diri ku juga masih dalam keambiguan. You know lah setiap manusia kadang punya visi dan misi dalam hidupnya.

Bagi ku bisa tetap menjalankan Perintahnya dan menjauhi Larangan adalah suatu hal yang haru di lakukan.  Selelah  apapun  dalam mencari urusan dunia sempatkanlah waktu dalam tiap hari untuk menghadap Nya. Kadang manusia datang kepada Nya ketika dalam mode down. Tapi itu justru lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Jarum analog yg menggantung di dinding. Menampakkan ku untuk segera beranjak dalam sepertiga malamNya. Ketika aku akan memulai start dalam hal kebaikan amat sangatlah berat, terlebih mata terkadang tak pernah singkron dengan pikiran. Dalam sepertiga ini, selalu menyebut nama yang sudah mengisi relung hatiku. Meskipun hati begitu menggebu tuk bertemu namun seperti ada dinding yang tinggi.

Pagi buta yang menyerang memang begitu dingin, seiring butiran kapas putih yangg terus turun. Jalanan nampak sepi hanya sedikit dari mereka yang mau menampakkan diri.

Langkah kaki ku beradu dengan turunan salju. Anna mengeratkan mantelnya. Meskipun sudah berpakaian tebal namun masih tetap rasa dingin masuk hingga ke sendi-sendi tulang.

"Ini cukup jauh loh Sya. Yakin nih kamu mau menemui kak Zafran?." ucapannya dengan bibir yg membeku.

"Bismillah aja An. Aku hanya ingin berfikir positif. Pasti semua akan baik-baik saja." Langkah ku agak nampak terburu untuk menuju satupun metro.

Seminggu yang lalu aku menghubungi kak Zafran. Aku menyetujuinya untuk bertemu di stasiun Osmanbey. Osmanbey adalah stasiun transit tercepat bawah tanah jalur M2 metro istanbul. Maka tak heran jika lalu lintas disini begitu padat.

"Assalamualaikum kak, maaf sedikit terlambat."

Aku dan Anna menghampiri kak Zafran. Mengingat karena dia lebih tua dari kami berdua. Maka aku memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan kakak.

Sebelumnya dari nampak jauh aku sempat bertanya dalam hati. Siapa anak kecil yg kurasa berumur 3,5 tahun yang di gendong oleh kak Zafran. Ah sudahlah itu nanti saja. Sekarang harus cepat-cepat supaya tak ketinggalan kereta.

"Wa'alaikum salam, tak apa. Ayo masuk. Sebentar lagi kereta akan berangkat. Aku akan menjelaskan nanti semuanya". Ucap kak Zafran dengan gendongann anak kecil yang imut.

Ah mengingat anak kecil, sampai saat ini pun aku belum menjadi istri yang sesungguhnya. Anna juga nampak menyenggol pelan bahuku. Namun dengan kode mata  aku memberinya isyarat untuk membahasnya nanti. Kami bertiga benar-benar terburu-buru.

Mengingat kenapa kak Zafran meminta ku untuk bertemu di stasiun Osmanbey, aku juga kurang begitu tahu.

Akhirnya kami masuk ke dalam kereta mencari  tempat duduk.
Rasanya sedikit lega. Mengingat di luar udara begitu dingin.

"Oh ya Sya, kita akan menuju ke Blue Mosque."

" Blue mosque?" tanyaku dengan menautkan alis mata.

" Iya, disana juga ramai. Oh ya ini anak ku namanya Alif."

Aku sedikit kaget dalam hati. Kak Zafran sudah punya anak?. Lalu dimana ibunya?. Kenapa tidak dengan Ibunya ke sini?.

"Alif itu aunty Anna. Yang sebelahnya aunty Syabella."

Kami duduk bersebrangan. Aku dengan Anna. Kak Zafran dengan Anaknya.

"Hai Alif, salam kenal sayang."  sapa Anna pada balita mungil itu.

"Alif, salam kenal juga. Kamu imut sekali."

Aku lihat alif nampak turun dari dekapan kak Zafran.

"Pa-pa, lif ke onty", ku sedikit dengar omongan Alif,  kak Zafran nampak mengangguk.

Tanpa ku sadari Alif berdiri di depan ku. Dengan wajah yang super imut. Dia terus memandang ku. Dan meminta untuk duduk di pangkuan ku.

Mata ku hanya kaget. Tubuhku menegang. Anna nampak heran dengan anak kecil yang tiba- tiba minta duduk di pangkuan ku dan begitu erat memeluku. Namun lain lagi dengan Kak Zafran, nampak biasa saja.

Mengingat tujuan kami ke Distrik Sultanahmeth yang memuat banyak kisah sejarah seperti blue mosque tempat yang akan menjadi kami datang ke Distrik Sultanahmeth. Sultan Ahmed Mosque turis asing biasa menyebutnya dengan Blue Mosque karena langit-langitnya yang berwarna biru, hingga Grand bazaar pasar yang sudah di buka sejak tahun 1455 M.

Untuk mencapai distrik tersebut kam turun di stasiun Aksaray dan lalu melanjutkan perjalanan dengan naik trem.

Mengingat Blue Mosque aku menjadi teringat dengan mas Zai. Ya.. Pertemuan pertama dengan suamiku.

******

Hai, maaf banget nih baru update.

MAAF KALO BANYAK TYPO

jazakumullah ktduran katsiran

Pokoknya terima kasih banyak yang udah mau mampir.

Selayang rindu di negeri dua benuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang