Hujan Musim Semi #1

36 2 0
                                    

"Hikari, cepat turun!" terdengar panggilan nyaring dari lantai bawah. Suaranya yang melengking tajam itu menandakan bahwa itu adalah suara Bibi Tetsuko.

"Hai (iya)!" sahutku sembari menyambar tas di atas tempat tidur. Setengah berlari aku keluar dari kamarku yang berada di lantai dua dan segera menuruni tangga.

Semua ini karena aku bangun terlambat gara-gara tadi malam aku tidak dapat tidur dan akhirnya baru berhasil memejamkan mata menjelang pagi tadi.

Begitu sampai di bawah, aku mendapati semua sudah duduk mengelilingi meja makan. Seluruhnya enam orang. Ada kakek di kursi utama, kemudian nenek yang duduk di sebelah kiri kakek, berhadapan dengan Paman Naoki yang berada di sebelah kanan kakek, lalu di sebelah Paman Naoki duduklah Bibi Tetsuko yang berhadapan dengan Karin-san, serta Rui.

"Maaf, aku terlambat," kataku seraya membungkuk sedikit.

"Beraninya kau terlambat untuk sarapan bersama! Bagaimana kalau ojiisan (kakek) terlambat berangkat ke kantor?" tegur Bibi Tetsuko tajam, sementara Rui tampak menyembunyikan senyumnya.

"Tetsuko, kau berlebihan ...." Nenek mencoba membelaku.

"Benar. Hikari-chan memang agak terlambat, tetapi masih ada banyak waktu. Kita tetap bisa sarapan dengan tenang." Paman Naoki menambahkan.

Bibi Tetsuko mendengus, tampak sebal.

"Ma, ma (sudah, sudah) ...." Kakek menyudahi keributan kecil pada pagi yang tenang itu. "Hikari, duduklah. Kita mulai sarapan."

Aku mengangguk, menyeret kursi di hadapan Rui perlahan, lalu duduk di sana. Rui tampak meleletkan lidahnya ke arahku. Aku pura-pura tidak melihatnya. Sarapan pun dimulai.

Kakek dan nenek ini dari pihak ibuku dan tinggal di Tokyo. Kalau kakek dan nenek dari pihak ayahku dulu tinggal di Osaka, tetapi mereka sudah meninggal. Walaupun sudah tua, kakekku, Nonomiya Hiroshi, masih memimpin sebuah perusahaan yang bergerak di bidang busana. Nenek pun selalu setia mendampingi suaminya hingga di usia mereka yang sudah senja meskipun dia sendiri menderita penyakit jantung.

Sejujurnya, itulah alasan utama kenapa aku sampai berada di rumah ini, yaitu karena nenek ingin agar aku menemani hari-hari tuanya. Sebenarnya sudah sejak lama nenek memintaku untuk tinggal bersamanya, tepatnya semenjak ibuku meninggal waktu aku baru kelas 5 SD. Sepertinya nenek merasa sangat kehilangan ketika ibu meninggal. Jadi, dengan keberadaanku di dekatnya, mungkin saja nenek berharap dapat mengurangi kesedihan dan kesepiannya setelah kepergian ibu.

Walaupun demikian, aku selalu menolak permintaan nenek dan menyatakan ingin tinggal bersama ayahku di Osaka. Sampai akhirnya saat itu tiba, ketika penyakit nenek kambuh sehingga membuat kondisinya kritis selama beberapa hari. Waktu itu aku dan ayah pun langsung terbang ke Tokyo. Maka, begitu nenek sadar dan kondisinya membaik, tidak ada yang dapat aku serta ayahku lakukan selain berjanji bahwa aku akan tinggal bersama dengan nenek dan melanjutkan pendidikanku ke SMA di Tokyo setelah aku menyelesaikan pendidikanku di SMP yang tinggal beberapa bulan lagi. Jadilah sekarang aku tinggal di sini.

Ya ... keputusan yang harus kuambil meskipun dengan berat hati.

Sayangnya, walaupun nenek begitu menginginkan aku tinggal di sini, sepertinya ada beberapa orang yang tidak mengharapkan kehadiranku dalam rumah ini. Salah satunya yaitu Bibi Tetsuko. Meskipun dia itu kakak kandung ibuku, aku dapat dengan jelas melihat bahwa dia tidak menyukaiku semenjak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini. Kebalikan dari istrinya, Paman Naoki tampaknya justru sangat menyukaiku, sebagaimana sikap nenek terhadapku.

Karin-san serta Rui adalah putri dan putra Bibi Tetsuko dan Paman Naoki, yang berarti adalah sepupuku. Saat ini Karin-san duduk di bangku kelas 3 SMA, sedangkan Rui sama seperti aku, murid baru kelas 1 SMA. Kami bertiga ini bersekolah di sekolah yang sama.

Ame no Uta (Rain Song)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang