Happy Reading
"Kamu sudah mau pulang?" Tanya Mark yang menanyai Arin membantu Ryle untuk tidur diatas bantalnya, "iya pak." Jawabnya sepelan mungkin tidak menimbulkan keributan disamping Ryle
Mark mengangguk, "saya anter."
Arin terkejut, "Saya bisa pulang sen-"
"Cepat atau saya pecat." Tegas Mark dan Arin hanya menghembuskan nafasnya lalu mengekori Mark yang bertemu dengan Jeno di pintu kamar
Arin langsung membungkuk sopan dan Jeno membalas kemudian tersenyum tipis. Laki-laki itu menimbulkan aura yang lain dari pada Mark, ya jangan salahkan cara jalan bahkan tampangnya bak pangeran siapa yang tidak kalap melihatnya.
"Gue bakal balik lagi, mau nitip?" Tanya Mark dan Jeno menggeleng, "gue udah makan kok eh tapi boleh deh choco ice, gue gak pulang kayaknya." Sambung Jeno dan Mark mengangguk
Arin kembali membungkuk dan mengekori Mark dibelakangnya, Jeno yang melihatnya diam-diam tersenyum lalu mengelus lembut rambut Ryle
"Kamu mau kan punya mama? Kasih kesempatan ayah kamu ya." Ucap Jeno lembut sambil menyiumi pipi Ryle yang tembam
Perjalanan Pulang ini Mark sedikit penasaran, sedang apa pikirannya kali ini. Ia sempat melirik Arin sekilas, ya perempuan itu tetap saja sama, masih melihat jalanan malam yang ramai.
"Bisa saya tanya sesuatu sama kamu?" Mulai Mark dan Arin langsung menatapnya, "iya pak silahkan."
"Kenapa sebegitu pedulinya kamu sama anak saya, apa karena kamu melontarkan pertanyaan yang salah?" Tanya Mark, Arin menggeleng, "tidak pak. Ryle anak yang unik, dia berbicara dengan dua bahasa sekaligus. Ryle juga sangat cermat dan dia bisa menyadarkan saya sesuatu." Jelas Arin
Mark masih terfokus dengan jalanannya, "sesuatu yang didunia ini merupakan hal yang terpenting. Tapi dia mengalami hal yang sama seperti saya," arin seperti terhisak begitu nadanya perlahan memelan
"Hal yang sama?" Tanya Mark sempat melirik Arin, tapi wajah itu langsung memalingkan ke jalanan yang ramai, "bahwa saya merupakan anak tunggal yang ditinggal mama nya.. bunuh diri." Lirihnya
Mark meminggirkan mobilnya, Arin yang terkejut hanya bisa melihat Mark mengatur nafasnya lalu melihat perempuan itu, "Maafkan saya." Lirih Mark
Tapi ada yang janggal disana, bukannya waktu itu Arin pernah menelfon dengan panggilan "Mah"? Siapa itu?
"Lalu siapa yang kamu panggil dengan panggilan mah itu ditelfon?" Tanya Mark melihat Arin dengan tatapan khasnya yang tegas
"Itu adalah bibiku, bibi bilang panggil dia dengan sebutan Mah. Karena dia yang membesarkan saya dari saat mama ninggalin saya, jadi ya, mamah itu adalah bibi saya." Jelas Arin dengan cepat lalu mengulum bibirnya.
"Saya salah, maafkan saya." Ucap Mark cepat dengan nada menyesalnya disana.
Arin menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Nggak pak, ini bukan salah bapak. Semua ini salah saya, saya yang memulai ini semua." Jelasnya lalu tersenyum tipis memandang Mark yang kini menatap matanya juga.
Setelah pandangan yang tak lama terjadi itu Arin merasa hal yang canggung menghampirinya, Mark kembali diam dan fokus kedalam berkendara. Selama perjalanan hanya terdengar musik dari radio, tidak berniat apa-apa sampai akhirnya tiba di tempat tinggal Arin.
"Terima kasih pak atas tumpangannya, em, pak. Apa saya masih boleh melihat atau bermain bersama Ryle?" Tanya Arin lalu dengan cepat Mark mengangguk, "ya, kamu boleh temui Ryle kapanpun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy but Childish ; [Mark Lee]
Fanfiction"Kamu masih yakin aku anak tk?" -Mark Lee