[3] remorse

737 168 25
                                    


"Lo mau kemana?" tanya Eric ketika pria itu baru terbangun dari tidurnya melihat Junkyu yang udah rapih.

"Mau ke tujuan hidup," Junkyu meraih tas ranselnya-ralat, tas ransel milik Eric yang pria itu pinjam untuk menemui Sena.

"Bucin akut," ledek Eric.

Pria bermaga Son itu menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya, kembali tertidur. Waktu seperti ini harus Eric manfaatkan, di hari libur sekolah dan libur tugasnya pria itu akan seharian di kasur tanpa beranjak atau menapakan kakinya ke lantai.

Tapi seperkian detik Eric terbangun dari tidurnya, lalu menoleh ke kalender yang ada di nakas. Eric hampir lupa kalau sekarang hari kematian Kim Yonghee setelah satu tahun berlalu. Dengan cepat pria itu masuk ke kamar mandi, bersiap-siap untuk ke makam temannya itu.

Omong-omong arwah Yonghee juga belom pergi dari dunia ini. Entahlah setelah memutuskan mengakhiri hidupnya, arwah itu menjadi sangat menyesal karena pilihannya yang ternyata salah besar. Memang benar manusia adalah makhluk yang penuh penyesalan.

Yonghee pikir setelah dia mengakhiri hidupnya semua masalah akan selesai, ternyata justru makin rumit. Dan keputusannya itu ternyata berdampak buruk terhadap keluarganya.

Keluarga Yonghee benar-benar jadi berantakan, mulai tante Bae yang di penjara karena setahun yang lalu menabrak ibu Kim Seunghun ketika ingin menghampiri anaknya, sampai bisnis om Kim yang bangkrut karena mitra kerjanya yang memutuskan hubungan setelah dapat kabar tentang istrinya om Kim.

Yonghee merasa terlalu egois dengan memilih jalan ekstrem untuk bunuh diri tanpa mempertimbangkan efeknya bagi orang di sekitarnya. Melihat tante Bae yang sangat menderita di dalam penjara karena kematiannya, dan om Kim yang gak semangat hidup jalani hari-harinya membuat arwah itu baru menyadari jika hidupnya bukanlah miliknya sendiri.

Oh iya, hari kematian Yonghee dan Junkyu berbeda 2 bulan. Dan tanpa sadar waktu berjalan begitu cepat walaupun rasa sakit masih terasa. Waktu memang gak membuat luka masa lalu lenyap, hanya menyembuhkannya sampai tingkat tertentu meninggalkan bekas luka pada orang tersebut.

Dan waktu mungkin gak dapat menyembuhkan luka-luka itu, tapi gak apa-apa karena bekas luka itu berfungsi sebagai pengingat betapa manusia gak sempurna, manusia cukup rentan untuk hancur tapi cukup kuat untuk bergerak maju.

Setelah selesai bersiap-siap Eric langsung menghilang ingin bertemu dengan Yonghee, gak perlu waktu lama pria itu udah ada di depan pintu masuk utama rumah abu manusia yang udah tiada, membuat arwah-arwah yang masih bergentayangan di dunia ini pada kabur menghindar dari Eric. Takut di angkut ke akhirat.

Tapi, ketika Eric ingin berjalan ke tempat pasu abu Yonghee matanya menangkap seorang pria berumur yang berdiri sambil menatap foto bingkai di samping pasu abu Yonghee. Orang itu Kim Junmyeon yang sering di panggil om Kim, ayahnya Yonghee.

Terlihat penampilan om Kim yang begitu kacau, dengan wajahnya yang gak keurus, sampai tubuhnya yang terlihat kurus. Memang benar hanya ketika orang kehilangan sesuatu mereka akan tahu nilainya. Intensitas rasa sakit ketika kehilangan anak adalah memang yang paling ekstrim, tapi cinta akan tetap lebih kuat dari yang lain.

Eric memutuskan untuk berdiri di depan pasu abu ibunya Kim Seunghun, lebih tepatnya di samping kiri dekat pasu abu Yonghee. Jarak antara keduanya hanya beberapa langkah, Eric berdiri berdampingan dengan om Kim sambil mendengar tangisan pria berumur itu.

"Seandainya papa tau waktu yang diberikan kepada kita sesingkat ini, papa akan menghargai setiap momen yang enggak penting," gumam om Kim dengan matanya yang menatap foto bingkai Yonghee dengan tatapan kosong.

"Kenapa kamu pergi sendirian? Kenapa kamu enggak ajak papa? Apa papa nyusul-"

"Jangan mencari kematian," celetuk Eric membuat perkataan om Kim terputus, dan pria berumur itu juga menoleh kearahnya. "Kematianlah yang akan menemukanmu."

Eric menoleh ke sisi kanan sampai matanya saling bertatapan dengan om Kim, seperkian detik Eric melirik ke sosok yang di samping pria berumur itu. Ada arwah Yonghee yang lagi menangis sesegukan.

"Ada momen yang gak ingin kita hadapi dalam hidup ini, sebelum menghadapi momen mengerikan itu kita membuat keputusan yang sepele, dan keputusan sepele itu akan mendatangkan kita dengan yang nama penyesalan," kata Eric, mencoba menyadarkan om Kim dari pikiran negatifnya itu.

"Kita harus melupakan hal-hal di masa lalu, kenangan yang kehilangan warnanya akan memudar seiring berjalannya waktu. Jadi, jangan merasa tersiksa dengan masa lalu, tapi lihatlah masa depanmu."

Setelah mengucapkan kalimat itu Eric langsung menjauh dari om Kim, tapi ketika hampir sampai di pintu masuk Eric membalikkan tubuhnya menoleh ke om Kim yang di peluk dari belakang sama Yonghee.

Pada akhirnya yang membantu mengatasi rintangan bukanlah pikiran, melainkan seseorang yang akan menggenggam tangan kita dan gak akan pernah melepaskan genggamannya.

Rumah yang di timpakan kepada kita dan luka yang di timbulkan dari luar rumah, dan juga rasa sakit yang di timbulkan oleh keluarga, orang yang memeluk kita dan berdiri di sisi kita sampai akhir tetaplah keluarga. Bagaimanapun keluarga lah segalanya.

Dan gak ada kehidupan yang gak memiliki kesulitan, cukup satu kata dari seseorang yang menjadi pusat kehidupan kita maka kita akan bisa bertahan hingga mampu melewati penderitaan sebesar apa pun.

"Sekarang lo maunya gimana?" tanya Eric ke Yonghee.

Setelah om Kim pergi, Eric dan Yonghee duduk di bawah pohon rindang dengan angin yang berhembusan membuat daun-daun dan ranting kecil bergoyangan sesuai arah angin itu pergi.

"Jangan terlalu lama nyalahin diri sendiri," kata Eric karena melihat Yonghee yang hanya menundukan kepalanya. "Enggak ada gunanya menyesal, enggak ada gunanya menangisi apa yang telah terjadi, waktu enggak akan bisa di putar kembali, tapi jangan pernah lupa apa yang telah terjadi."

"Gue cuma minta jangan pernah menghapus ingatan gue," adalah kalimat yang keluar dari mulut Yonghee setelah sedari tadi terdiam. "Sekalipun itu menyakitkan, karena bagaimana bisa gue melupakan orang-orang yang begitu penting di hidup gue hanya karena ingin menghilangkan kenangan-kenangan yang menyakitkan?"

Memang kenangan yang paling menyakitkan adalah saat kenangan kebahagiaan menjadi kenangan yang paling menyedihkan, walaupun ingin melupakan tapi di saat tertentu gak ingin melupakan kenangan-kenangan tersebut.

Kebahagiaan dan kesedihan seperti koin yang memiliki dua sisi yang akan silih berganti. Dan kenangan bukan hanya sebuah luka, tapi bisa jadi kenangan yang begitu indah. Tergantung kita yang hanya perlu menjalani kenangan ini dengan indah dan menyimpan kenangan itu di dalam hati.

Saat kenangan dan pertemuan indah bertemu bersama-sama kita ingin menjadi lebih baik. Hidup bukanlah menunggu badai berlalu, melainkan belajar menari di saat hujan. Dan jangan percaya hari esok, hari ini jauh lebih penting, karena hari esok kita bisa aja mati.





grim reaper





a/n:
Aku cuma mau kasih tau bagi yang pusing dengan alur ini, kalian bisa mampir ke htl karena sebelum ini ya di sana.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GRIM REAPER - EricTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang