DUA

1.2K 194 51
                                        

"Sayang!" Jean terperanjat saat seseorang merangkulnya dari belakang. Ia hafal betul suara siapa itu, padahal begitu bel pulang ia sudah bergegas meninggalkan kelas supaya tak bertemu. Tapi apa ini? pria ini malah menemukannya.

"Sayang jidat lo! lepas." Jean mengembuskan napas kasar seraya berusaha menyingkirkan tangan pria yang bertengger di pundaknya.

"Ei, galaknya. Ayo pulang bareng, gue baru dibeliin mobil baru." Dia adalah Park Sunghoon, teman kecil Jean yang sangat angkuh, selalu memandang remeh orang-orang kecil dan paling anti dengan orang yang punya kekurangan fisik.

"Gak mau, gue naik ojek online aja."

"Ayolah ... "

"Gak mau."

"Jean, come on babe."

"Shut up, Park!"

Jean akhirnya pergi meninggalkan Sunghoon, ia berusaha berjalan cepat supaya tidak ke kejar oleh laki-laki gila yang suka seenak jidat.

"Heh, cacat! Bisa sopan dikit gak waktu ngelewatin kakak kelas? Datar banget mukanya, lo harus senyum kalo berhadapan sama kakak kelas." Jean menahan langkahnya saat mendengarnya, dengan cepat dia membalikkan tubuhnya dan mendapati Sunghoon tengah menoyor kepala adik kelasnya berkali-kali.

Tidak, kali ini dia tak sendiri, ada satu anak lagi di sana.

"Oh, lo berdua itu kakak beradik yang cacat kan? Eh, bukan. Cuma si pucet doang deh yang udah normal, Gimana kabar lo, Taki? Kenapa nekat banget sekolah di tempat orang-orang normal?" ejeknya yang membuat Jean tersulut emosi, pagi tadi Naya lalu jam istirahatnya teman-temannya dan sekarang Sunghoon ikut-ikutan. Tapi memang sih, Naya dan Sunghoon tidak ada bedanya, mereka sama-sama tukang bully yang sudah pro di sekolahnya.

"K-kak tolong jangan hina saudara saya—" suaranya terputus saat Sunghoon mendorong adik kelasnya hingga tersungkur ke tanah.

"Pada dasarnya orang cacat itu lemah dan gak bisa ngelakuin apapun selain nangis, benar kan Taki? Orang kayak lo mending masuk SLB aja." Sunghoon mendorong Taki hingga ikut tersungkur ke tanah.

"Park Sunghoon, gak ada abis-abisnya lo!" Buk! Jean kemudian meninju perut Sunghoon hingga pria itu terbatuk-batuk.

"Lo berdua gapapa?" tanya Jean yang khawatir sembari membantunya berdiri.

"Hei, Jean what's wrong with you?" Jean menoleh, menatap sinis Sunghoon.

Mayoritas anak-anak di sini memang memiliki kesombongan tingkat dewa, yang fisiknya sempurna merasa dirinya adalah dewa sehingga tanpa segan menghina orang-orang yang fisiknya di bawah mereka. Belum lagi mereka yang menyombongkan kekayaannya orang tua, benar-benar membuat Jean muak.

"Lo yang kenapa!? dia cuma jalan dengan wajah datar bukan berati dia gak sopan!"

Sunghoon mendengus kasar. "Lo emang gak bisa di ajak asik kayak Naya."

"Lo berdua pulang duluan, maafin ulah temen gue yang bikin kalian takut. Hati-hati  ..." Mereka berdua kemudian pergi meninggalkan Sunghoon dan Jean.

"Sunghoon gue gak mau kejadian tahun lalu terulang, jangan buat anak kayak dia tertekan buat sekolah di sini. Jangan sampai Taki kayak Jeje—" Jean tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya, rasanya sangat berat. Dan rasa bersalah masih terus ada melingkupi dirinya, sampai kapan pun. Sebab ia gagal mencegah Jeje untuk tak melakukan hal bodoh.

"Kejadian Jeje itu bukan salah lo, itu salahnya sendiri yang maksain diri buat sekolah di sini padahal dia tau kalo orang cacat kayak dia gak bakal di terima baik di sini. Harusnya dia sama Taki itu masuk SLB supaya bisa di hargai—" buk! Jean kembali meninju perut Sunghoon.

Junior [TAKI]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang