Bagian 5 : -Lipur-

5.2K 927 116
                                    


"Saya mau ke toilet," putus Gita sembari bangkit berdiri begitu situasi di atas meja mendadak canggung. Namun, Gita tidak menduga pria di sampingnya tiba-tiba ikut berdiri.

"Aku ikut."

"A-a-apa?" Pria ini pasti sudah gila!

"Aku mau ikut kamu ke toilet."

Gita melirik Ben dan Sela yang tampak syok, tapi ia lebih mengkhawatirkan apa yang akan mereka pikirkan jika mengizinkan pria ini ikut ke toilet bersamanya.

"Tidak." Gita menggeleng tegas. "Anda tetap di sini."

"Tidak. Aku ikut kamu," ujar pria itu keras kepala.

"Apa? Anda benar-benar sudah gila!" sergah Gita  "Saya tidak kenal Anda," imbuhnya.

Baik Ben maupun Sela, keduanya terbelalak memandang Gita, lantas beralih menatap pria itu menuntut penjelasan.

"Lo nggak kenal dia?" tanya Sela.

"Astaga. Gue pikir teman hidup tadi serius." Benji ikut berkomentar.

Namun, pria itu bahkan tidak memedulikan ucapan kedua sahabatnya dan malah menatap Gita lekat-lekat.

"Kamu tidak bisa kabur dariku lagi."

"Tapi kalau Anda ikut, saya bersumpah akan kabur," ancam Gita sungguh-sungguh.

Selama beberapa saat pria itu memandangnya penuh pertimbangan. Sebelum akhirnya menyerah dan kembali duduk santai di atas sofa.

"Oke. Berikan tas kamu," ujarnya sembari menarik tas tangan Gita.

"Apa? Tidak bisa!" Gita mempertahankan tasnya.

"Bisa. Anggap saja ini jaminan supaya kamu tidak kabur."

Tiba-tiba tangan besar pria itu melingkupi tangan Gita yang mencengkeram erat pegangan tas. Sengatan rasa hangat tak terduga itu sontak membuat Gita terlonjak dan melepaskan tas dari genggamannya.

"Gadis pintar," ujar pria itu puas, seraya mengangkat tas tangan Gita penuh kemenangan. Sesaat kemudian pria itu kembali mengobrol dengan Ben dan Sela seolah Gita tidak ada di sana.

Tak tertarik mendengar obrolan mereka lebih jauh, Gita pun segera beranjak dari sana untuk membuat perhitungan dengan si bartender kurang ajar yang telah mencampur minumannya tadi.

"Apa yang Anda masukkan ke dalam minuman saya?" cecar Gita begitu sudah berada di depan meja bar.

"Itu bukan racun kok. Hanya minuman."

"Minuman apa?" tanya Gita mengintimidasi.

"Bukan racun kok," ulang si bartender lagi.

"Kalau bukan racun lalu apa? Katakan sekarang atau aku akan menuntut kamu. Saya pengacara." Wajah serius Gita membuat si bartender yang sebelumnya santai, mendadak cemas.

"Aku.. maksudnya saya... Saya cuma disuruh cowok M-m-m-bak."

"Hah? Siapa?"

"Cowok yang tadi duduk sama Mbak di sana." Bartender itu menunjuk meja Ben. Tepatnya ke arah pria tampan yang mengenakan jaket berkerah warna coklat gelap serta celana jins. Bahkan dari jarak sejauh ini pria itu masih mampu membuat jantung Gita berdegup cepat.

"Yang tadi peluk Mbak," sahut si bartender lagi. "Katanya Mbak kelihatan tegang jadi dia pesan minuman yang bisa bikin Mbak rileks. Dan semua minuman gratis Mbak sebenarnya dari dia."

"Apa?" Gita terbelalak. "Jadi dia yang ngasih saya jus jeruk?"

"Iya sih, Mbak. Tapi apa Mbak nggak sadar? Minuman yang terakhir itu bukan jus jeruk. Itu wine."

Miraculous Man (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang