[Chapter 4: Kedatangan Ex]

166 28 3
                                    

---

Selesai berbelanja di Alfamart, Ayra akhirnya keluar dari tempat menjual barang dan makanan itu. Di tangan kanannya penuh oleh tentengan kantung plastik khas Alfamart. Yang isinya adalah apa yang Ayra butuhkan, Ayra mau, dan kebutuhan rumah lainnya. Hitung-hitung bantu Bunda.

Dia lihat Tyan yang tengah menatapnya di dalam mobil. Duh, jadi malu sendiri kan. Padahal mereka baru kenal, ketemu baru dua kali. Sebenernya yang salah tuh takdir apa Ayranya yang baperan?

Baru aja Ayra mau jalan menuju mobil Tyan, tiba-tiba ada seorang pria yang mendatanginya.

Ayra kaget? Banget.

Kok ada dia, sih..

Pria itu mengulas senyuman. “Hai. Ayra, kan?”

Ayra ragu buat bersuara. Jadi yang dia lakukan hanya mengangguk kecil. Ayra juga mundur satu langkah dari cowok itu.

Si cowok cuma terkekeh pelan.

“Kamu masih inget aku, kan? Apa kabar sekarang? Oh iya, Ayah sama Bunda gimana?” tanyanya.

Oh Tuhan, please..

Ayra tersenyum kaku. “Alhamdulillah, baik kok. A-Aku permisi ya, lagi buru-buru.”

Ayra dengan pelan tapi gesit segera berjalan meninggalkan pria tadi. Mau tahu siapa? Itu mantannya. Gak salah kok bagi kalian yang udah nebak ini.

Tapi sayangnya, si mantan mencekal tangan Ayra sehingga langkahnya terhenti.

“Hey, aku kan cuma mau tegur sapa sama kamu. Kok kabur, sih? Cuma sebentar, kok.” rayunya.

Ayra menoleh pada mantannya, dia menghela napas lalu menggeleng.

“Maaf, Haris. Aku gak bisa. Aku beneran lagi buru-buru. Tolong, lepasin tanganku.” pintanya pelan-pelan.

Haris sebagai pelaku berdecak sebal.

“Kamu kok jadi gini, sih? Apa gara-gara Jennie adik kesayangn kamu itu?”

Ayra mencoba untuk tidak membentak Haris. Tahan, Ra. Tahan.

“Berhenti ya Ris buat bawa-bawa Jennie. Dia gak ada kaitannya sama ini semua. Kita udah selesai, jadi tolong. Aku buru-buru,” balasnya tegas.

Haris terkekeh seakan meremehkan Ayra. Haris adalah tipe pria yang keras kepala. Maka nggak mudah bagi dia buat lepasin Ayra sekarang. Kesempatan jarang datang dua kali, kan?

Haris menggeleng. ”Gak semudah itu, Ayra. Masih ada yang harus kamu bayar untuk aku.”

Ayra mendelik. Dia berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Haris. Memang gila.

“Apa, sih?! Lepasin, gak?! Lepasin aku Haris! Gak ada yang harus aku lakuin lagi ke kamu. Kita. Udah. Selesai.” bentak Ayra.

Ya Allah, kenapa nih makhluk harus datang lagi, sih?

Haris dengan enjoynya tetap memegang tangan Ayra. Sambil menatap Ayra dengan tatapan yang membuat Ayra risih setengah mati.

“IH! HARIS, LEPASIN AKU!” Ayra sudah kesal. Genggaman Haris malah makin erat dan kuat. Tangannya jadi agak sakit.

Haris menggeleng, “No, babe. Gak bis--”

“Lepasin.”

Suara berat milik Tyan memotong ucapan Haris. Bisa dilihat, Ayra awalnya kaget tapi jadi senang dan lega karena kedatangan Tyan.

Dan Haris? Dia menatap Tyan heran.

“Siapa lo? Gak usah ganggu.” Haris kembali sibuk menatap Ayra dengan senyuman, gak lupa cekalan tangannya.

Tyan menarik napas lalu dibuangnya dengan kasar. “Yang ada lo yang ganggu dia. Lepasin, lo gak liat Ayra udah gak nyaman gitu, hah?”

Haris mendengus sebal. “Ck, lo siapa, sih? Gak usah sok peduli sama Ayra.”

Cih. Gue berhak peduli sama Ayra, lah. Ayahnya udah titipin dia sama gue.”

Ayra terkejut. Tertegun. Kaget. Ah gak tahu lah. Dia speechless.

Kok Tyan berani ngomong gitu? Padahal kan nyatanya.. beda.

Haris tertawa remeh. Dia menunjuk Tyan dengan telunjuknya. “Lo? Disuruh jagain Ayra sama Ayahnya? Gak percaya. Lo siapanya, hah? Jawab, dong. Katanya cowok.”

Tyan tersenyum miring.

“Katanya cowok, tapi kok nyakitin cewek? Hm?”

Skakmat. Mampus Haris. Mampusin si Haris.

Ayra mengulum senyumnya. Hahah, mingkem kan dia.

Haris nampak diam dan canggung sendiri. Mungkin dia sadar apa yang diucapin Tyan bener.

Tanpa bicara apa-apa lagi, Haris melepas cekalannya pada tangan Ayra. Dia sempat melirik Ayra sinis, begitu juga dengan Tyan.

Setelahnya, si mantan melenggang pergi meninggalkan Ayra dan Tyan yang menatap kepergiannya dengan perasaan yang berbeda.

Tyan menoleh kepada Ayra, dan berkata. “Ayo masuk mobil, Ra.”

Ayra sih nurut aja. Dia mengangguk, dan menyusul Tyan untuk duduk di jok mobil.

Ehm, makasih ya, Kak. Udah bantuin aku tadi.”

Tyan yang lagi memasang sabuk pengaman pun menoleh sekilas pada Ayra. Dia mengangguk.

“Gapapa. Daritadi saya liatin kamu sama dia, kayaknya kamu gak nyaman sama kehadiran dia. Bener, kan?”

Ayra mengangguk.

Ekhem, kalo boleh tahu, dia siapanya kamu, Ra?” tanya Tyan yang mulai menjalankan mobilnya untuk keluar dari parkiran supermarket.

Ayra bingung mau jawab apa. Jemarinya sibuk memainkan kantung plastik belanjaan, supaya gak gugup banget.

“Oh, ehm, dia mantanku.” jawab Ayra.

Tyan mengangguk paham dan ber'oh' ria.

“Tapi kamu aman, kan? Gak di apa-apain sama dia?”

Ayra mengangguk sambil tersenyum tipis.

I'm okay.

Sehabis itu, gak ada lagi percakapan di antaranya. Cuma suara radio yang mengisi keheningan di mobil Tyan.

Tadinya, Ayra mau tanya soal kenapa Tyan bilang, Ayahnya udah titipin dia sama gue. Maksudnya... apa?

Tapi Ayra urungkan. Mungkin lain kali dia bahas itu. Entah kapan lain kalinya.

•••

Keep her mine and dream come true.

An: Haloo kalian. Sori ya pendek hehehehe. Siapa tau ada yang nungguin cerita ini? Makasih banyak, semoga chapter singkat ini membantu.

Aku ada pikiran buat unpub ni work, kalian masi mau baca ga? (ciak pede banget).

Sekian, makasih sekalii. Jangan lupa vote dan komennya, thankss ♡!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sundream [ Vrene Lokal ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang