cerbung-kel.14

19 0 0
                                    

゚・:*❀  KELOMPOK 14
Ketua : Meita Putu Pridayanti

Anggota : 
Arum Prastiani
Astaghis Qolbu Abidin
Mila Anita
Siti Chumaira Zalsabila
Wiji Alya Reva Tika Tania

        ❀

   Part 1. Putu Meita Pridayanti
Ufuk barat terlihat mulai kemerahan, ia seakan malu pada sang bulan yang kini perlahan menghampiri hamparan langit. Hawa disekitar terasa sejuk, kunang-kunang nampak berlarian kesana kemari menghampiri aku yang saat itu termangu termenung memikirkan berapa lama pandemi ini akan bertahan. Aku duduk berdampingan dengan laptop dan ditemani secangkir susu coklat, sungguh nikmatnya. Namun lain yang ada dalam benakku, sibuk memikirkan hal-hal positif bercampur negatif. Bisa dibilang _overthingking_ . Sepanjang Pandemi aku melakukan semua kegiatan yang diriku anggap produktif. 
“Woi Nara!” Teriak Novi memanggil namaku
“Owalah, kamu? Ada apa datang sore-sore begini, tidak pakai masker lagi” ucapku
“Eh, ada potongan harga besar-besaran lho di mall, kamu mau ikut tidak besok pagi?” Tanya Novi
“Aku takut, karena pandemi ini tak kunjung usai. Hari ini saja peningkatan pasien cukup banyak, nanti aku pikirkan” kata Nara
Novi dengan raut wajah kesal pulang tanpa pamit atau permisi. Aku yang masih bingung memutuskan untuk tidur lebih awal sambil menengkan diri, jam dinding menunjukan pukul 9 malam.
Dalam mimpiku aku merasa berada di rumah sakit sambil memegang tumpukan buku, lalu seketika terbangun. Aku tak tahu arti mimpi tersebut, jam menunjukan pukul 3 pagi, aku melanjutkan mimpiku tersebut.

     Part 2-Arum Prastiani
   Lantunan agung yang bertautan membangunkanku tanpa sadar. Suara merdu itu sudah seperti alarm bagiku. Tak heran meski aku kelelahan dimalam harinya, pagiku terbangun diawali mendengar suaranya seperti biasa.
  
Kutekan tombol lampu yang tepat di sampingku. Seketika mataku menggeliat seperti tidak pernah melihat cahaya. Aku berusaha melihat jam diding “Tik tok, tik tok” Jam itu menunjukan pukul setengah lima.

“Klik” Kubuka pintu yang kukunci semalaman, karena aku ingin tidurku tidak diganggu hal lainnya. Bergegas aku berjalan pergi ke sumur untuk mengambil air wudhu, sekali air itu mengenai wajahku, benar-benar segar membuatku sadar sepenuhnya 
Aku kembali ke kamar dan menunaikan solat.
   
Setelahnya, aku kembali terjerat pada rutinitasku akhir-akhir ini. Selama pandemi tentu saja rutinitasku berubah. Tapi, yang namanya rutinitas, akan selalu membosankan jika terlalu lama. Dan hanya awalnya saja yang menyenangkan.
  
   Itulah sebapnya setelah mencuci piring membantu Ibu yang sedari pagi tadi sudah bangun, aku akan pergi ke sawah untuk melihat matahari terbit. Aku sangat suka melihatnya.

Aku melompati sungai terlebih dulu sebelum sampai di paving tengah sawah. Sungainya tidak terlalu lebar, mudah bagiku untuk melompatinya. 

   Aku berjalan menikmati angin dingin yang mengelus kulitku. “Ah, aku selalu suka suasana ini”, gumamku. Sampai di tengah sawah, aku duduk termangu melihat ke arah datangnya matahari. Ke arah timur tentunya. 

   Aku bersyukur Tuhan masih memberiku kesempatan untuk mengagumi ciptaannya  hari ini. Entahlah, tidak ada yang tau kisahku esok hari. Kabar buruk? Kabar baik? Hanya Dia yang tahu.

   Desiran angin yang menggoyangkan pucuk tumbuhan padi itu, membuat embun-embun air yang berkumpul bergerak perlahan hingga jatuh dalam kubangan air. Ditambah binatang-binatang kecil yang sudah memulai kehidupannya mencari makan dan menyambut pagi.
Sungguh indah.

  Perlahan di ujung sana, aku melihat semburat jingga yang indah, aku mengamati munculnya sampai terlihat bulat utuh.
Pernah melihat kuncup bunga? Pernah menunggunya mekar sampai sempurna? 
Hal ini mirip seperti itu. 

   Jika awan tidak menutupi. Aku akan melihat dengan jelas matahari perlahan muncul sampai dia menampakkan seutuhnya. 
Aku merasa, ketika melihatnya aku mendapat semangat baru. Lihatlah, tak peduli semencekamnnya malam dia kembali terbit menyapa semesta.

  Cahayanya saat ini belum menyilaukan, masih indah dipandang mata. Sampai mataharinya sudah tinggi, kau mungkin tidak akan menyukainnya. Siapa juga yang mau melihat betapa silaunya matahari disaat seperti itu?
   
   Bertepatan dengannya, pikiranku berkecamuk kesana kemari memikirkan hal-hal yang rumit dan mengada, tak terkecuali soal pandemi ini yang tidak jelas kabar. 
   
Belum habis virus corona, berita memunculkan tentang virus babi.
“Huh” Aku mengeluarkan peluh untuk kesekian kali.

   Berita duka bersliweran kesana kemari. Baik lewat mulut tetangga, televisi, bahkan juga radio. Dan jangan lupakan benda yang kau pegang saat ini. _Handphone_ genggamu.

“Kruk kruk” perutku berbunyi menyindir.
“Hai, kau lapar rupanya”, ucapku pada diri sendiri. “Baiklah, ayo pulang. Kita lihat apa ada makanan untukmu”, gumamku sambil tersenyum

.
     Part 3-Astaghis Qolbu Abidin
Dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah. Sesampainya didepan rumah, aku langsung mengetuk pintu yang ada didepanku sambil mengucapkan salam “assalamualaikum” tak lama menunggu, akhirnya munculah wanita paruh baya yang sangat cantik, yaitu ibuku “waalaikumsalam, ayo masuk” ucapnya dan dijawab anggukan dariku.

Setelah acara makan selesai, aku memutuskan untuk pergi ke tepi danau. Untuk apa? Ya, karena aku bosan dirumah, disini hanya ada aku sendirian tidak apa apa kan? Sudah berapa banyak aku menghirup udara segar disini. Tak lama Novi menghampiri ku. “Kamu jadi tidak ikut denganku ke mall, untung lho ada diskon besar besaran” ucap Novi.
“Sepertinya aku tidak ikut Novi,aku takut untuk pergi ketempat ramai. Aku saja kedanau menggunakan masker” ucap Nara seraya menunjukkan masker kain yang menggantung dilehernya.
“Ah, kamu tidak asik, yasudah aku pergi sendiri saja” ketus Novi.

Aku tidak menggubris ucapan Novi, aku hanya mendengus pasrah.

Siapa juga yang tidak takut kepada virus mematikan itu? Bukannya mengikuti aturan yang dibuat pemerintah untuk tetap berjaga jarak. Huh, Novi memang keras kepala.
.
Part. 4 Mila Anita

Sudah berapa hari ini aku tidak bertemu dengan novi. Pertemuan terakhirku dengannya ialah pada saat dirinya mengajakku untuk ke mall. Hingga saat itu aku tidak pernah lagi melihatnya. Karena rasa penasaran ku akhirnya aku memutuskan untuk datang ke rumahnya.

Sesampainya di depan rumahnya, aku langsung mengetuk pintunya sambil mengucapkan salam “assalamualaikum” hingga berulang-ulang kali tetapi tidak ada yang menyahut dari dalam rumah. Akhirnya aku pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Di perjalanan pulang aku melihat banyak nya orang yang sedang berkumpul di warung kopi tanpa menggunakan masker. Dalam benak ku bertanya “apa mereka tidak takut terkena virus?” Tidak sampai disitu saja mereka juga tampak tidak mengikuti anjuran pemerintah untuk physical distencing bahkan mereka terlihat saling menempel satu sama lain.

Akupun melanjutkan perjalanan sambil sesekali bersenandung dan menikmati indahnya ciptaan tuhan yang patut ku syukuri ini. Dalam benakku aku berpikir, “apa pandemi ini merupakan akhir zaman?” Jika tidak mengapa banyak sekali berita duka yang ku dengar. Aku selalu berpikir bagaimana jika aku terkena virus itu dan harus di isolasi. Jauh dalam lubuk hatiku merasa takut, takut akan hal yang menimpa ku tapi bagaimana lagi aku hanya bisa melakukan hal yang di anjurkan oleh pemerintah.

Sesampainya di rumah, aku masih terus memikirkan banyak hal mengenai novi yang entah kemana dan kapan pandemi ini usai. Jujur aku merasa bosan akan kegiatan yang selalu aku lakukan pasa saat pandemi ini. Aku ingin kembali sekolah dan bertemu dengan teman-temanku. Ah, membanyangkan nya saja sudah membuat ku tersenyum sendiri.
Part. 5 Siti Chumaira Zalsabila 

Akupun berbaring ke tempat tidur , sambil mengingat kenangan kenangan saat kami bersama , ohh sungguh hari hari yg begitu indah,tak terasa kami tidak bertemu hampir 3 bulan lamanya,tanpa ku sadari.. air mata ku jatuh membasahi pipi.Aku sudah benar benar merindukannyaa “kapan kah kami akan bertemu kembali ?”aih aku benar benar berharap pandemi ini akan segera usaii. 

Dengan mata yg masih merah serta wajah yg masih sembab aku pun..
Beranjak dari tempat tidur menuju sofa didepan televisi .Ku ambil remote tv, Ku tekan siaran yang Aku inginkan. Namun, yang muncul hanyalah berita tentang corona, banyak sekali pasien yang bertambah sangat tinggi. 

Kenapa semua tidak memperdulikan nya, banyak orang-orang yang tidak mengikuti aturan pemerintah.Dan pemerintah pun menetapkan sistem PSBB, mungkin dengan ini semua tidak bisa pergi kemana-mana.

Tak terasa, besok datang lah hari dimana semua membagi-bagikan THR dan hari yang penuh suka cita, hari dimana semua bermaaf-maaf an.. Aku pun senang karena akan bertemu keluarga dan mendapakan THR yang begitu banyak. 

Namun, Hari Raya tahun ini sangat lah beda. Karena di tetap kan nya PSBB, jadi tidak bisa kumpul dan bertemu dengan keluarga.

Part. 6 Wiji Alya Reva Tika Tania
     Langit mulai meredup. Sang surya perlahan menenggelamkan dirinya dan digantikan oleh langit berlukiskan cahaya bulan dan dihiasi oleh bintang-bintang yang berkedip gemerlap kemayu.

     Sangat melelahkan dan membosankan. Menjalankan rutinitas mungkin sedikit berbeda dari biasanya. Selalu muncul pertanyaan di benakku. “Kapan orang-orang benar-benar tertib mematuhi aturan supaya virus ini cepat berakhir?”

     Jenuh melanda. Hari raya bulan lalu terasa sepi, lebih kosong, dan ya, mungkin ini karena adanya _sosial distancing_. Tidak masalah buatku kalau ini bisa membuat virus cepat mereda. Bagai terkurung dalam rumah, dan tak dapat pergi ke sekolah. 

     Mungkin karena aku bosan di dalam, aku bisa ke teras rumah atau balkon kamarku. Masih saja aku melihat orang-orang yang berlalu lalang dengan kendaraannya. Bahkan ada yang tidak memakai masker. Tidak takutkah mereka dengan virus ini?

    Aku terus berpikir. Apa susahnya mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah untuk saat ini supaya pandemi ini cepat berakhir? Tidak kah mereka bosan terus begini? Bahkan banyak orang yang dikeluarkan dari pekerjaannya karena pandemi ini. Demi sesuap nasi mereka rela keluar di tengah bahaya yang menurutku sangat beresiko ini.

    Apa yang sebenarnya membuat mereka susah mematuhi aturan ini? Hanya sementara saja supaya pandemi ini cepat berakhir. Terlalu pusing untuk dipikirkan.  Mungkin aku hanya bisa berdo’a. Supaya mereka cepat sadar untuk lebih mematuhi aturan dan pandemi ini cepat berakhir. Ya, semoga saja.

KARYA MEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang