Bagian 4 : -Dia-

5.5K 921 127
                                    


Sebuah pesan singkat muncul di layar ponsel Gita begitu ia keluar dari ruang sidang. Disusul pesan berikutnya berupa peta yang menunjukkan lokasi sebuah bar eksklusif.

"Astaga." Gita menepuk dahinya kala teringat pada janji yang telah ia buat dengan kliennya jauh-jauh hari. Padahal malam ini ia berencana menyambut Gelar, kakaknya, yang baru datang dari luar pulau.

Lalu, seolah ingin membuktikan kekuatan ikatan batin mereka, sebuah panggilan dari Gelar membuat ponsel dalam genggamannya bergetar.

"Halo? Mas Ge?" sapa Gita melalui handsfree earphone sembari berjalan terburu-buru menuju tempat parkir. "Udah nyampe mana?"

"Nyampe rumah, Ra. Tapi rumahnya ada yang ngisi. Ck, Kamu jual rumah kita tanpa sepengetahuan Mas?" Suara Gelar terdengar sangat-sangat kesal.

Tanpa sadar Gita menggigit bibirnya. Merasa bersalah karena sebelumnya tidak pernah mendiskusikan perihal rumah mereka yang telah disewakan. Gita pikir, kakaknya yang tentara angkatan darat itu tak perlu tahu karena kemungkinan masih akan bertugas di tempat-tempat jauh sampai beberapa tahun ke depan.

"Nggak kok Mas, cuman dikontrak aja. Lagian rumah segede gitu kalau nggak ada yang ngisi, sayang 'kan?" Gita beralasan.

"Bisa kamu isi sendiri 'kan, Ra?"

"Ogah. Kegedean."

"Lah terus sekarang Mas tinggal di mana, Rara sayang? Masa ngontrak?" sergah Gelar kesal bercampur gemas. "Kamu lagi di mana sih?"

"Masih di luar. Masih ada kerjaan." Gita menunduk untuk memasuki mobilnya.

"Kerja apa? Pesta lagi?? Hura-hura lagi? Ini udah hampir malem lho, Ra," cecar Gelar.

"Masih jam lima juga," timpal Gita sewot setelah memasang sabuk pengaman. Sejenak ia terdiam untuk mengambil napas panjang.

"Rara udah dua puluh tujuh tahun, Mas Ge..." ujarnya tenang.

Terdengar hening beberapa saat sebelum Gelar kembali bicara. "Maaf. Tapi kamu nggak pake baju kurang bahan 'kan?"

Gita melirik penampilannya yang masih mengenakan setelan kerja di kaca spion depan sambil memikirkan gaun-gaun seksi yang tersimpan rapi di bagasi mobil.

"Bukan urusan Mas," ujarnya, menyingkirkan rasa bersalah karena menyembunyikan pekerjaan sampingannya dari Gelar.

"Ya udah. Jaga diri baik-baik!"

"Untuk sementara, Mas bisa tinggal bareng Rara. Di sana ada kamar kosongnya."

"Tunggu." Terdengar jeda beberapa detik sebelum Gelar melanjutkan. "Sejak kapan apartemen kamu punya kamar kosong? Apartemen kamu 'kan tipe studio!"

"Telat. Rara udah lama pindah. Sekarang tinggal bareng temen di apartemen dia."

"Cewek apa cowok?"

"Cewek lah Mas, Astaga."

"Jadi, maksud kamu Mas harus numpang tinggal sama kalian? Cewek-cewek?" tanya Gelar dengan nada tak percaya. "Nggak. Kayak Mas nggak punya rumah aja. Rumah yang kamu kontrakin itu masih rumah Mas lho!"

"Iya ngerti. Makanya Rara ajakin Mas tinggal bareng. Cuma sementara aja sampai Mas dapat tempat tinggal baru. Atau sampai yang tinggal di rumah kita habis kontrak. Masih sisa beberapa bulan lagi kok," tukas Gita. "Lagian harusnya Mas bersyukur. Di mana-mana cowok normal bakal berebut tinggal bareng dua cewek cantik sekaligus."

"Ck. Kamu―"

"Pokoknya Mas jangan khawatir. Di sana nggak bakalan ada tetangga yang kepo nanyain kenapa Mas bisa tinggal bareng kita."

Miraculous Man (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang