bagian 8

24 1 0
                                    

Seolah semesta telah mempermainkannya. Disaat sumber kebahagiaan berada tepat dihadapannya, justru yang menjadi sumber masalah malah mulai lagi membuat ulah. Mungkin kini Dunia tengah bersorak akan apa yang telah terjadi, tapi semampu yang dibisa akan terus menepis semua yang berusaha menghalangi, sebab sudah terlalu banyak dirinya dibodohi.

Saat prianya tengah bimbang dengan datangnya kabar yang membuat wanita itu muak, kini sebuah niatan gila telah merajai isi kepala. "Aku ikut kalau kau bertekad pergi" berhenti sejenak dengan kegiatan mondar-mandirnya itu, menoleh sejenak pada wanitanya."tentu, kemanapun aku pergi, kau memang harus selalu ikut denganku hmm" tersenyum manis kearah wanita itu, sambil mengulurkan tangan dan menariknya kedekapan hangatnya.

"Aku gak yakin dia akan berbuat demikian, sebab mengingat semua yang telah terjadi pada kita, aku percaya dia cuma menarik simpatimu" wanita itu semakin mengeratkan pelukannya, hingga air bening itu kembali terjatuh dari mata indahnya.

"Apa aku masih ada di sini?" Menunjuk dada bidang prianya dengan telunjuknya, dia mendongak minta sebuah jawaban."tentu saja, di sini cuma ada kamu dan putra kita" pria itu sedikit membungkukkan badannya dan menyatukan keningnya pada Della.

Dengan sedikit mendongak dan menjijit, Wanita itu  mengecup lama bibir pria yang mampu memporak-porandakan hati juga pikirannya."Dulu aku sangat ceroboh, dengan selalu memberi celah pada jalang itu untuk mendekatimu" dengan tiba-tiba Evan melumat benda kenyal yang menempel di bibirnya.

"Aku sangat menyesal, karna dulu selalu menuruti keinginanmu untuk hal-hal yang sama sekali tidak penting itu" sambil mendorong wanitanya ke ranjang berukuran king size di kamar itu.

"Tapi kali ini aku tak akan bertindak bodoh lagi" wanita itu menarik prianya hingga jatuh menimpa tubuh telentangnya.
"Kita akan sama-sama  kembali mereguk semua yang telah lama tak tertunaikan ini" kini kemeja yang pria itu pakai telah terbuka semua kancingnya. Bahkan sudah melayang entah kemana. Dan jangan tanyakan keadaan wanita yang berada di bawah tubuh pria itu, keadaannya sudah lebih parah pastinya.

"Apa kamu siap melakukanya lagi denganku?"

"Pertanyaan bodoh macam apa ini?"

Tanpa babibu pria itu langsung melumat bibir Della dan menurun ke arah bukit kembar wanitanya, erangan dan desahan bersahutan memenuhi ruang yang kedap suara itu, keringat membanjiri tubuh polos keduanya, cinta yang telah lama sengaja dipisahkan oleh pihak-pihak yang menentang mereka akhirnya menemukan tempatnya, yaitu kembali. Entah sudah berapa kali tetiakan nama keduanya saat mereka sampai pada puncaknya, seolah lelah tak juga menghampiri.

"Apa kamu sudah puas?"

Cup

Cup

Cup

"Ini akan selalu menjadi milikku, takkan kubiarkan jalang itu merampasnya darimu" peduli setan dengan Cika dan anaknya, kini dirinya sudah tak peduli lagi.

"Aku akan selalu menjaganya hanya untukmu"

"Aku percaya padamu"

Hingga kegiatan yang sempat terhenti itu berulang lagi hingga pagi.

Seminggu sudah pria itu berada di Bandung, dan selama seminggu itu pula mereka tak kenal lelah menumpahkan segala kerinduan yang tertahan karna keadaan. Bahkan Evan juga sudah mulai lihai dalam memandikan anak semata wayangnya itu. Kebahagiaan yang jelas terpancar di wajahnya, sungguh ini bukan rekayasa saat dirinya harus memaksakan diri menggendong Shilla demi mengenali perasaannya sebagai ayah, yang ternyata tak mampu ia temukan disaat bersama bayi perempuan itu.

"Ayo anak papi, mam mam dulu ya nak, nanti biar cepet gede, kalo udah gede kamu harus gantiin posisi papi di kantor ya sayang"

"Sayang, sepertinya Devano sudah minta dibikinin adek deh, kita bikin yuk"

Aku Tak Mengenal KekasihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang