bagian 10

22 1 0
                                    

Pov Della.

Aku percaya Evan benar-benar memang hanya mencintaiku dan anak kami, dan aku juga percaya bahwa suami yang ku nikahi beberapa tahun lalu itu tak pernah menyentuh Cika. Saat ini aku tengah mengandung anak kedua kami, aku cuma berharap tak akan terulang kisah kelam dalam kehamilanku yang kedua. Malam ini Evan minta izin pulang ke rumah orang tuanya, mamanya sedang sakit, katanya.

Setelah dua hari kepergian Evan, dua hari itu pula aku sama sekali tidak bisa menghubunginya. Perasaan yang dulu kurasakan kini terjadi lagi, apa sebenarnya yang terjadi dengan Evanku? Entahlah.

Saat sedang meeting dengan beberapa klien, simbok menelponku. Katanya Devan sakit panas, sudah dipanggilkan dokter pribadi dan dikasih obat tak kunjung reda. Dengan rasa tak enak, kuucapkan beribu maaf pada mereka, untung saja mereka dapat memaklumiku.

Kulajukan kuda besiku ke arah rumah sakit milik Evan, yang sudah menjadi milikku, putraku dan bayi dalam kandunganku. Sebab beberapa hari lalu, sebelum menghilang kembali, seluruh aset perusahaannya telah diatas namakan Devan dan akulah walinya.

Sampai di kamar rawat putraku, dokter menyarankan agar menghubungi papinya. Sebab dokter bilang, bahwa Devan selalu mengigau memanggil Evan. Oh Tuhan, aku harus apa?

"Pak Dani dan simbok, pulang aja dulu ya. Istirahatlah! Biar saya yang jaga Devan." Meskipun mereka bukan saudaraku, dan hanya pekerja di rumahku. Tetapi mereka sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri.

"Iya nduk, tadi simbok udah nyiapin selimut sama baju ganti buat kamu." Ah, simbok memang selalu bisa mengerti apa yang aku butuhkan.

"Hati-hati mbok, pak Dani."

"Baik bu."

Kulihat Devan yang benar-benar seperti duplikat Evan, versi mini. Kasihan sekali putraku itu.

"Maaf bu, silahkan selesaikan administrasinya." Seorang perawat datang mengingatkanku tentang hal yang telah hampir kulupakan.

"Terima kasih sus, bisa minta tolong jaga putraku sebentar saja?"

"Baiklah bu, ini sebagian tugas kami" perawat itu tersenyum manis ke arahku.

Saat hendak ke bagian administrasi, ekor mataku menangkap sosok yang hampir seminggu ini menghilang, dia di sini juga rupanya. 'Apa dia tau kalo jagoannya itu sedang sakit dan menunggunya pulang?' Dewi batinku berharap yang tidak terlalu berlebihan bukan?

"Van, kamu di sini? Ku lihat sorot mata itu menyiratkan ketidak sukaannya melihatku di sini. 'Apa yang terjadi sebenarnya?' Lagi-lagi benakku berkecamuk tentang hal yang tidak ingin aku rasakan lagi.

"Apa urusannya denganmu? Maaf aku tidak memiliki banyak waktu untuk membual bersamamu! Istriku juga anakku sudah menungguku." Mata itu menyorot tajam ke arahku, yang seolah menyiratkan kebencian yang begitu dalam. Hancur, kata yang pantas untuk menggambarkan perasaanku saat ini, apa ini? Adilkah takdir yang selalu mempermainkanku seperti ini.

"Bu bukankah anak itu bukan anakmu kau bilang dulu?"

Plakk

Aw'

"Dia memang bukan darah dagingku, tetapi dia akan selalu menjadi prioritasku! Jangan pernah bicara macam-macam tentang keluargaku jalang!"

Degh!

"Apa yang sebenarnya terjadi Van? Kau pamit pulang sebentar ke rumah orang tuamu, lalu menghilang beberapa hari ini, disaat bertemu lagi sikapmu berubah? Van, Devano sedang sakit, dia selalu menunggumu, temuilah dia."

"Aku tidak peduli." Dia berlalu begitu saja, seolah itu bukan dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Pertanyaan yang aku tak mendapatkan jawabannya.

Setelah selesai kuurus administrasi, segera kembali kamar rawat putraku. Dengan perasaan yang entahlah, aku tidak tau bagaimana cara menjabarkannya.

Setelah dua hari dirawat, Devan sudah diperbolehkan pulang. Entah harus senang atau sedih aku gak tau. Sebab, Evan datang ke rumah. Dan seolah tidak terjadi apa-apa, dia bersikap layaknya begitu mencintaiku dan Devan.

Kuceritakan semua ini pada pada simbok, beliau menyarankan agar Evan dirukiyah saja. Dan sore ini kuutus pak Dani mencari kiayi atau pak Ustadz yang bisa melakukan itu.

Saat selesai prosesnya, Evan tampak memutahkan sesuatu dari mulutnya. Ustadz itu mengatakan, bahwa Evan terkena guna-guna. Naudzubillahi min dzalik. Aku gak habis fikir, siapa yang tega berbuat demikian dengan Evan.

Tbc.

❤❤❤

Aku Tak Mengenal KekasihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang