「8」

578 95 0
                                    

Secarik kertas putih jatuh ketika winwin tengah merapikan meja nakasnya. Ia membungkukkan tubuhnya; tangannya mengambil kertas tersebut, lalu mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.

Winwin membuka lipatan kertas tersebut, lalu melihat isinya. Kedua matanya membulat—saat membaca isinya. Itu adalah surat yang yuta berikan padanya beberapa minggu yang lalu. Dimana disana yuta mengatakan bahwa ia tak sabar menemui winwin dan akan mengajaknya mengelilingi dunia.

Tertawa sumbang. Kekasihnya itu berbohong—pria itu tak menepati janjinya. Yuta meninggalkannya terlebih dulu. Mata winwin menatap keatas; mencoba menahan agar airmatanya tak menetes untuk ke sekian kalinya.

Gagal, setitik airmata berhasil jatuh, lalu turun melalui wajah manisnya.  Winwin lelah menangis—sangat lelah. Setiap kali ia mencoba, kenangan yuta selalu terbayang di ingatannya. Membuat ia kembali menangisi pria yang hanya tuhan yang tau dimana tubuhnya saat ini.

Ketukan pintu membuat tangisnya terhenti. Segera winwin menghapus airmata di wajahnya, ia meletakkan surat tersebut diatas meja nakas.

Cklek

"Boleh aku masuk?" Tanya johnny seraya menyembulkan kepalanya.

Mengangguk pelan—winwin mengijinkan johnny untuk memasuki kamarnya. Bagaimanapun juga ia butuh teman untuk mengobrol, setelah berhari-hari mengurung diri di kamarnya.

"Emm.. Ayahmu menyuruhku untuk menemanimu." ucap johnny saat telah memasuki kamar winwin. Terasa sangat canggung, itu sebabnya ia memberitau alasannya kemari.

"Duduklah.." Winwin menepuk sisi ranjang. Aneh rasanya jika mengobrol dalam posisi duduk sementara johnny berdiri.

Johnny menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia ragu. Perlahan ia mendudukkan dirinya disamping winwin. Otaknya berpikir cepat—memikirkan topik pembicaraan untuk membunuh suasana canggung antara ia dan winwin.

"Ee.. Bagaimana kabarmu?" Johnny menghadapkan tubuhnya ke samping untuk menatap winwin.

"Kacau.." Winwin menoleh seraya tertawa pelan.

Ugh! Johnny mengumpat dalam hati. Oke, itu adalah pertanyaan bodoh. Ia sendiri sudah melihat jelas bagaimana keadaan winwin. Pria manis itu terlihat menyedihkan dengan kedua matanya yang sedikit bengkak.

"Apa gambaran itu.. Yuta yang membuatnya?" Johnny mengubah pembicaraannya; dengan menanyakan gambaran yang terpajang di meja nakas. Ia harap winwin merespon pertanyaannya dengan baik.

"Ya." Jawab winwin singkat. Tangannya mengambil kertas putih yang berisi gambaran dirinya, lalu memperlihatkannya pada johnny.

"Apa yuta sering melukismu?" Tanya johnny lagi. Kali ini ia benar-benar tidak tau, sebab yuta tak pernah menceritakan kegiatannya saat bersama winwin.

"Tidak.. Gambaran ini adalah yang pertama. Dia selalu sibuk melukis objek lain." ucap winwin seraya menatap sendu kertas tersebut. Setiap kali ia melihat gambaran itu, wajah yuta akan terbayang di kepalanya.

"Dia sangat berbakat"

"Kau benar.." Balas winwin disertai senyuman kecil di bibirnya.

Hening. Selanjutnya tak ada percakapan di antara keduanya. Suasana canggung kembali menghampiri. Johnny tak tau lagi harus membicarakan apa, padahal—dulu, ia mudah sekali mencari topik pembicaraan.

"Apa.. Kau tak merasa bosan berada di kamar seharian?" Johnny kembali membuka mulutnya. Ia sendiri sudah tau apa yang harus dilakukan nanti.

"Sedikit.." Jawab winwin pelan. Mungkin hari-hari sebelumnya ia merasa nyaman berada di kamar seharian, namun hari ini ia merasa sedikit bosan.

"Kalau begitu ayo kita keluar! Mencari udara segar. Tak baik jika berada di kamar terus." johnny tersenyum saat winwin menerima ajakannya.

Tak ada salahnya winwin menerima ajakan johnny. Mungkin dengan itu, ia bisa melupakan yuta—untuk sementara.

---

"Apa salah satu dari mereka pernah menjadi kekasihmu?" Tanya winwin seraya melihat deretan foto yang terjejer diatas meja.

Saat ini winwin tengah berada di penginapan—bersama johnny tentunya. Untuk menghilangkan rasa bosan, johnny sengaja memamerkan puluhan fotonya; bersama wanita-wanita cantik dan beberapa uke.

Berulang kali winwin memuji foto tersebut. Johnny terlihat sangat keren ketika bersama mereka. Sangat mustahil untuk pria setampan johnny, jika salah satu dari mereka tak tertarik padanya.

"Tak ada satupun dari mereka yang menjadi kekasihku." ucap johnny seraya membuka bungkus rokok yang ia keluarkan dari sakunya.

"Kenapa?" Winwin meletakkan foto tersebut; menghadapkan tubuhnya pada johnny yang saat ini telah duduk di sampingnya.

"Mereka tidak mempercayaiku. Itu karena aku suka menggoda banyak orang." jawab johnny dengan raut sendu di wajahnya.

Winwin terbahak saat mendengar jawaban johnny. Membuat johnny mendengus kesal sembari menyalakan batangan rokok yang hinggap di mulutnya. 

"Apa kau pernah berciuman?" Tanya winwin dengan sedikit menjauhkan tubuhnya dari johnny seraya mengibaskan tangannya.

"Emm.. Lima kali?" Entah lah, johnny juga tidak tau berapa banyak orang yang berciuman dengannya.

"Sayang sekali.. Kau mendapatkan bibirnya, tapi tidak hatinya." ucap winwin dengan nada sedih.

Johnny meringis—betapa menyedihkan kisah cintanya. Mungkin itu karma; karena ia terlalu sering menggoda banyak wanita dan juga para uke, hingga saat ia mulai serius, tak ada satupun yang percaya padanya.

"Astaga—john!.. Bisakah kau mematikan rokokmu? Aku tak suka dengan baunya" pinta winwin dengan menutup hidungnya menggunakan kedua tangan. Sungguh, ia tak tahan dengan asap rokok.

Johnny mengernyit. Ia menarik rokok tersebut, lalu mengapitnya menggunakan jarinya.

"Bukankah yuta juga merokok? Harusnya kau sudah terbiasa dengan baunya.." Ucap johnny seraya kembali meletakkan rokok itu di mulutnya.

"Dia tidak pernah merokok ketika bersamaku." balas winwin dengan wajah datar.

Itu benar. Selama bersamanya, yuta tidak pernah menyalakan rokoknya. Karena dari awal winwin sudah memperingati mantan kekasihnya itu untuk tidak merokok ketika bersamanya. Terkadang winwin enggan memeluk yuta karena aroma rokok yang menempel di baju pria itu.

"Oh! Ayolah winwin.. Tak mungkin aku mematikannya. Mulutku terasa aneh jika tak menghisapnya." bujuk johnny dengan wajah memelas.

"Matikan.. Atau aku pergi?" Winwin bangkit; bersiap meninggalkan penginapan.

"Baiklah! Baiklah!.. Ini, aku sudah mematikannya." johnny mengalah. Ia mematikan rokoknya pada asbak yang terletak diatas meja.

Winwin tersenyum puas, lalu kembali mendudukkan dirinya. Senyuman itu membuat johnny ikut mengukir senyum miliknya.

Ah! Johnny bangga pada dirinya; karena berhasil membuat winwin tersenyum kembali.

.

.

.

TBC

Temen2 gua udh pada belajar (online) sedangkan gua blm. Misalkan klo gua belajar nnti, ya—gua gak bakal bisa serajin ini updatenya.

Huhu.. Anak2 gua bakal terlantar :(

Wish •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang