bagian 5

62 3 0
                                    

Saat seharusnya semua orang mengawali aktifitas mereka, pagi itu Senja harus rela terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Kini usia kandungannya sudah masuk bulan ke enam, saat mereka yang tengah mengandung selalu ada suami yang siaga, Senja harus puas karna di sisinya hanya ada sahabat dan calon istrinya. Dokter telah berulang kali mengatakan, janinnya harus diangkat, sebab ini tak akan baik untuk kesehatan ibunya. Tapi bagi Senja, dia tidak berarti apa-apa dibanding calon anaknya.

Dia sangat sadar, selama ini terlalu merepotkan mereka. Sedikit menahan rasa sakit Senja berusaha bangkit dan segera pergi, baginya kini sudah saatnya dia berusaha mandiri, tidak ingin lagi jadi benalu dalam kehidupan orang lain.

Berjalan menyusuri gang sempit belakang rumah sakit, Senja berniat mencari pekerjaan, entah apapun itu yang penting halal. Berbekal uang yang sering dikasihkan Tio padanya, yang katanya supaya Senja tidak sungkan saat menginginkan sesuatu, ia mampir di sebuah warteg, sekedar untuk mengisi perutnya. Dari situ dia mendengar obrolan ibu penjual warteg dan salah satu langganannya, yang katanya ada seseorang yang mencari pembantu rumah tangga.

"Bu, di mana alamatnya? Saya mau bu jadi pembantu rumah tangga"
Ibu penjual warteg yang sejenak menghentikan aktfitasnya melayani pelanggan, memperhatikan Senja dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Aduh, mbak serius? Tuh perutnya gede gitu"

"Saya gakpapa bu, saya butuh pekerjaan untuk menghidupi anak saya kelak" menahan cairan bening di matanya Senja berdiri menghampiri ibu penjual warteg sambil memegang kedua tangannya.

"Baiklah mbak, nanti saya antarkan ke rumah mbak Lena ya, oh iya, mbak siapa namanya?"

"Saya Senja bu,"

"Baiklah mbak Senja, saya bersiap dulu, tunggu sebentar ya"

"Makasih bu"

Pagi itu Senja benar-benar telah diantar ke rumah mbak Lena, dia ditunjukkan dimana kamarnya. Walaupun sebelumnya Lena sempat ragu, melihat Senja yang ternyata tengah hamil besar. Tapi berkat kegigihan Senja dia mampu meyakinkan Lena untuk bisa menerimanya.

Hari itu juga, langsung segera melakukan pekerjaan yang seharusnya. Tidak lebih dari 4 jam semua telah selesai,

"Senja, kamu bisa masak rendang nggak? Soalnya calon suamiku akan datang malam ini"

"Bisa mbak, saya akan buatkan"

"Jangan panggil saya mbak, Cukup Lena, karna kita seopertinya seumuran"
"Baiklah Lena" senyum manis menyungging di bibirnya.

"Ja, suami kamu kemana?"

Mendengar pertanyaan itu badan Senja menegang, "sa- saya sudah bercerai mbak eh Len"

"ya ampun, kondisi hamil begini kamu di cerein"

"Dia salah faham Len, " Senjapun menceritakan semua. Karna dirasa dia tidak boleh menyembunyikan apapun, takut kelak anaknya mendapatkan gunjingan dari orang-orang.

"Sabar ya Ja, aku yakin suatu saat mantan suamimu akan sadar"

"Aamiin Len,"

Setelah semua selesai dihidangkan di meja makan, Senja berniat ingin merebahkan badan sejenak di kamarnya, saat baru beberapa langkah,

Tok tok tok

Memutar arah dan berbalik menuju pintu. Bagaikam tersengat aliran listrik yang bertegangan besar, saat melihat sosok yang berdiri menjulang di depannya adalah mas Langitnya.
Mungkin tidak jauh berbeda dengannya pria di hadapannya juga nampak tak kalah kaget begitu melihat siapa yang membuka pintu.

"Hai, Erlan kenalin ini Senja, dia kerja di sini mulai hari ini, Senja ini Erlan calon suami aku"

"Senja"

Langit Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang