sembilan

55 3 0
                                    

Malam nampak menangis dari jatuhnya butiran air kecil namun cukup mencekam. Angin begitu menusuk tulang ku. Kilatan petir terdengar namun tak segemuruh hiruk pikuk mesin transportasi yang terus menggema di setiap jejak langkah menuju peraduan yaitu rumah.

Ku buka pintu yang masih tertutup rapat dengan butiran air yang masih menempel, serta nafasku yang masih terengah-engah karena berlari dari pintu gerbang rumah. Tak ada satupun lampu yang menyala. Aku berusaha mencari suami ku di setiap sudut rumah namun nihil. Pikiran ku kacau, benar-benar bingung. Tapi diriku teringat lantai atas yang belum ku pijaki. Perlahan ku mencari saklar lalu di balik ruangan yang dekat dengan ruang kerja mas Zai terdengar lantunan suara merdunya menyebut nama semesta. Saat diriku membuka pintu  tiba-tiba ada yang menepuk bahuku.

Perlahan aku membuka mata ternyata hanyalah sebuah mimpi. Saat mataku sedikit perlahan membuka. Tepat di samping ku mas Zai sedang membaca Al Qur'an.
Mungkin karena menyadari akan mata ku yang terbuka mas Zai menyudahi bacaanya.

"صد ق الله العظيم."          
"Mas haus" lirih ku.

Tak menunggu lama mas Zai mengambil air minum yang ada di sebelah tempat tidur ku. Tenggorokan ku rasanya benar-benar kering dan entah sudah berapa jam aku tidak sadarkan diri. Mengingat tempat yang kulihat serba putih bisa di tebak kalau aku sekarang berada di rumah sakit.

"Mas kenapa aku bisa disini? Aku ingin pulang ke asrama" kataku dengan gelisah.

"Sya, tenang dulu. Kamu harus banyak istirahat ya. Besok kamu bisa pulang" katanya pelan dengan tangan yang mengelus-elus punggung tangan ku.

"Sudah berapa lama aku disini?" tanya ku.

"Seharian kamu tak sadarkan diri, kamu pasti mimpi buruk kan?" tanyanya pada ku.

Ah mengingat kejadian sebelum aku pingsan benar-benar membuatku pusing. Tak lama kami saling terdiam, aku memberanikan diri menanyakan semuanya.

Hening

"Kenapa mas sembunyiin semuanya dari aku?. Apa mas masih menyimpan rasa sama  mbak Andin?. Tolong jelaskan semuanya" omong ku tiba-tiba dengan pandangan yang datar dan kosong.

"Sya dengarkan-" ucapnya tergantung di iringi pintu yang terbuka.

"Assalamualaikum, ya allah akhirnya kau sadar" ucap Anna yang datang langsung memeluk ku. Belum sempat diantara kami yang menjawab.

"Syukurlah kamu sudah sadar dari kemaren aku khawatir banget. Lain kali kalo mau pergi jangan sendirian ya" tambahnya namun ku jawaban dengan anggukan dan senyum getir.

"Untung kau bertemu dengan suami mu coba kalo gak, ah gak bisa bayangin aku Sya."

"Wa 'a laikum salam An," jawab mas Zai.

"Eh iya lupa," cengir Anna.

Aku masih terdiam sesekali tersenyum getir dan mengangguk  untuk menjawab ocehan Anna. Memang belakangan ini aku kurang menjaga kondisi ku. Terlebih masalah yang tak kunjung selesai. Aku percaya setiap masalah selalu ada jalan keluarnya.

Dari Nabi SAW , beliau bersabda:
Allah Subhaanahu wa ta'ala berfirman: "Hai anak adam jika kamu bersabar dan ikhlas saat tertimpa musibah, maka aku tidak akan meridhai bagimu sebuah pahala kecuali surga." (HR. Ibnu Majah )

Aku yakin bahwa ujian ini akan menjadikan ku manusia yang lebih baik lagi kedepannya dalam menghadapi segala hal cobaan di bumi. Agar lebih tangguh dalam menghadapi bahtera rumah tangga. Sehingga tak mudah tergoyah oleh lemparan kerikil yang menghujam.

Kondisi ku benar-benar lemah. Ibarat daun mungkin tinggal gugur saja. Tapi aku tetap berusaha kuat baik-baik saja. Semoga melalui sakit ini dapat menghapus segala dosa-dosa ku yang telah lalu.

Selayang rindu di negeri dua benuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang