V. Garis Tipis

21 5 0
                                    

Disinilah aku. Kembali duduk sendirian di kelas. Kali ini aku menggunakan earphone untuk menghindar dari olokkan atau bisik-bisik orang yang membicarakan aku. Walaupun terkadang aku tidak menyalakan musik apapun. Aku hanya memakainya agar orang-orang mengira aku tidak mendengar perkataan mereka.

"Dengerin lagu?" tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahku, mengambil salah satu bagian dari earphone yang sedang aku gunakan dan memasangnya di telinganya.

Mataku terus memperhatikannya. Orang itu kebingungan lalu melepas earphone itu, "Gak ada suara?"

Ia kembali duduk di sebelahku, dengan raut wajah yang sama seperti pertama kalinya ia masuk kelas. Wajahnya terlihat ceria seperti tidak ada masalah. Apakah orang yang bertemu denganku malam itu adalah orang yang sama?

Namun terlepas dari semua itu, aku tidak bisa berhenti memperhatikannya. Aku sungguh tidak ingin mengakui hal ini.

Tapi sepertinya.. Aku telah merindukannya dan aku menunggu kehadirannya.

"Airel?" panggilnya.

Aku melepaskan pandanganku darinya dan melihat ke depan kelas. Jan terlihat disana memperhatikan ke arah kami. Ia lalu beranjak ke kursi paling depan dan duduk disana.

"Jan pindah kelas. Sekarang dia disini," jelas Dan yang sepertinya tahu apa yang ada di pikiranku.

"Aku tidak bertanya," jawabku acuh tak acuh.

"Matamu yang bertanya."

Diam menyelimuti kami sesaat. Pikiranku terbang kembali ke semua memori tentangnya. Ia yang berada di atap dengan tatapan datar, ia yang tiba-tiba hadir dalam hidupku dengan ceria dan ia yang malam itu menatapku dengan tatapan dalam.

"Sepertinya ada yang harus kita bicarakan, bukan?" tanyanya.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan," sahutku lalu membuka tas sekolahku.

"Kalau begitu biarkan saya yang bicara."

Aku yang tadinya tengah sibuk mempersiapkan buku dan alat tulis untuk mencatat materi pertama pada hari ini terdiam. Aku ingin mendengarnya. Aku ingin mengenalnya lebih dalam. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya. Tapi apa aku sungguh mempunyai hak untuk itu?

"Saya tunggu di depan gerbang sekolah jam 4 sore nanti. Saya harap kamu mau datang," ujarnya lalu memasang kembali satu bagian earphone yang tadi ia ambil.

Ia mengambil telepon genggamku dan menyalakan satu lagu secara asal, "Setidaknya tutup telingamu dengan lagu. Dengan begitu kamu tidak perlu mendengar kata-kata orang lain yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang dirimu."

Sadarlah Airella, kamu seharusnya tidak boleh seperti ini.

***

Apakah waktu memang berlalu begitu cepat? Mengapa tiba-tiba jam dinding di kelas sudah menunjukkan pukul 4 sore? Dan dan Jan sudah pergi sejak pukul 2. Mereka tidak mengikuti kelas tambahan dan sudah jelas tidak ada guru yang berani menahannya.

Pukul 4 lewat 20 menit. Kelas tentunya sudah kosong. Siapa yang mau berlama-lama di dalam kelas yang suasananya tidak berbeda jauh dengan penjara? Ah.. Ada. Masih ada aku di kelas ini yang sengaja mengulur waktu.

Pergi? Tidak? Pergi? Tidak?

"Saya sudah menduganya," ujar seseorang dari pintu. Itu Dan, yang kali ini menatapku dengan lembut dan tersenyum.

Dan menghampiriku dan duduk di sebelahku. Aku masih tidak bergeming sampai aku merasakan ia memandangku cukup lama.

"Apa?" tanyaku.

Matahari & BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang