Pagi itu Kawidagda terbangun, ia mendengar suara katrol dari sumur yang bergemuruh. Ia juga mendengar derasnya air yang dipindahkan dari satu wadah ke wadah lain. Ia segera berjalan keluar, matahari terik mulai memancarkan sinarnya yang menyilaukan mata. Samar – samar ia melihat Aruna di dekat sumur, ia sedang mencuci pakaian.
"Aruna?" Panggil Kawidagda.
Aruna pun menoleh, ia melihat Kawidagda sebentar dan langsung kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Hey Aruna, apa kau mengabaikanku!" Cetus Kawidagda dengan wajah bangun tidurnya.
"Mengapa pagi – pagi sudah seberisik ini sih?" Aruna kesal karena Kawidagda terus menganggunya.
"Setidaknya janganlah mengabaikanku." Tambah Kawidagda.
"Apa maumu?" Tanya Aruna.
"Tidak, aku hanya memangilmu." Balas Kawidagda dengan wajah meledek Aruna.
"Apa kau selalu bangun sesiang ini?" Tanya Aruna menghentikan pekerjaannya sebentar.
"Tidak, biasanya aku bangun lebih pagi dari ini. Mungkin lebih awal daripada kau bangun." Kawidagda menjawab dengan wajah menyebalkannya.
"Uhh, dasar pembohong." Gerutu Aruna pelan, ia langsung memalingkan wajahnya dan melanjutkan pekerjaannya.
"Apa, apa aku tidak dengar?" Kawidagda menyipit - nyipitkan matanya, bibirnya dicibirkan, dan ia memegang – megang kupingnya seakan tidak mendengar ucapan Aruna.
Tiba – tiba "Pyashh!" Tubuh Kawidagda basah kuyup, Aruna menyiramkan seember air.
"Ka.. kau!" Wajah Kawidagda berubah merah, ia terkejut sekaligus kesal. Telunjuknya menunjuk – nunjuk Aruna.
"Ups, aku sepertinya tidak sengaja." Aruna menaruh ember yang dipegangnya dan sedikit tertawa kecil.
"Lihat saja kau, kalau berhasil ku tangkap akan ku masukkan kau ke sumur." Kawidadagda mengancam Aruna, lalu mulai bangkit dari tempat duduknya.
"Coba saja kalau kau bisa." Aruna mengejek Kawidagda dengan menjulurkan lidahnya.
Kawidagda langsung mengejar Aruna, Aruna pun langsung berlari untuk menghindari Kawidagda. Aruna adalah anak yang sangat lincah, ia bisa menghindari Kawidagda dengan mudah. Kawidagda yang terus berusaha untuk menangkap Aruna lama – kelamaan merasa lelah, ia kemudian memutuskan untuk tidak mengejar Aruna lagi.
Aruna yang takut akan tertangkap Kawidagda memutuskan untuk mengumpat di semak – semak di sekitar rumah Kawidagda, ia terus bersembunyi tanpa bersuara sedikitpun.
"Aruna di mana kau?" Samar – samar Aruna mendengar suara Kawidagda.
"Aku sudah menyerah dan tidak akan menangkapmu lagi." Tambah Kawidagda.
Aruna merasa dari permainan ini ialah pemenangnya, akhirnya ia keluar dari tempat persembunyiannya. Ia berjalan keluar perlahan sambil melihat ke arah sekitarnya, ia sedikit terkejut karena dari balik pagar pembatas ia melihat beberapa anggota Parang Cetha sedang mengendap – endap seperti mengikuti seseorang.
"Apa yang sedang mereka lakukan?" Gumam Aruna dalam hati.
Kawidagda akhirnya menemukan Aruna, "Aruna!" Seru Kawidagda.
Aruna yang sedang mengamati anggota Parang Cetha kemudian menoleh, tiba – tiba sebongkah air tepat berada di depan wajahnya. Ia tidak sempat menghindar, alhasil tubuhnya benar – benar basah oleh terpaan air yang disiramkan Kawidagda. Ia jatuh terduduk, menarik napasnya dalam – dalam.
"A.. Aruna apa kau tidak apa – apa?" Kawidagda mendekati Aruna yang terduduk.
"Maafkan aku Aruna." Kawidagda menjulurkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisaka Aruna Kalandra (Fiksi Majapahit)
Fiction HistoriquePerjalanan seorang perempuan bernama Aruna yang berasal dari kasta rendah. Akankah ia mampu melewati setiap halangan? akankah ia mampu bertahan dalam segala cobaan? nantikan kisahnya Please read prolog bcs penting utk pemahaman cerita d=('▽`)=b Jgn...