Beweis - 8

349 39 49
                                    

∆•Liebesbekenntnis aus Deutschland•∆


Di kantor

Jimin termenung sambil menggigit jari telunjuk nya. Banyak yang ia pikirkan akhir-akhir ini. Dan yang paling menguasai pikiran nya adalah masalah rumah tangga nya dengan Mina yang semakin buruk. Jimin memandangi foto liburan nya dengan Mina dan juga Jeno beberapa bulan yang lalu. Hati nya terasa sesak melihat senyum diwajah kedua orang yang ia sayangi itu.

Jimin sangat rindu pelukan istrinya saat ia pulang kerja dan senyum manis dari putra nya. Ini tidak bisa ia biarkan, Jimin adalah Laki-laki, ia seorang suami dan juga seorang ayah. Ia harus berada di garda terdepan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga nya.

Jimin mengambil ponsel nya, ia akan menelpon istrinya itu dan meminta maaf. Namun saat ia akan menekan tombol telepon, suara pintu berbunyi dan menghambat keinginan nya tadi.

"Ah nanti saja. Siapa? Masuk." Jimin meletakkan kembali ponsel nya diatas meja.

"Selamat pagi Sajangnim." Gadis berambut sebahu dengan bibir merah jambu menyapa pagi Jimin dengan ceria. Ya siapa lagi jika bukan Yoo Jeongyeon sekretaris nya.

"Oh kau? Kenapa senyum-senyum? Bukankah kemarin kau marah padaku?" Jimin menautkan satu alis nya.

Huh! Wanita itu menghembuskan napas berat.

"Aku tidak ingin membahas rumah tangga mu Sajangnim, karena masalah ku sudah membebani pikiran ku hari ini." Ia berucap lemah

"Ada apa?" Jimin menundukkan kepalanya melihat Jeongyeon.

"Aku baru saja putus Sajangnim Huwaaaaaaa...waaaaaaa.." Jeongyeon menangis histeris dengan mulut yang terbuka lebar, selebar lubang buaya.

Jimin reflek menjauhkan wajahnya. Ia menatap Jeongyeon horor. "Jelek sekali wajah mu jika menangis."

"Huwaaaaa tega sekali kau cebol." Jeongyeon menggebrak meja tanda ia protes dengan perkataan Jimin tadi.

"Apa yang kau katakan? Cebol? Seperti nya kau wanita tertinggi didunia ini Yoo Jeongyeon."

"Ah sudahlah kenapa jadi berdebat?" Jimin menaikkan satu kaki nya.

"Kau yang memulai." Jeongyeon mengusap air mata di pipi nya.

"Yayaya lelaki emang serba salah dan wanita selalu benar. Jika wanita salah maka kembali ke poin pertama bahwa wanita selalu benar." Jimin menatap datar wajah Jeongyeon. Berbanding terbalik Jeongyeon kini menatap laki-laki itu dengan senyum merekah di wajah nya.

"Apa?" Tanya Jimin lantas.

"Ngegas banget bro, santuy." Jeongyeon memperlihatkan dua jarinya pada Jimin.

"Kau sibuk?" Tanya Jimin
"Aku? Sibuk? Suatu keajaiban dunia tuan Park.

" Baiklah." Jimin bediri sambil merapikan jas nya.

"Ayo ikut aku." Jimin menarik tangan Jeongyeon, alhasil wanita itu berdiri dibuat nya. "Kemana?" Tanya Jeongyeon sedikit berteriak.

"Jalan-jalan." Jimin membawa tangan Jeongyeon untuk menggandeng nya. Karena merasa risih Jeongyeon pun melepas gandengan tangan nya pada lengan Jimin.

"Apa-apaan kau?"

"Bercanda saja tidak boleh?"

"Bercanda? Ingat Sajangnim kau sudah punya istri dan anak. Jangan gila." Jeongyeon menasehati Jimin. Bagaimanapun ia harus ingat batasan bahwa Jimin adalah suami dari sahabat nya yaitu Mina.

Jimin pun terdiam. Entah kenapa saat Jeongyeon menyebut istri dan anak nya Jimin merasa berat hati untuk pergi.

Melihat Jimin yang membatu ditempat Jeongyeon melambaikan tangan nya. "Sajangnim kau kenapa? Kita tidak jadi pergi ya? Ya sudah tidak apa." Jeongyeon berbalik dan hendak pergi dari hadapan Jimin.

Namun dengan cepat Jimin menarik tangannya dan berucap "Kau ini cepat merajuk. Ayo kita pergi, anggap saja ini cara ku menghibur kau yang baru saja putus cinta." Jimin tertawa terbahak-bahak mengejek Jeongyeon.

"Awas kau Tuan Park." Jeongyeon berjalan dibelakang Jimin dengan tangan yang mengepal, namun ia tidak memukul nya.

Di Mobil.

"Kita akan kemana?"

"Diam saja, jangan banyak tanya atau kau aku turunkan disini."

Jeongyeon menatap sinis ke arah Jimin. Kenapa laki-laki ini selalu buat ia kesal kemana-mana.

Huh.

Jeongyeon tidak lagi bersuara. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi penumpang.

Selama diperjalanan, sepi melanda keduanya. Jeongyeon fokus dengan pikiran nya begitu pula dengan Jimin. Sesekali Jimin melirik ke wanita itu. Jeongyeon sangat cantik jika sedang dalam posisi seperti sekarang. Tangan yang dilipat didepan dada dengan kepala yang melihat ke arah luar, serta rambut sebahu yang menambah kesempurnaan wanita disamping nya ini.

Jimin tersenyum sambil menggelengkan kepalanya sebagai reaksi nya atas pikiran nya barusan.

"Nona Yoo. Sampai kapan kau akan diam?" Masih sepi.

"Nona Yoo?" Kali ini Jimin kembali berucap.

"Apa tuan Park Apa? Kau ini aneh sekali aku bicara kau marah aku diam kau juga marah. Kenapa hidup ku serba salah!" Jeongyeon berteriak didalam mobil, membuat Jimin melotot kan matanya.

"Biasa saja kali. Sudahlah kau, jangan berucap satu katapun sampai kita pulang nanti. Awas saja kau." Jimin mengacungkan tangan nya dan dibalas dengusan dari wanita disamping nya.

Disinilah mereka berdua. Di sebuah restoran mahal di kawasan pusat perbelanjaan kota Gangnam. Jimin membukakan pintu mobil untuk Jeongyeon, gadis itu keluar dengan elegan tapi wajahnya cemberut akibat dari perbuatan Jimin tadi.

"Bangus, tekuk saja muka mu jangan ada senyum yang terlukis. Awas kau." Jimin membawa Jeongyeon masuk kedalam restoran dan duduk di meja nomor 5. Jimin menarik satu kursi dan mempersilahkan Jeongyeon untuk duduk.

Saat ia membuka buka menu. Jimin hanya membolehkan Jeongyeon untuk menunjuk makanan dan minuman yang ia ingin kan. Sebenarnya Jimin hanya ingin mengerjai gadis ini. Melihat Jeongyeon marah menjadi kesenangan bagi Jimin akhir-akhir ini.

Setelah 10 menit menunggu dalam kesunyian, makanan yang dipesan pun datang. Jimin mempersilahkan Jeongyeon untuk makan. Gadis itu sengaja mengetuk-ngetu sendok dan garpu nya dengan kuat saat ia mengambil makanan itu. Dan ia seperti orang kesetanan melahap makanan nya.

"Kau ini seperti anak kecil." Tangan Jimin bergerak menuju sudut bibir bawah Jeongyeon. Ia membersihkan noda saus yang mengotori bibir cantik itu.

Jeongyeon tersenyum merespon perbuatan Jimin. Dengan mulut yang penuh dengan makanan ia berucap "Terima kasih Sajangnim." Dan hal itu membuat ia semakin imut di mata Jimin. Mereka berdua terbuai dalam senda gurau yang memabukkan hingga tak sadar di balik meja kasir sepasang mata memperhatikan mereka dengan seksama.

•'Bewies'•
TBC
Jadi lupa vote & komen😉
❤🍁❤

BeweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang