Bag 3

38 2 0
                                    

Dalam rasa sakit yang dirasa, wanita itu tak mampu berucap, walau hanya sekedar membela diri. Bukan karna takut, tapi sakit yang dalam arti sebenarnya. Rasa mual yang bergejolak dalam perut, sakit kepala juga demam. Namun, dia tahan, hanya karna tak ingin menyusahkan orang-orang disekitarnya.

Gubrakk,

Terpelanting dalam sekali hentakan tangan, wanita malang itu punggungnya menghantam badan pintu rumah utama.

"Auw, sa..kit mas"

Mungkin Tuhan sedang mengujinya, orang terkasihnya kini sedang murka. 

"Senja Lutfiana mulai detik ini juga engkau aku talak!"

Degh

Degh

Degh

Luruh sudah,  air mata yang dengan lancangnya membanjiri pipi nan mulus wanita malang itu.
Dia bisa apa? bahkan untuk sekedar menopang bobot tubuhnya saja dia tak mampu. Pergi begitu saja tanpa menoleh kearah belahan jiwanya, pria itu masuk kedalam rumah meninggalkan wanitanya yang tanpa daya.

"Bi, urusi perempuan ja*ang itu dan pastikan saya sudah tak melihatnya esok pagi ketika bangun."

Ya memang sedari tadi sang pembantu hanya mampu terdiam membisu, tanpa berani berbuat sesuatu. Meski rasa iba menyelimuti hatinya, tapi dia sadar ini bukan ranahnya.

Bak petir yang menyambar, oh tidak mungkin lebih dari itu. Sekecewa itukah lelakinya? Bahkan sekedar melihat wajahnya pun dia tak sudi. Sekotor itukah dirinya? Oh Tuhan apa yang harus wanita itu lakukan.

Berlinang air mata meski tanpa suara, dia mengumpulkan segenap energinya. Membuka tas bermerek yang berlambang C serta mengeluarkan segala isinya. Dia berpesan pada 'mantan' pembantunya, "Bi, ini semua pemberian mas Langit, saya sudah tidak berhak lagi memakai ini semua. Tolong serahkan padanya bi, karna saya harus pergi sekarang juga"
"Nyo_"

"Senja bi, panggil saja begitu, karna setelah mas Langit menalak saya, ssya bukan lagi majikan bibi."

"Sampai kapanpun bagi saya nyonya tetap majikan saya" tak kuasa menahan isak tangisnya bi Rum pun menghambur memeluk wanita itu, " nyonya mau pergi kemana?"

"Saya tidak tau bi, yang pasti Allah sudah menyiapkan tempat bagi saya"

"Kenapa dompetnya juga ditinggal nya? Nanti gimana kebutuhan nuonya?"

"Sudahlah bi, saya masih ada ini"

"Itu mana cukup nya, masya Allah, itu cuma uang 20 rb dapat apa nya?" Setengah berbisik, wanita paruh baya itu mengutarakan apa yang ada diujung lidahnya.

"Bi, saya datang kesini cuma baya pakaian yang melekat ditubuh saya, begitupun seharusnya saat saya harus keluar dari rumah ini."

"Bibi yakin, tuan Erlan cuma emosi sesaat nya, besok pagi pasti sudah reda. Nyonya jangan pergi ya?"

"Dia sudah menceraikan saya bi"

~

"Kurasa cukup sampai disini"

"Kenapa?? Apa kamu tidak percaya sama aku mas?". Lirih wanita malang itu seolah bicara sendiri. Berjalan keluar pagar rumah mewah mantan suaminya, lantas memutar tubuh sejenak memandang sambil mengusap perut ratanya bergumam, 'papimu belum sempat tahu keberadaanmu nak," lalu berbalik dan melangkah pergi bersama luka.

Berjalan menelusuri jalanan yang becek karna guyuran hujan, sesekali berhenti karna merasakan badan yang sedang tidak baik-baik saja.

Next gak nih?

Langit Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang