***
“Apa yang kalian bicarakan?” desis Sehun parau, tapi terkesan menyelidik. Irene berdecak sebal sambil memandangi punggung Sehun yang kini berdiri dihadapannya sambil memandangi bunga-bunga ditaman yang terlihat jelas dari balik kaca besar ruangan itu, memunggungi Irene yang tengah terduduk di salah satu sofa empuk yang kebetulan berhadapan langsung pada pria itu.
“tidak sopan!” ucap Irene dalam hati. Pria itu ‘menculik’ nya dan membawanya kehadapan ibunya yang bahkan Irene tidak tahu apa sebenarnya maksud Sehun melakukan itu, hingga sekarang Irene kembali terjebak dengan Sehun dalam satu ruangan tetapi hanya disuguhi pemandangan ‘punggung’ saja. Hey! Apa menurutnya punggungnya itu cukup keren?
Sehun menoleh setengah kebelakang, memastikan keberadaan Irene yang sedari tadi hanya diam. Menatap Irene dengan pandangan yang seolah bertanya “apa kau masih hidup?”
“Tidak ada,” jawab Irene seperlunya. Sepertinya Irene cukup paham arti dari tatapan Sehun.
“Benarkah?” tanya Sehun tak yakin. Pria itu kini berjalan perlahan dan terduduk tepat didepan Irene. Irene mengangguk sementara Sehun tampak berfikir.
“Seperti apa yang kau katakan sebelumnya, ibumu memang tidak banyak bicara,” ucap Irene yang membuat Sehun lagi lagi hanya terdiam.
“Tapi, tadi dia sempat memelukku,”
“Benarkah?” ucap Sehun cepat. Irene menggangguk. Gadis itu sedikit berfikir, mungkin ia tidak pantas untuk menceritakan apa sebenarnya yang ibu Sehun ceritakan. Sedikit banyak, Irene dapat menilai bahwa Sehun merupakan tipe pria yang akan menceritakan sesuatu yang mungkin menurutnya perlu, dan sepertinya penilaian Irene tidaklah salah.
“Sudah kuduga, ini pasti berhasil,” ucap Sehun lagi, Irene mengernyit bingung.
“Apa maksudmu?” tanya Irene tidak mengerti. Sehun tersenyum kecut dan menghela nafas berat, nampak seperti akan memulai pembicaraan yang cukup panjang. Irene memperhatikan, tampaknya gadis itu mulai merasa tertarik.
“Kau tahu, Bae Joo Hyun? Kau sedikit mirip dengan kakakku,” ucap Sehun pada akhirnya, Irene tampak terkejut namun dengan cepat kembali berusaha tenang.
“Kakak? Bukankah... kau anak tunggal?” tanya Irene menyuarakan isi fikirannya sambil berusaha kembali mengingat apa yang ibu Sehun ceritakan tadi, apa cerita itu tentang kakak Sehun? Tebak Irene dalam hati. Sehun tersenyum kecil.
“Harus darimana aku menceritakannya?” Sehun tampak berfikir keras,
“Oh baiklah dengarkan saja baik-baik,” lanjutnya. Sehun berhenti sejenak, tangannya menggapai laci yang berada disamping tubuhnya, membukanya dan mengambil sesuatu dari sana.
“Sebenarnya aku bukan anak tunggal, aku mempunyai kakak wanita yang sangat cantik, namanya Oh Yoo Na. Usianya hanya terpaut 3tahun diatasku. Dia wanita yang cantik, pintar, berhati baik, pandai memainkan alat musik terutama piano dan biola, dia sangat menyukai sesuatu yang indah seperti bunga, dan yang paling penting adalah... dia kakak yang sempurna. Dia selalu memperlakukanku seolah aku adalah buah hatinya yang paling berharga. Bahkan jika aku diberikan pilihan antara ayah dan ibuku, aku pasti akan lebih memilih kakakku,” tangan Sehun bergerak mengelus benda yang tadi diambilnya, bingkai foto yang sedari tadi dipandangnya sejak ia memulai cerita. Irene hanya terdiam memperhatikan, mendengarkan dengan baik.
“Tapi... Nasibnya tak sebaik hati dan karirnya, dia lebih memilih mengakhiri hidup cemerlangnya hanya gara gara cinta-
‘Tesss..’ airmata Sehun menetes, membasahi bingkai foto yang tak lepas dari pandangannya. Irene terkesiap, tampak kaget namun bingung dengan apa yang harus dilakukannya.
“Kakakku dijodohkan dengan salah satu anak teman bisnis ayahku, dan dia sangat menyukainya sejak pertama kali melihatnya, namun berbeda dengan pria yang dijodohkan dengannya, dia sama sekali tak menginginkan perjodohan itu. Di hari pertunangan mereka, pria itu tidak datang, melarikan diri entah kemana. Dan kakakku? Apa kau bisa menebak apa yang terjadi dengan kakakku selanjutnya?” tanya Sehun tanpa mengalihkan pandangannya pada orang yang diajaknya bicara, Irene masih tetap diam dan lebih memilih mendengarkan hingga tuntas.
“Saat itu kakakku jatuh pingsan, bahkan aku sendirilah yang menggendongnya. Sejak saat itu dia menjadi pendiam dan selalu mengurung diri dikamar. Hingga suatu hari aku berniat menemuinya, alih alih memberitahukan rasa senangku karena telah memenangkan olimpiade matematika di kampusku dulu. Aku memasuki kamarnya dengan perasaan aneh, sangat berbeda dari biasanya, aku mencarinya disekeliling kamarnya tapi tak ada, sampai aku mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi, dan yang kutemukan adalah... dia dalam keadaan mengambang didalam buth up,”
Irene spontan menutup mulutnya dengan kedua tangannya, tampak kaget. Sehun masih dalam posisinya semula, meskipun beberapa tetes airmata terus berjatuhan dari matanya, tapi pria itu tampaknya masih ingin terus melanjutkan ceritanya.
“Ibu adalah orang yang paling terkena dampaknya atas meninggalnya kakakku, dia terus menerus menangis setiap hari bahkan hingga mengamuk, dia melemparkan segala benda yang berada disekelilingnya. Hingga dokter mengatakan bahwa kejiwaan ibuku terganggu. Aku bukan tidak merasa kehilangan, bahkan saat itu aku tidak bisa menangis. Ditinggalkan oleh kakakku dan menyaksikan oleh mataku sendiri saat dia meninggal, ditambah lagi keadaan rumah yang menjadi kacau oleh kondisi ibu sungguh membuatku bingung dan tidak tahu harus bersikap seperti apa. Hingga pada akhirnya ayahku memilih agar kami semua pindah ke Seoul, meninggalkan America sebagai negara kelahiranku. Ayah fikir mungkin dengan kami pindah, keadaan Ibu akan jauh lebih baik, dan kami benar-benar menutup rapat tentang identitas kakakku dan menjadikanku sebagai anak tunggal, ini bukan berarti kami berniat menghilangkannya, hanya saja itulah yang terbaik, terutama untuk ibu,”
Airmata Sehun kembali menetes, Irene dengan spontan menempatkan tangan kanannya diwajah Sehun, menghapus air mata pria itu. Sehun menatap Irene. Membuat pandangan mereka bertemu selama beberapa detik.
“Sudah Sehun, cukup,” ucap Irene parau, ternyata gadis itu juga ikut menangis, entah sejak kapan.
“Itu sudah satu tahun yang lalu, tapi air mataku masih saja menetes setiap kali aku mengingatnya,”
Sehun meletakkan bingkai foto yang sedari tadi dipegangnya diatas meja lalu berdiri dari duduknya. Irene meraih bingkai foto itu dan melihat isinya, foto seorang wanita yang tengah memeluk bahu seorang pria yang Irene kenal sebagai Sehun, mereka tampak sedang tersenyum bahagia.
“Bae Joo Hyun kemarilah,” panggil Sehun yang terlihat kembali berdiri memunggungi Irene, menatap pemandangan taman belakang.Irene mengernyit “sejak kapan dia berada disana?” fikirnya. Irene segera bergerak, berjalan hingga kini sejajar dengan Sehun. Sehun memegang tangan Irene tanpa mengalihkan pandangannya. Irene menatap tangan kanannya yang digenggam oleh Sehun, Jika biasanya ia akan berteriak dan memaki pria itu, tapi untuk saat ini sepertinya ia akan membiarkannya.
“Bukankah bunga-bunga itu sangat cantik?” Irene mengikuti arah pandangan Sehun dan melihat berbagai macam bunga yang bermekaran.
“Sama sepertimu, Bae Joo Hyun,”
***
Ffusion Pub
10.20 PM
“Apa kau sudah gila, Oh Sehun? Kau menceritakan semuanya padanya? Aku setuju dan juga membantumu untuk semuanya dari awal sampai kita sudah sejauh ini, tapi menceritakan yang sebenarnya pada gadis itu? Itu tidak ada dalam skenario kita! Bagaimana jika ia mengacaukan segalanya yang sudah kita raih? Apa yang akan kau lakukan, Oh Sehun?” ujar Kai setengah berteriak, pria itu berapi-api, memarahi sahabatnya yang ia fikir sudah kelewat batas.
“Tidak bisakah kau tenang sedikit dan dengarkan penjelasanku sampai selesai? Aku tidak menceritakan semuanya, hanya sebagian kecil saja, itupun ada beberapa bagian yang tidak aku katakan yang sebenarnya, terutama... bagian tentang kematian kakakku,”
“Tapi tetap saja, itu berbahaya, bagaimana kalau kau tidak sengaja mengatakan hal yang membuatnya penasaran dan membuat gadis itu curiga?”
“Aku tidak sebodoh itu, Kai. Meskipun aku belum lama mengenalnya, tapi aku yakin dia bukan tipe gadis seperti itu, lagipula ini kulakukan agar ia bisa percaya padaku, jika ia sudah sepenuhnya percaya padaku, maka kita akan lebih mudah mencari keberadaan Suho,” Jelas Sehun. Berusaha meyakinkan sahabatnya itu akan semua tindakannya.
“Entah benar atau tidak, aku yakin kau memang tidak cukup bodoh untuk melakukan hal-hal yang dapat mengacaukan usahamu sendiri. Atau... kau mulai jatuh cinta pada gadis itu?” tanya Kai sambil menyipitkan matanya, Sehun terdiam, ia berfikir dalam hati.
“Aku tidak akan melarangmu jika dalam hal itu, tapi ingat satu hal yang aku katakan, Sehun~ah, jangan pernah percaya pada siapapun”,
***
Karena sakit hati juga merupakan bagian dari pilihan. Tapi... bukan alasan untuk menjadi takut ataupun brengsek.***
KyungHee University,
01.30 PM.
“Seul Gi~ssi, boleh aku pinjam sahabatmu?” tanya Sehun yang membuat dua gadis yang tampak sedang mengobrol itu menoleh secara bersamaan, Seul Gi menatap pria itu dengan mata membulat. Bukan karena bingung, tapi karena pria itu mengetahui namanya. Menjadi gadis yang dikenal pria itu bukan hal mudah, pasalnya ia selalu dikelilingi gadis dan tidak mungkin juga jika Sehun menghafal setiap nama gadis yang berkencan dengannya, apalagi hanya seorang gadis yang menggilai ketampanannya yang diluar batas itu. Dan Seul Gi, termasuk gadis yang beruntung.
“Bawa saja. Lagipula, aku tidak membutuhkannya,” ujar Seul Gi enteng dan mendapat tatapan tajam dari Irene.
“Aku akan menelanmu setelah ini, Nona Kang,”
“Dagingku tidak enak. Kau akan sakit perut setelah memakannya!”
***
Universe Coffee Shop,
02.10 PM
“Kenapa harus aku? Kau kan bisa membawa gadis lain,” sungut gadis itu sambil menyedot habis teh miliknya.
“Yang aku inginkan itu kau,”
“Hhh~ kenapa aku harus berhubungan dengan pria pemaksa sepertimu, eh? Dengar, aku sangat benci berada diacara yang mengharuskanku bersikap lemah lembut, mengenakan high heels dan make up. Kau sedang berniat membunuhku?” tanya Irene sarkastis.
“Aku tidak peduli. Besok, aku akan memberikan gaun dan semua yang kau butuhkan untuk datang ke pesta itu.”
“Terserah kau. Kau selalu mendapatkan apa yang kau inginkan, jadi tidak ada gunanya jika aku menolaknya,” tandas gadis itu ketus.
Sehun baru saja mengajaknya untuk pergi ke acara ulang tahun Chanyeol besok malam. Dan sialnya, ia harus menemani Sehun ke acara membosankan seperti itu. Membaca novel dikamarnya, sendirian. Terdengar lebih baik dari pada pesta ulang tahun.
“Oke, itu artinya kau setuju.” Sehun bangkit dan berjalan membelakangi Irene. “Ah ya,” ucap pria itu tertahan dan menoleh kebelakang, menghadap Irene.
“Jangan tampil terlalu cantik didepanku atau kau akan mendapatkan resikonya.”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
UNIVERSE (Oh Sehun Fanfiction)
RandomAkankah Cinta Kembali Meninggalkanku? -kehadirannya membawa kenangan tentang masa lalu- "Berbicara soal bosan, kapan kau akan berhenti menjadi pria cassanova yang mempermainkan para gadis?" -Irene "Aku mulai berfikir untuk berhenti jika kau bersedia...