Bagian 7 : -Kelukur-

5.6K 962 164
                                    


"K-k-k-kakak?"

"Senang melihatmu lepas kendali, Lana."

Lalu, semua yang terjadi berikutnya berjalan sangat cepat. Gita yang masih setengah sadar, tiba-tiba mendapati dirinya dijebloskan ke dalam sel. Ia pun meronta, mencoba melepaskan diri dari pelukan pria itu, kemudian lari menuju pintu sel yang hampir tertutup.

Sayangnya Gita terlambat. Petugas polisi itu telah lebih dulu menutup dan mengunci sel itu dari luar.

"Pak! Kenapa saya juga dikurung? Saya 'kan yang lapor!" protes Gita tak terima.

"Nggak apa-apa, Dek. Kayaknya kalian butuh bicara untuk meluruskan segala kesalahpahaman yang terjadi."

"Saya tidak butuh bicara dengan dia. Saya butuh keluar dari sini sekarang juga," tukas Gita seraya mencengkeram sel dan mengguncangnya sekuat tenaga.

"Tenang, Dek. Tuh kakaknya aja santai," sahut si petugas polisi geli.

Gita melirik ke arah pria yang kini berdiri di sisi lain sel yang berukuran dua kali dua meter sambil bersedekap dalam posisi santai. Sepasang mata elangnya memandang Gita dengan tatapan tak terbaca.

"Sudah ya, Dek cantik."

Gita mendengus. Ia yakin petugas polisi itu sedang bersenang-senang dengan menggunakan panggilan kakak-adik.

"Saya harus menghubungi seseorang yang bisa jemput adek―" Petugas polisi itu memiringkan kepala untuk menatap pria di belakang Gita. "―sama kakaknya juga," ujarnya sebelum melangkah mundur meninggalkan mereka.

"Pak! Tunggu dulu, Pak! Saya jangan ditinggal, Pak! Pak! Pak!" Untuk beberapa saat lamanya, Gita hanya berteriak-teriak sambil mengguncang-guncang sel seperti orang gila. Sampai akhirnya ia berhenti karena kelelahan.

"Apa kabar, Lana?" Suara berat pria itu menyapa pendengaran Gita yang sontak terkesiap waspada sembari mencengkeram jeruji besi erat-erat.

"Aku lihat sepertinya kamu masih tergila-gila padaku."

Apa? Sial. Dengan cepat benak Gita mulai menyebutkan pasal-pasal KUHPerdata terkait perceraian di dalam kepalanya, sebagai upaya agar ia tetap tenang saat menghadapi pria itu.

Saat ini Gita tidak ingin gugup, terhanyut apalagi sampai membiarkan pria itu melihat betapa tidak siap dirinya menghadapi pertemuan tak terduga ini lebih jauh.

"Saya rasa Anda salah. Saya tidak―" Gita berbalik dan menatap mata pria itu dingin. Tatapan ala pengacara yang telah dilatihnya bertahun-tahun agar tidak terintimidasi pihak mana pun. "―tergila-gila pada Anda," ungkapnya tegas.

"Oh ya?" ujar pria itu santai dan tampak terhibur. "Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kalinya melihatmu pura-pura tidak tertarik padaku."

Kedua mata pria itu bergerak mengamati tubuh Gita. Tidak ada kesan tidak sopan saat sepasang mata elang itu berlama-lama memandang semua bagian tubuhnya yang terbuka tanpa sedikitpun menyembunyikan ketertarikannya. Gita sendiri tidak nyaman dengan perasaan yang timbul akibat tatapan itu.

"Hari itu sangat panas." Mata pria itu kembali menatap mata Gita. "Kita membeli eskrim. Kamu menatapku menjilat eskrim, sementara eskrim milikmu dibiarkan meleleh dan membuat jari-jarimu lengket. Saat itu aku tidak tahu kalau aku sebegitu menariknya bagimu."

Sialan! Sulit untuk menyangkal fakta itu kalau tindakan konyol tersebut dilakukan saat Gita masih tolol.

"Astaga!" Gita terbeliak. "Ya. Saya ingat betapa konyolnya saya saat itu. Membiarkan Anda menukar es stroberi anda dengan es rasa kopi favorit saya. Saya sedikit tak rela, tapi juga senang karena Anda memastikan tidak ada es kopi yang terbuang."

Miraculous Man (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang