bag 4

41 0 0
                                    

Pov. Della

Rintihan rindu yang menggema,tak  terkikis oleh keadaan. Sakit yang menggila, nyatanya tak mampu memadamkan cinta yang menggelora. Mungkin bagi mereka itu bodoh, tapi tidak bagi kaum hawa yang tengah terpuruk sendirian itu.

Mungkin disana yang dicinta tengah memadu kasih. Nyatana dia cuma mampu merintih.

Sendirian dan menangis layaknya orang gila, merupakan kegiatan baru setelah pulang dari tempat usahanya.Mau mengadu pada siapa? Bahkan temanpun dia tak punya, satu-satunya yang pernah berlebel 'sahabat rasa saudara kandung' itu yang dulu dia punya, yang kini telah berubah jadi sosok yang paling ingin dia hancurkan.

Flashback on.

'Cik, ini kenalin dia Evan, cowok aku. Bentar lagi kita bakal tunangan.'
'Cika,' sambil menjabat tangan. Pertemuan pertama antara Cika dan Evan berlangsung di kafe' biasa  nongkrong. Karna waktu beranjak malam, Della meminta  Evan mengantarkan Cika pulang ke kost.
'Ih, gausah Dell, gue bisa pulang sendiri'.
'Jangan Cik, ini udah malam, gak baik anak gadis naik kendaraan umum sendirian.'
'Tapi sayang, bagaimana dengan kamu? Apa nggak sebaiknya Cika dipesankan ojol aja biar dia pulang sendiri hmm?'
'Enggak Van, Cika itu udah kayak ibarat bagian dari diriku, gak tenang rasanya kalau melihat Cika pulang sendirian sama kang ojol, kalau dijahatin gimana?'

'Eh, yaudah ayokk mas Evan, anterin gue pulang. Biarin Della pulang sendiri, bawa mobil ini dianya.'

'Iya Van, aku gapapa, kamu anterin Cika aja'

'Baiklah'

Di kost Cika.

'Makasih ya mas Evan, mampir dulu gih.'

'Gausah Cik, saya harus langsung menyusul Della, kasian dia.'

'Gak bisa ya mampir bentar aja, sekedar minum teh. Tapi yaudah kalo emang gak bisa, mungkin mas Evan mikir aku orang jahat kali'

'Ok, saya mampir sebentar, habis itu saya akan langsung pergi, karna sudah janji dengan Della.

'Baiklah mas, makasih'

Setelah minum teh buatan Della, Evan merasa pusing, dan gelap'.
Hingga dia terbangun saat adzan subuh berkumandang,  masih bingung dengan keadaanya, Evan terkejut dengan tangan yang melingkar diperutnya. Bukan, ini bukan tangan Della, dan ini jelas bukan ruang kamar tidur Della. Menyibak selimut, bagai dihantam beberapa ton batu didadanya, dia melihat keadaan tubuhnya yang te*****ng. Bergegas mengenakan pakaian kembali, Cika ternyata sudah terbangun.

'Mas,'

'Apa yang sudah terjadi Cik? Katakan!'

'Kita melakukannya mas, bahkan mas sangat hebat'
'Tidak, tidak mungkin Cika, ini salah'
'Apanya yang salah mas? Bahkan semalam mas Evan yang merayu aku' bahkan sebutan Cika ke Evan sudah berubah, dari lo gue berubah jadi aku kamu.

Bergelayut manja di lengan Evan, Cika berusaha mencium bibirnya. Namun, segera ditepis begitu saja oleh pria itu.

'Kamu sudah gila, gak sepantasnya kau lakukan ini pada Della,dia sudah sangat baik, tapi lihatlah perbuatanmu!!'

Frustasi. Marah . Benci. Tiga hal tersebut yang Evan rasa, terhadap perempuan licik yang sudah dianggap saudara oleh kekasih hatinya.

Bergegas pergi meninggalkan kost an Cika, dia memacu mobil kearah rumah kekasihnya. Tak perlu mengetuk pintu, karna dia memiliki kunci cadangan kediaman wanitanya.

Setelah usai memberaihkan diri, segera mengambil tempat disisi wanitanya.

Mencium bibir ranum itu, setengah melumatnya. Bergerak turun ke leher dan memberi tanda kepemilikan disana, hingga lolos desahan demi desahan yang saling bersahutan. Hingga puncaknya ketika mereka sampai bersama' .

Seulas senyum di bibir mereka. Siapa yang tahu bahwa salah satunya tengah di rundung rasa bersalah.

Mereka memang sah' berbuat demikian, karna memang sudah halal' di mata agama. Mereka menikah tanpa sepengetahuan orang disekitarnya, karna terhalang restu orang tua.

Flashback off.

Masih dengan mata sembab, dia menatap nanar benda persegi panjang yang memunculkan dua garis itu. Digenggamnya erat benda itu' dia berujar 'aku tidak akan tinggal diam.'

Muncul seringai jahat dibibirnya.
"Della Anindita yang lemah dan lugu telah mati."

Bagaimana?

Next?

Aku Tak Mengenal KekasihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang