Bagian 9 : -Officium Nobilium-

6.3K 996 256
                                    


"Kenapa kamu mau jadi pengacara?" tanya pria itu pada suatu sore ketika cahaya matahari jingga menerobos masuk melalui kisi-kisi jendela perpustakaan, lalu jatuh tepat di satu bangku yang mereka tempati bersama.

"Saya mau seperti Mbak Raya," jawab Gita tanpa ragu.

"Mbak Raya itu siapa?"

"Oh, Mbak Raya itu―" Seolah tersadarkan, Gita segera menghentikan ucapannya.

Hari ini entah mengapa pria itu terus saja melontarkan pertanyaan menyelidik yang menyerempet pada kehidupan pribadinya.

Sepanjang hidup Gita hanya punya Gelar. Ayahnya menghilang dalam tugas, sementara sang ibu meregang nyawa hanya beberapa saat setelah menghadirkannya ke dunia.

Namun, Gita sudah bertekad untuk tidak mengungkapkan lebih banyak  pada pria itu demi menjaga hatinya tetap utuh ketika pada akhirnya hubungan mereka tidak berhasil.

Ia selalu beranggapan, semakin sedikit yang pria itu tahu tentang dirinya, maka semakin sedikit pula peluangnya untuk patah hati.

"Namanya Raya Kamelia Winata." Gita bercerita dengan sangat hati-hati. Setidaknya topik tentang Raya masih tergolong aman.

"Dia salah satu orang favorit saya. Dulu kami punya kebiasaan berdeduksi dan beracara seolah-olah sedang berada di ruang persidangan. Kasusnya bisa bermacam-macam dan sangat remeh." 

Kehadiran Raya dalam hidup Gita memang terbilang singkat, tetapi kesan serta kenangannya begitu berarti bagi Gita yang tidak pernah mengenal sosok perempuan.

"Bisa dibilang dia panutan saya. Dia membuat saya ingin menjadi pengacara. Meskipun nasib buruk mengacaukan rencana-rencana Mbak Raya, tapi dia tidak pernah melupakan mimpinya untuk menjadi seorang pengacara. Saya selalu yakin dia akan menjadi pengacara hebat."

"Oh ya? Di mana dia sekarang?"

"Setahu saya, dia bekerja untuk lembaga bantuan hukum kecil. Sayang sekali tidak ada firma besar yang tertarik merekrutnya sejak dia membentak seorang hakim di ruang sidang karena tidak adil dalam memberi keputusan. Kasus itu masuk pemberitaan media lokal. Belakangan diketahui hakim itu memang menerima suap."

"Keren. Sepertinya berita itu belum sampai ke telinga ayahku," gumam pria itu pelan. Namun, Gita sudah telanjur mendengarnya.

"Apa hubungannya berita itu dengan ayah Anda?" tanyanya menuntut.

"Tidak ada," jawab pria itu tegas. "Kamu sendiri, apa rencanamu setelah lulus sekolah?" tanyanya sembari menatap Gita serius dari seberang meja.

Gita mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang perpustakaan. "Mungkin kuliah di sini."

"Pilihan bagus. Jurusan hukum di sini memang terbaik se-nusantara." Pria itu mengangguk-angguk setuju. "Setelah lulus kuliah?"

"Saya akan bekerja di mana pun Mbak Raya bekerja."

"Apa? Kenapa begitu? Kenapa harus bergantung Mbak Raya?"

"Karena sejak dulu kami selalu satu suara. Saya tidak meragukan pilihannya."

"Termasuk soal pria?" Pria itu tersenyum menggoda.

Gita termenung sejenak. Benaknya kembali mengingat perpisahan yang terjadi antara Gelar dan Raya bertahun-tahun silam.

Saat itu bukan hanya Gelar yang patah hati. Untuk beberapa lama Gita merasa hidupnya oleng. Sampai akhirnya ia bertemu Mila. Seseorang yang membuat hidupnya kembali seimbang.

"Kalau soal itu saya tidak tahu," jawab Gita jujur.

Pria di hadapannya mengangguk lalu serius membuka lembaran halaman buku yang sedang dibacanya.

Miraculous Man (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang