Agraprana masih seperti biasa bekerja di tempat pembuatan bubuk mesiu, selama itu ia belum melihat sesuatu yang mencurigakkan. Jika ada yang mencurigakan Agraprana akan langsung memberikan kode tangan kepada Hastungkara dan anggota lainnya, mereka di sana menyamar sebagai buruh angkut mesiu. Saat mereka sedang mengangkut datanglah seorang pelayan berjubah, ia mendatangi sang pemilik dari tempat pembuatan bubuk mesiu.
Dari kejauhan Hastungkara melihat kedua orang itu saling bersalaman, kemudian pelayan berjubah memberikan uang. Sang pemilik memanggil Agraprana, Agraprana menghadap pemilik tempat pembuatan bubuk mesiu. Saat itu juga Agraprana memberikan kode tangan, Hastungkara yang melihat kode tangan Agraprana langsung mendekati Agraprana.
"Ini para budak pengangkutnya tuan." Agraprana berbicara pada pemilik tempat pembuatan bubuk mesiu.
"Aku seperti baru melihat mereka semua, atau itu hanya perasaanku." Pemilik tempat pembuatan bubuk mesiu itu menatap Hastungkara dan yang lainnya lamat – lamat.
"Bagaimana anda bisa menghapal seluruh buruh pengangkut di sini tuan, ingatan anda benar – benar baik." Puji Agraprana tidak serius.
"Hahaha.. sepertinya itu hanya perasaanku saja, baiklah sekarang kalian antarkan karung – karung ini ke gudang militer istana." Perintah sang pemilik tempat bubuk mesiu.
Terdapat lima buah karung di sana Hastungkara dan yang lainnya segera mengangkut karung – karung tersebut untuk di bawa ke gudang militer istana, ini adalah kesempatan yang besar karena mereka akan dapat mengetahui apa yang direncanakan para pejabat pemerintah.
Mereka mulai menyusuri jalan menuju gudang militer istana, sebelum masuk ke istana mereka melewati pemeriksaan adri atas kepala sampai kaki. Karena istana bukan sembarang tempat yang bisa dimasuki siapa saja, mereka sudah lolos pemeriksaan. Perjalanan pengangkutan bubuk mesiu di lanjutkan dan sampailah mereka di gudang militer itu. Mereka mulai memasuki gudang itu, terlihat banyak sekali tumpukkan karung bubuk mesiu.
"Sebenarnya apa yang sedang mereka rencanakan?" Gumam Hastungkara dalam hati.
Hastungkara dan para anggotanya menaruh bubuk mesiu yang mereka angkut, "Tuan!" pundak Hastungkara di tepuk oleh salah satu anggotanya.
Hastungkara menoleh dan wajahnya mengatakan ada apa. Anggota Parang Cetha itu menemukan sesuatu yang aneh, ia menunjukkan hasil temuannya kepada Hastungkara. Letaknya di belakang pintu gudang, ada sebuah kantong yang berisi kertas. Kertas itu seperti kumpulan pesan berhari – hari yang lalu. Hastungkara mengambil kertas itu dan mulai membacanya, ia tidak mengerti maksud dari kumpulan kata yang terdapat di kertas itu. Bahasa di kertas itu tidak seperti bahasa yang digunakan di keseharian. Namun ada beberapa kata yang bisa terbaca oleh Hastungkara.
Kira – kira hanya itu tulisan yang bisa di baca Hastungkara, tetapi Hastungkara masih tidak mengerti maksud dari kata – kata itu.
"Hei apa yang kalian lakukan di dalam, jika sudah tidak ada yang dikerjakan cepat keluar dari sana!" Teriak salah seorang panjaga dari luar. Hastungkara sedikit terkejut dan langsung memasukkan kertas itu ke sakunya, saat ia mengeluarkan tangannya tidak sengaja ikat kepala Parang Cetha keluar bersama tangannya dan jatuh, Hastungkara tidak menyadari hal itu dan ia langsung pergi meninggalkan tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisaka Aruna Kalandra (Fiksi Majapahit)
HistorycznePerjalanan seorang perempuan bernama Aruna yang berasal dari kasta rendah. Akankah ia mampu melewati setiap halangan? akankah ia mampu bertahan dalam segala cobaan? nantikan kisahnya Please read prolog bcs penting utk pemahaman cerita d=('▽`)=b Jgn...